Siapkah Kau Tuk Jatuh Cinta

5 0 0
                                    

Author P.O.V

Dinda menatap langit-langit kamarnya, rasanya masih seperti mimpi apa yang sudah dia alami seminggu yang lalu.

Kang Wastu khawatirin gue? Apa pernyataan khawatirnya itu bukti kalo dia punya perasaan lebih sama gue?

Selalu saja, setiap hari dia bermonolog mengulang kembali apa yang diucapkan Wastu padanya waktu itu, dan juga isi dari fikirannya.

Dinda menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha menyangkal apa yang baru saja ada di fikirannya, takut terlalu berharap, dan nanti ujung-ujungnya kecewa lagi sama seperti yang sebelumnya.

Ah dia khawatirin gue karena takut gak dapet infal aja kalo dia ga bisa ngajar. Buktinya setelah malem itu, di sekolah dia biasa-biasa aja tuh sama gue. Meski tiap pagi dia sering ngasih gue sarapan, tapi itu paling balas budi aja karena seminggu ini kelas dia gue yang isi semua.

Batinnya lagi bersuara, karena seminggu ini Wastu memberikan tugas tambahan pada Dinda untuk jadi infalnya saat dia harus jadi pembicara di seminar. Meski setiap pagi dia selalu menyempatkan diri untuk datang ke sekolah terlebih dahulu, dan tanpa alpa selalu membelikan sarapan buat Dinda.

Bukannya Wastu pilih kasih, dengan selalu membebankan tugas ngajarnya di kelas 12 pada Dinda bukan pada Hana. Hanya saja, pernah sekali waktu Hana yang masuk menggantikan Wastu, saat habis jam pelajaran Hana keluar dengan wajah yang kacau, kemudian menangis sejadi-jadinya di Perpustakaan.

Dinda pun tidak pernah merasa keberatan dengan titah Wastu untuk menjadikannya infal, yang ada seneng-seneng aja sih, jadi banyak jam terbang dalam belajar menghadapi berbagai jenis spesies siswa di sekolah.

Drrrtttt drrrtttttt
Kang Wastu calling

"Din!" Panggilnya.

"Iya kang?"

"Kamu di kosan?"

"Iya, ada apa kang?"

"Turun dong bukain pintu!"

"Hah?"

"Saya di bawah."

"Oh iya, iya bentar!" Dinda segera bangkit dari tempat tidurnya, kemudian melihat bagaimana tampilannya saat ini di cermin.

Baju tidur model blouse selutut motif bunga berwarna pink, tidak begitu buruk. rambut yang acak-acakan, bibir yang pucat karena tidak memakai pewarna sama sekali.

Akhirnya setelah berkutat singkat dengan mengikat rambut dan memberikan liptint cherry bibirnya, serta menyemprotkan sedikit parfum, akhirnya Dinda turun juga.

"Lama banget sih?" Ucap Wastu saat Dinda membuka kunci gerbang kosannya.

"Sabar atuh!" Jawabnya sambil menengok ke belakang Wastu melihat dia bawa kendaraan apa engga biar sekalian dimasukin.

"Saya gak bawa kendaraan, jalan kaki dari kosan." Dinda mengangguk dan mempersilahkan Wastu masuk.

"Akang malem-malem ngapain kesini?"

"Temenin saya makan!"

Apa? Sejak kapan dia minta temenin makan sampe rela dateng ke kosan malem-malem begini? Batinnya.

"Kamu udah makan?" Tanyanya lagi dan dibalasa dengan anggukan.

"Makan lagi ya." Dinda pun mengangguk lagi.

Dinda cuman bisa ngangguk-ngangguk aja, bingung juga mau ngomong apa, Wastu itu terlalu misterius, penuh kejutan. Kadang juga bikin kerja jantung jadi gak normal.

Our JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang