terkuak

4 0 0
                                    

Gue masih belum nyerah, dan gue sama sekali ga akan nyerah untuk kedua kalinya, gue harus mempertahankan Dinda buat tetap sama gue, hidup gue ya pilihan gue, dan harusnya mama tau itu.

Refleks gue memukul stir, daripada terjadi hal-hal yang gak gue mau, gue langsung menepikan mobil, melepas seatblet dan menghadap ke Dinda, tatapannya sendu, memilih menatap kaca samping daripada natap gue. Sakit anjir, liat cewe yang gue sayang sedih gara-gara gue.

"Din, sekarang bukan saat yang tepat buat kita untuk ambil keputusan. Kamu lagi emosi, dan kita sama-sama lagi dalam keadaan gak baik-baik aja." Cerocos gue supaya dia bisa ngasih gue kesempatan.

"Jadi please, tarik kata-kata kamu tadi, kita sama-sama butuh waktu buat mutusin segalanya, dan kamu harus kasih akang waktu untuk beresin semuanya." Dia menoleh kepadaku, dengan tatapan yang meragu.

"Mau sekarang ataupun nanti keputusan aku tetap sama kang. Aku ga bisa, daripada nanti kita semakin sakit dan semakin sulit untuk melepas, lebih baik sekarang, lebih cepat lebih baik." Ucapnya lirih.

"Akang boleh nanya sama kamu?" Dia mengangguk.

"Kamu cinta sama akang?"

"Of course, kalo aku ga cinta sama akang ngapain juga aku cape-cape nurutin akang buat ikut ke Ciamis? Tapi cinta aja gak cukup sayang, kita juga butuh restu orang tua, dan aku gak mau orang tua kamu ngasih restu terpaksa, aku gak mau punya mertua yang gak suka sama aku."

"Mama belum kenal kamu aja, nanti kalo udah kenal pasti suka, pasti sayang." Bela gue.

"Mama sama bapa kamu udah punya calon sendiri buat kamu. Paham gak sih?"

"Tapi akang ga cinta sama dia."

"Terserah, ga peduli akang mau cinta sama dia kek, mau ga cinta kek, terserah kang. Yang jelas kita udah ga bisa bareng lagi. Udah ga ada yang bisa kita ubah lagi. Sebentar lagi akang bakal ngiket anak orang, dan aku gak mau jadi inang diantara kalian."

"Dinda!" Teriak gue. Dia sedikit berjengit, dengan tatapan terluka denger gue bentak dia.

"Sorry, akang gak maksud bentak kamu sayang." Ucap gue sambil memegang tangannya.

"Kasih akang waktu satu hari aja buat beresin semuanya. setelah satu hari besok kamu boleh kasih keputusan apapun buat akang, baik atau enggak, akang pasti terima." Mohon gue lirih.

Dia natap gue dengan pandangan yang super pesimis, tapi gue berusaha buat yakinin dia kalo gue bisa atasin semua kekacauan ini dengan mengeratkan pegangan gue di tangannya.

"Aku ga bisa janjiin apapun saat ini." Ucapnya lirih dan setelah itu nafas gue terasa tercekat.

"Semoga berhasil." Lanjutnya lagi.

"Pasti sayang." Balas gue sambil mengusap air matanya yang sedari tadi gak berhenti keluar.

Gue langsung menjalankan mobil kembali. Setelah nganterin Dinda, gue langsung balik lagi ke Ciamis, 24 jam kayanya cukup buat gue beresin kekacauan yang terjadi.

****
"Wastu!"

"Wastu, hudang!" (Bangun!) Teriak seseorang dibalik pintu.

Gue perlahan menggeliat, melirik jam di nakas yang masih menunjukkan pukul 5 pagi, fyi baru tidur sekitar dua jam, karena dari Bandung gue langsung balik lagi ke Ciamis.

"Wastu!" Teriaknya lagi.

"Iya mah, ini bangun."

Setelah membersihkan diri dan beribadah, gue langsung naik lagi ke kasur, asli nih mata, rapet banget buat dibuka.

Tiba-tiba pintu dibuka dan mama udah berdiri sambil mengunci satu tangannya di pinggang dan satu tangannya menyalakan lampu, refleks aku menutup mataku dengan tangan.

Our JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang