PLAGIATOR TOLONG MENJAUH!
Kumpulan Cermin (Cerita Mini), Cerpen (Cerita Pendek), dan Cerbung (Cerita Bersambung) yang ditulis oleh para member TF家族三和四代 Group Chat.
Event ini diselenggarakan oleh admin TF家族三和四代 GC di WhatsApp dalam rangka memperingat...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dalam kebudayaan Hindu, lotus putih yang memiliki arti kemurnian pikiran, ketenangan sifat manusia, kesempurnaan spiritual.
Mengutip Psychotherapy and Bach Flower Remedies di halaman Medium, bunga larch merupakan lambang dari sifat orang yang tak punya percaya diri. Ungkapan 'larch' pun kerap tersemat pada orang-orang pengecut yang lebih memilih mundur dibanding mengambil risiko terhadap suatu hal.
***
Jakarta, 23 Juli 2016
Hangat. Setidaknya sedikit rasa itu ia rasakan kala mendekap kedua lengan. Sepasang netra cokelat terang itu kembali mengedar. Berhenti ketika kepala mendongak. Menatap anggunnya sang dewi malam yang berbagi sinar padanya. Lantas, menciptakan pantulan diri pada kolam. Tepat berada di bawah jembatan kayu, tempatnya berdiri.
Merunduk. Ditatapnya lekat lotus putih yang tumbuh indah di sana. Bagaimana bunga dengan kelopak tumpang tindih itu bersanding bersama bayangan tubuh. Sontak membuat kedua sudut bibir tertarik, manis.
"Cantik," katanya pada bayangan sendiri.
Menghela napas sejenak. Kembali menegakkan punggung, beralih fokus pada sepatu berwarna putih yang ia kenakan. Dirinya ingat, satu tahun lalu, lelaki itu yang memberikan padanya.
"Kok, dua pasang? Sama lagi," tanyanya kala itu. Menatap heran lawan bicaranya yang malah cekikikan.
Memejamkan mata, bayangan tampan itu terlukis di benak. Bagaimana sosok itu melukis senyum lebarnya---menampilkan deretan gigi yang tak rapi, ia hafal tepat. Bagaimana aroma tubuh yang menjadikannya candu itu, ia hafal tepat. Bagaimana suara itu membelai indranya, ia hafal tepat.
Alan邓
Lyn, aku sudah di taxi. Sebentar lagi sampai. Kamu sudah sampai? [19:15]
Iya, Lan. Aku sudah sampai dari jam 18:50. [19:15]
Nggak bakal aku tinggal, kok. [19:15]
Rajin sekali, haha. [19:16]
Sabar, ya. Tahan dulu rindunya. [19:16]
Siapa juga yang merindukanmu? [19:17]
Percaya diri sekali. [19:17]
Baiklah, baiklah. Jadi selama ini hanya aku yang merindu ternyata. [19:17]
Lyn. [19:21]
爱你呀 [19:21]
Kamu sudah mengirim pesan dan mengatakan itu beribu kali padaku, Lan. [19:22]
Lagi. Helaan napas kedua terdengar lebih berat. Mungkin efek udara yang bergerak semakin membuat gigil atau barangkali dadanya yang ditekan rindu luar biasa. Membuncah di sana. Enggan menguap bersama deru angin yang menerpa.
Pesan ini telah dihapus [19:27]
Kenapa dihapus, Lan? [19:28]
Lan? [20:01]
Kamu bilang sebentar lagi sampai. Ini sudah jam berapa? [20:15]
Lagi dan lagi, ia menghela napas. Namun, kali ini perasaan tak enak ikut menyertai. Pesannya tak kunjung mendapat balas, membuatnya kini menunggu disertai perasaan waswas.
Menit selanjutnya, terdengar dering gawai, membuatnya terkejut. Dengan cepat, mengangkat telepon dengan nomor yang tak ia ketahui. "Halo? Ini benar Evellyn, kan?"
Evellyn---nama gadis tersebut, membalas, "Iya. Maaf, ini siapa, ya?"
Deru napas tak keruan dari sebrang sana bisa Evellyn dengar secara jelas. Rasa gelisah tiba-tiba menguasai. Di pikirannya kini hanya ada pertanyaan, ada apa?
"Lyn, ini gue Hang. Maaf sebelumnya...."
"Maaf ... untuk apa?" balas Lyn dengan suara berbisik.
"Alan tidak bisa datang. Dia ...
... taxi yang dia tumpangi nabrak pembatas jalan, Lyn."
Terdiam. Lantas memandang kembali langit hitam di atasnya. Tak mendung. Namun, mengapa ekor matanya yang basah?
***
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Beberapa hari ini aku mencoba menyakinkan diriku sendiri bahwa aku tidak apa-apa.
Bahwa pergimu adalah hal yang bisa kuterima dan meski kamu tidak ada, aku mampu menahan luka ... hidup kembali menjadi Evellyn yang tenang, seperti bunga lotus putih---bunga favoritmu kala memandang sang dewi malam.
Namun, aku tidak bisa berbohong pada diriku sendiri, Lan.
Munafik jika aku mengatakan bahwa aku mampu berdiri dengan kedua kakiku sendiri setelah hal ini terjadi begitu saja. Munafik jika aku mengatakan aku tidak takut pada apa-apa yang mungkin terjadi lagi ke depannya.
Ini sakit, ketiadaanmu di sini sangat terasa sulit. Aku lelah membohongi diriku sendiri jika aku sesakit ini mengharapkan kamu yang tidak akan mungkin kembali.
Bagaimana jika aku ... mengakhiri semua ini?
'Kenapa suka lotus putih? Kenapa nggak bunga yang lain aja?Lavender gitu ... atau mungkin tulip?'
'Kenapa aku suka lotus putih? Karena kamu. Saat pertama kali kita saling bersua, aku melihatmu seperti lotus putih. Tenang.'
Lan, aku bukanlah Evellyn si lotus putih,
tanpamu ... aku seperti larch,
seorang pengecut yang lebih memilih mundur dibanding mengambil risiko terhadap suatu hal ...."