4. Perintah pada omega

36 7 0
                                    

Selama beberapa hari terakhir aku kesana sini dalam lingkungan kampus. Mencari Nicholas yang katanya pindah kemari. Tapi hasilnya nihil. Jangankan melihatnya, menemukan mahasiswa lain yang mengenalnya saja tidak bisa.



"Dia tidak membatalkan kepindahannya kan?" Batinku, menggerutu.



Kalau benar pindah kemari harusnya dia sudah bisa kutemui. Apalagi dia omega yang sudah kutandai. Selalu ada keinginan untuk melihatku. Seharusnya begitu.



"Mencari siapa, kak Theo?" Tegur Raphael karena aku celingukan di depan kelas kesekian yang kudatangi pagi ini.



"Kau kenal Nicholas?" tanyaku, "Atau setidaknya tahu mahasiswa dengan nama itu."



"Yang berbaju biru." Jawabnya, sempat menaikkan harapanku. Sayangnya begitu kulihat ternyata beda orang. Bukan Nicholas yang ingin kutemukan.



"Yang kucari seorang omega, bukan beta."



"Sebutkan nama lengkapnya agar tidak keliru."



Benar juga.



"Nicholas Bumi Pratama."



"Artis ya?"



"Itu Nicholas Saputra, Raphael. Kau senang melucu juga ternyata."



"Tidak. Aku sungguhan salah ingat. Kupikir nama artis tadi yang kau sebutkan barusan."



Itu lebih lucu lagi. Nama dari artis yang sangat terkenal saja dia bisa salah mengingatnya. Tapi memang tidak harus ingat juga.



"Jadi, kau tidak kenal orang yang kucari?"



"Tidak." Jawabnya, enteng, "Tapi aku tahu mahasiswa pindahan yang bernama Nicholas."



Ah, mungkin itu!



"Dimana dia sekarang?"



"Entah."



"Kau bilang tadi tahu."



"Memang tahu karena dia mencari kosan di tempatku. Sayangnya sudah penuh."



"Lalu?"



"Aku tidak tahu akhirnya dia kos dimana. Tapi selama di kampus aku beberapa kali bertemu dengannya."



"Di sebelah mana?"



"Parkiran." Eh? "Kurasa dia mengamati mobilmu. Aku sempat berpikir dia mengincar mobil itu. Tapi tidak mungkin dia berani macam-macam pada barang milik seorang alpha kan? Apalagi ada cctv."



"Parkiran."



"Ya, parkiran."



"Terima kasih." Ucapku yang kemudian berlari.



***



Lagi-lagi ucapan Raphael cuma sempat membuatku berharap lalu kecewa setelahnya. Yang pertama tentang si baju biru. Yang kedua tentang parkiran. Sudah berlari sekuat tenaga melewati lorong, naik turun tangga, dan melintasi taman, Nicholas tetap tidak kutemukan.



Apa harus kugunakan toa untuk memanggilnya datang!?



"Kau itu kenapa?" tanya Gabriel padaku.



Dia baru keluar dari dalam mobil.



"Tadi kulihat kau lari secepat macan tutul lalu celingak celinguk seperti lemur. Ada yang salah dengan sarapanmu?"



"Aku tidak sempat sarapan, asal kau tahu."



"Itu lebih masuk akal untuk alasan keanehanmu."

BondingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang