“Tolong ya Anatasya, aku tak tahu harus bagaimana lagi berbicara padanya.”
Wanita yang dipanggil Anatasya membetulkan lipstik di pinggiran bibir. Langkahnya gemulai menantang siapa pun yang memperhatikan dari ujung jalan sana.
Tangan lentik berkuku ungu tua itu menyanggah ponsel di dekat telinga. Menjawab dan menyimak penuturan dari si lawan bicara di seberang panggilan.
Tak mengindahkan tatapan tertarik dari lawan jenis ataupun iri dari wanita lain, langkahnya kali ini terlalu terburu-buru. Suara nyaring sol hak tingginya menarik perhatian para pengunjung dari toko kopi yang dilewati.
“Tenang saja Nyonya Jeon, Joji tak bisa mati hanya karena itu.” Langkah Anatasya semakin dipercepat seiring matanya menangkap jelas rumah yang paling dikenali. Rumah dari novelist terkenal pada abad modern ini–Joji Jeon.
“Aku baru sampai di depan rumahnya. Kututup teleponnya Nyonya Jeon, sampai nanti.” Walaupun si penelepon tak mungkin melihat, ia tetap menyunggingkan senyuman hangat untuk ibu dari teman sekaligus koleganya itu. “Ah, titip salamku untuk Judith.”
“Oke Anatasya akan kusampaikan salammu.”
Setelah panggilan tertutup, Anatasya mengambil kunci cadangan dan menaruh handphone-nya kembali ke dalam tas.
Saat pintu terbuka, penciumannya langsung diserang oleh bau menyengat. Alis Anatasya mengerut saat ia masuk semakin dalam. Tak lupa menutup hidungnya saat bau tersebut semakin mengganggu.
Di ruang tamu dan ruang tengah, ia menemukan plastik, sobekan kertas dan kardus-kardus bekas yang tergeletak asal.
Masuk ke bagian dapur, kepala Anatasya langsung dilanda pusing dan ulu hatinya nyeri bukan main. Menemukan banyak sekali makanan sisa yang telah berbau dan berjamur. Piring dan gelas kotor menumpuk di sink cuci piring. Kulkas yang dibiarkan terbuka dengan kaleng-kaleng minuman isotonik dan susu. Melirik ke bawah, ada banyak bungkus bekas makanan dan kardus sereal kosong. Tak lupa cairan aneh yang tercecer di lantai dapur.
“Joji?!”
Anatasya berbalik sambil memegangi perutnya yang terasa mual. Ia bukan berlebihan tetapi rumah ini memang seperti kapal Titanic saat tenggelam. Tak membayangkan akan bagaimana ia membersihkan semua ini nantinya.
Tujuan terakhir adalah kamar utama yang menyatu dengan ruang kerja si pemilik rumah. Membuka pintu dengan tak santai, bisa dilihatnya debu yang melayang-layang di udara menandakan sekotor apa udara di dalam sana.
“JOJI!” Teriak Anatasya penuh dendam.
“Aku di sini, Ana.” Sebuah tangan menyembul di balik selimut tebal. Memberitahu keberadaannya pada wanita yang bergeming di depan kamar.
Anatasya menghampiri onggokan daging di sana. Kaki jenjangnya sesekali menendang pakaian entah kotor atau bersih yang terinjak. “Kau masih hidup?”
“Aku terkena diare selama dua hari. 124 kali pergi ke toilet dan hampir sekarat.”
“Bagus, aku bisa berikan informasimu itu pada reporter nanti, sekarang bangun!”
“Kali ini tolong rahasiakan. Jika mereka tahu, aku pasti habis ditertawakan.” Jeongguk atau yang lebih dikenal Joji, bangkit dari pembaringan. Penampilannya tak lebih baik dari keadaan rumahnya sendiri. Mengenaskan seperti korban bencana. Rambut gondrong kusut tak terikat, bulu-bulu mulai tumbuh di sekitar rahang dan wajah kusam tanpa perawatan. “Shit, sakit diare tak ada keren-kerennya.”
“Kau pikir siapa yang dengan senang hati ingin sakit? Sepertinya otakmu sudah tertimbun kotoran.” Anatasya mencibir dari tempatnya. Memandang Jeongguk setengah jijik dan prihatin. Ingin rasanya ia lempari uang recehan pada orang di depannya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
HUMANOID HUSBAND [KookV]
Fanfiction"𝘔𝘦𝘮𝘶𝘭𝘢𝘪 𝘴𝘦𝘵-𝘶𝘱 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘴𝘪𝘴𝘵𝘦𝘮 𝘏𝘶𝘮𝘢𝘤𝘢𝘳𝘦. 𝘚𝘪𝘭𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘶𝘬𝘢 𝘱𝘦𝘵𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘱𝘢 𝘏𝘶𝘮𝘢𝘯𝘰𝘪𝘥-𝘮𝘶." KookV Fanfiction Top!Jeongguk Bottom!Taehyung WARNING MPREG! Marriage Life BxB