CHAPTER 25 : LIFE

734 118 15
                                    

"Mau makan?"

Doyoung membuka matanya sayu dan sipit. Bibirnya bergetar kedinginan, namun suhu tubuhnya panas sampai berkeringat. Lelaki itu menatap memohon ke arah Haru, memberi sinyal permohonan yang sangat.

Haru terkekeh, mengusap keringat di kening Doyoung. "Katakan, kau ingin daging manusia yang seperti apa? Jelek? Disabilitas? Gendut? Kurus? Tua? Atau bayi?" Haru tertawa lucu melihat wajah Doyoung yang pias. "Bercanda. Hari ini aku sedang malas berburu manusia, ya meskipun mereka ada di gudang makanan." Dia terkekeh sembari berdiri.

Tangan Doyoung mengenggam tangan Haru, membuat lelaki Lucifer itu berhenti bergerak.

"Lepaskan mereka.."

Haru menoleh ke belakang, menatap tajam dengan wajah menggelap. "Mereka makanan kita."

Doyouung memejamkan matanya, "Aku kasihan pada bayi yang terus menangis. Suara jeritan anak perempuan yang di perkosa pria dewasa. Juga suara batuk dahak kakek-kakek." Dia menjeda, menelan salivanya. "Lepaskan mereka.."

Haru diam awalnya, tapi kemudian dia tertawa sinis, menatap humor lelaki Kim di atas ranjang. "Kau benar-benar berubah drastis. Bukankah, ini yang selalu kau lakulan, Kim Doyoung?"

Nafas Doyoung tercekat, ranumnya bergetar.

"Kau membiarkan para anak perempuan di perkosa oleh para pria. Kau juga membiarkan manusia berumur tua terus kesakitan karena tidak meminum obat. Juga jangan lupakan, kau memisahkan bayi dari orang tuanya."

Haru tertawa kencang, suaranya lepas di seluruh ruangan.

"Siapapun akan percaya jika ku berikan kebohongan seperti itu bukan?" Dia tertawa, menatap wajah pucat Doyoung. "Tidak usah bersikap sok baik pada manusia. Pikirkan dirimu sendiri, karena belum tentu orang yang kau fikirkan, tidak akan bersikap egois padamu."

Setelahnya Haru menghilang. Doyoung hanya menatap kosong tak menentu arah. Detak jantungnya seakan diremas kuat, karena kembali mendengar desahan, jeritan, rengekan, dan dahak dari gudang di dalam kamarnya.

***

"Keluar!"

"Aku tidak bisa berjalan.. kakiku buntung.." anak kecil perempuan itu menangis dengan kepala merunduk. "Bagian bawahku juga sakit.." lirihnya pelan, dengan punggung bergetar.

Haru memutar bola matanya malas, kemudian berjongok. Tangannya mengangkat dagu anak perempuan itu, menatapnya. "Kau sudah hina. Jangan berharap mendapatkan kebahagiaan di dunia. Meskipun kau korban, kau akan tetap di pandang rendahan." Bisiknya tajam, membuat mata anak kecil itu kembali menumpuk air mata.

"Aku mau mati saja.."

"Benar. Mati lebih baik." Haru tertawa, lalu menarik rambut anak perempuan itu, keluar dari ruangan dengan cara di seret. "Kim Doyoung, kau suka daging anak-anak?" Haru bertanya, tersenyum manis pada lelaki itu yang terbaring lemah di atas ranjang.

Doyoung diam, matanya tak berhenti menatap anak kecil perempuan di belakang Haru. Tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang yang menutupi, juga satu kaki yang buntung. Anak itu menangis, isakan kecil yang membuat Doyoung meremas kuat seprainya.

"Ku mohon.. lepaskan dia.."

"Diam!"

Doyoung tersentak, menelan salivanya. Matanya menatap dalam anak perempuan yang baru saja membentaknya dengan wajah menggelap di kelilingi amarah.

"Aku tidak membutuhkan bantuanmu, pembunuh." Desisnya tajam berhasil membuat Doyoung merasa sakit.

Haru tertawa, berjongkok di sebelah anak kecil itu kemudian menjambak rambutnya ke belakang. "Lihat, bahkan anak kecil saja tidak menyukaimu." Haru tertawa, "Sudahlah, tidak usah memikirkan orang lain, dan pikirkan diri sendiri. Karena mau bagaimanapun, mau seberusaha apapun kau memperbaiki semuanya, tidak akan ada artinya."

Doyoung meremas kuat seprainya dengan nafas tercekat di tenggorokan. Lelaki itu memejamkan mata, membuat air matanya jatuh setetes. Doyoung menjuntaikan kakinya, kemudian perlahan turun dari kasur dan menghampiri Haru.

"Aku tidak masalah jika tidak makan."

"Aku yang masalah." Desis Haru membalas. "Kau harus makan, supaya tidak mati."

"Aku janji akan berusaha tidak mati." Ucap Doyoung membuat Haru terkekeh sinis.

"Setiap malam kau mencoba bunuh diri. Tapi untungnya aku menggagalkannya. Lalu sekarang? Kau mau berjanji untuk tidak mati?" Haru tertawa, menatap humor Kim Doyoung. "Kau yakin kuat bertahan di dunia ini?"

Lelaki itu diam dengan kedua tangan mencengkeram kuat sisi bajunya. Kemudian dia menganggukan kepala dengan mata terpejam membuat Haru tersenyum sinis.

"Asal kau mau melepaskan mereka semua."

Haru menggeleng, "Jika kau tidak mau memakan mereka, biarkan aku yang memakannya."

"Aku mohon.." lirih Doyoung bersimpuh di depan Haru. "Lepaskan mereka.. biarkan mereka kembali ke kehidupan.."

"Tidak akan. Meskipun aku melepaskan mereka semua, mereka tidak akan pernah bisa merasakan kembali kehidupan." Haru membalas, ekspresinya berubah suram, datar, dan menggelap.

Lelaki Lucifer itu berdiri, kemudian melenyapkan anak perempuan di tangannya. Api membara dalam hitungan detik, lalu menghilang bersamaan dengan Haru.

Sedangkan Kim Doyoung hanya termenung diam, kembali menyesali sesuatu yang pernah dia perbuat.

***

Di rumah Ayahnya, Hoon-Ji melempar tas ke sofa lalu membuka seragam sekolahnya, dan menggantinya dengan kaos putih biasa yang pelayan berikan.

"Dimana Ying Cuan?"

"Sedang bertelefonan dengan Mamanya, Tuan."

Hoon-Ji berdesis, mengepalkan tangan. "Panggil dia."

"Tidak perlu," Cuan membalas, turun dari lantai atas dengan tanktop putih membuat kulit seputih susunya terlihat jelas.

Hoon-Ji menoleh ke belakang. "Kau bertelfonan dengan wanita jalang itu?"

"Dia bukan jalang, dia Ibuku."

"Oh, kalau begitu Ibumu itu adalah perusak hubungan pernikahan?" Hoon-Ji tertawa meremehkan, "Tidak berbeda denganmu, Ying Cuan."

Cuan menggerling tidak perduli. "Ke inti saja. Tentang Kim Doyoung kan?"

Lelaki Park itu tersenyum sinis, "Kau mencintainya?"

"Tidak juga. Aku hanya kasihan."

"Benarkah?" Hoon-Ji mendekat, berdiri di depan Cuan. "Setelah apa yang dia lakukan?"

"Apa maksudmu?"

Hoon-Ji mendecih, tangannya mencengkeram kuat rambut belakangnya sampai kepalanya mendongak. "Jangan berpura-pura lupa. Dia yang membuatmu seperti ini. Dia yang membuat kau tidak lagi merasakan kehidupan, Ying Cuan!"

"Aku tidak perduli! Aku mencintainya, dan kau tidak perlu mempermasalahkannya."

"Aku akan merasa marah, jika lelaki yang kau cintai hanyalah seorang sampah." Bibir Hoon-Ji mendekat, tepat di sebelah telinga Cuan. "Kehidupanmu berhenti, karenanya."

Hoon-Ji melepas kasar jambakannya lalu pergi ke kamarnya. Membanting pintu, meninggalkan ruang tengah yang senyap dan sunyi.

Tangan Cuan mengeras, bibirnya dia gigit kuat, mengalirkan darah hitam yang tercampur dengan lipstiknya. Perempuan itu menatap kosong, dalam dan penuh kegelapan pada satu foto figur seorang lelaki.

"Aku.. memang bodoh, masih mencintai lelaki yang bahkan membuatku merasakan sesak nafas seperti tenggelam di dalam air."

NIGHTMARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang