Douze

575 92 8
                                    

Budayakan Vote & Comment

Sorry for typo

©Park_213

[301021]

Present...
.
.
.
.
.
🐥🐰
.
.
.
.
.

Aku memohon kepada Taehyung dan Yoongi agar membiarkanku pergi ke rumah sakit sendiri. Mereka bersikeras untuk ikut, tetapi aku membujuk mereka agar membiarkanku pergi ke rumah sakit duluan karena ada hal penting yang harus kubicarakan dengan Jimin.

Lokasi rumah sakit cukup jauh dari rumahku. Jimin sedang tidur di dalam ruang rawat inap berisi empat orang. Saat menanyakan kondisi Jimin kepada perawat, dia menjelaskan bahwa Jimin tiba-tiba datang dan bersikukuh untuk mendonorkan organ tubuhnya. Perawat itu mencoba menenangkan Jimin dengan membaringkannya di ranjang rumah sakit.

Kelihatannya, rasa bersalah Jimin membesar karena telah menyebabkan si anjing hilang. Faktanya, Jimin memiliki rasa bersalah terhadap anjing telantar di masa lalu. Rasa bersalah karena telah menghilangkan Minji si anjing pasti membuatnya semakin menderita.

Anehnya, aku tidak merasa khawatir terhadap Minji si anjing. Aku yakin bahwa anjing berbulu halus itu pasti akan kembali ke rumah.

Dia pasti akan menyambut dan memelukku sebagaimana kali pertama kami bertemu di bawah lis atap. Kemudian, aku akan mencengkeramnya, memandikannya, dan memeluknya dengan hangat. Sekarang kami hanya berpisah untuk sementara, tetapi aku yakin dia pasti tahu seberapa besar aku menyayanginya.

Aku kembali ke rumah dan mengambil kartu identitas Jimin. Aku bermaksud pergi ke alamat rumah yang tertulis di tanda pengenal tersebut. Aku merasa mustahil bisa mendapat kesempatan pada lain waktu untuk pergi ke tempat itu, selain hari ini.

Semakin dekat dengan tujuan, pemandangan terasa semakin suram. Aku sampai berpikir apa manusia bisa hidup di daerah semacam ini. Tempat itu merupakan dataran tinggi dan aku harus menaiki bukit cukup lama.

Rumah Jimin ada di antara gubuk-gubuk di daerah gunung yang jarang memiliki lampu jalan. Pintu terbuka, tidak terkunci, dan rumahnya kosong, seolah tidak satu orang pun tinggal di sana. Tidak ada kamar mandi atau tempat membersihkan diri di rumah ini. Ini adalah tempat Jimin ditemukan saat masih berumur lima tahun, dan tempat ayahnya meninggal.

Selepas melihat tempat tinggal Jimin saat masih kecil itu, aku semakin merasa yakin bahwa aku harus hidup bersama Jimin.

Dalam perjalanan kembali ke rumah sakit, aku menghentikan mobil sejenak di persimpangan dan terpaku, teringat akan Jimin. Aku merasa bersalah, khawatir menyinggung harga dirinya karena berkata akan mengencani orang lain. Sekian lama aku mengabaikan perasaanku dan Jimin dengan menganggap bahwa ini hanyalah simpati atau rasa iba.

Sesampainya di rumah sakit, aku membangunkan Jimin yang masih tertidur. Jimin membuka mata dan mengenaliku. Dia sontak bicara dengan suara bergetar, hampir menangis, "Minji hilang."

Aku tersenyum, menenangkannya. "Tidak apa-apa. Sekarang, ayo kita pulang."

"Aku.......bermaksud untuk bunuh diri."

"Aku tahu."

"Karena itu aku datang ke sini untuk mendonorkan organ tubuhku."

"Mereka bilang masih belum butuh organmu."

"Kenapa?"

"Karena kau masih hidup."

Jimin melihat ke bawah, tak lagi bersuara. Aku memakaikan sepatu ke kaki Jimin satu per satu.

Aku terkekeh saat melihat jari-jari kaki Jimin yang mungil.

Jimin duduk diam, memandangiku melakukannya, seperti anak anjing jinak.

Entah kenapa, aku merasa terganggu dengan perkataanku tadi.













To be continued...







A/N
Triple up deh.💜

Winter In Heart [KM] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang