CHAPTER 31 : PREVIOUS LIFE V

496 66 2
                                    

9 bulan ga update gila.. tapi tenang, udh ada jadwal update. Setiap hari Jumat💘

***

"Aku tetap tidak mau."

Setelah mengatakannya, Kim Doyoung melangkah pergi melewati persepsi tubuh Haru. Lelaki dengan mata yang terlihat tajam, dan memiliki keinginan untuk terus melakukan kejahatan itu tidak pernah perduli dengan sekitarnya.

"Kau akan menyesal." Gumam Haru.

Sementara Doyoung menghentikan langkahnya, tepat di sebelah UKS. Matanya memperhatikan bagaimana Jihoon menjaga Hyunsuk. Ketika dia ingin melangkah masuk, telfonnya berdering.

"Hei, aku bawa cewek itu. Kemari lah."

Doyoung melirik dua siswa itu kemudian berjalan menjauh dari UKS dengan seringai kecil. "Aku dijalan."

***

Di ruang yang mirip seperti gudang bekas, Haewon Ji orang yang menelfon Kim Doyoung itu, menyesap putung rokoknya. Matanya memperhatikan cewek di depannya yang terlihat tidak suka dengannya. Dia terkekeh, "Aku sudah menelfonnya. Dia sudah datang, kita akan berpesta denganmu."

"Haha, tidak perlu terlihat tidak sabar begitu untuk digilir, sayang."

Tangan cewek itu terkepal. Dia emosi tapi tidak bisa apa-apa. Jujur saja, dia gemetar ketakutan. Dia berharap siapapun datang menyelamatkannya. Rasanya dia ingin menangis melihat bajingan di depannya.

"Hei jangan menangis. Apa kau benar-benar tidak sabar-"

"Tutup mulutmu, brengsek!" Teriak cewek itu dengan nafas berat. "Bajingan sepertimu, aku tidak Sudi disentuh!"

Tawa para bajingan itu mengelegar. Rasanya lucu diteriaki cewek yang sebentar lagi dia cicipi. "Kau beruntung dia menginginkanmu. Kalau tidak, aku sudah melakukannya sejak tadi."

"Kau tidak akan pernah bisa melakukannya bajingan." Desis cewek itu, berani. Mengumpulkan keberanian dan nyali sangat susah di keadaan seperti ini. Tapi jika dia tidak berani membalas, dia benar-benar akan terlihat menyedihkan. "Aku lebih baik mati daripada disentuh bajingan sepertimu."

Brak!

Ketika bajingan itu hampir memukul cewek di depannya, perhatiannya teralih ke pintu. Seorang laki-laki berpakaian Hoodie hitam dengan masker dan topi senada berdiri di sana. Celana yang semotif dengan cewek itu.

"Siapa kau?"

Tanpa menjawab, laki-laki dari sekolah yang sama dengan cewek itu, langsung berlari dan memberikan serangan membabi buta pada cowok itu. Semua antek-anteknya ikut menyerang cowok Hoodie hitam itu, namun mereka semua dengan mudahnya tumbang.

Cowok Hoodie hitam itu menarik tangan cewek itu keluar dari gudang. Hingga saat mereka sampai di sungai Han, cowok itu melepas topi juga masker yang dia pakai dalam keadaan memunggungi cewek itu.

Ying Cuan menelan salivanya, takut pada cowok di depannya. "T-terima ka-"

"Kau baik-baik saja, kan?"

"Kim Doyoung?" Cuan cukup terkejut melihat laki-laki di depannya. "K-kau menyelamatkanku?"

Doyoung mengindik bahu, tersenyum kecil. "Aku hanya tidak suka mereka mengganggumu." Ucapnya terkekeh. "Kemari lah."

Ying Cuan berjalan mendekati Kim Doyoung dan berdiri di sebelahnya. Doyoung berbalik badan, dan kembali menatap sungai Han di depannya. "Aku punya satu pertanyaan."

"Ya?"

"Kau benar punya hubungan dengan Park Jihoon?"

Ying Cuan diam sebentar, sebelum akhirnya mengangguk. Cewek itu berdiri dengan posisi yang sama dengan Doyoung. Matanya memperhatikan aliran air Sungai Han. "Aku dan Jihoon beda Ayah juga Ibu. Ayahku darah Cina, dan Ayah Jihoon asli Korea. Sekarang aku tinggal dengan Ayah Jihoon, karna Ibu menceraikan Ayahku."

"Jadi.. Ibumu itu milikmu lebih dulu?"

Ying Cuan mengangguk kecil. "Dulu Ayah dan Ibu saling mencintai sampai-sampai aku fikir, tidak mungkin mereka pisah. Aku tidak perlu khawatir karna takut keluargaku rusak. Tapi sejak Ibu dapat pekerjaan di Korea, Ibu secara tiba-tiba menceraikan Ayah dan membawaku ke Korea."

Doyoung mengangguk mendengarkan. Laki-laki itu tersenyum diam-diam. "Berarti.. Park Jihoon merenggut keluargamu?"

Ying Cuan cukup terkejut mendengarnya. Tapi tak lama, dia terkekeh kecil. "Dulu aku juga menganggapnya seperti itu. Tapi tidak." Kepala Ying Cuan terangkat, menatap bulan. "Park Jihoon.. juga tidak tau apa-apa. Ibunya baru saja meninggal saat itu, dan Ayahnya menikah dengan Ibuku yang baru janda satu hari setelah surat cerai keluar."

Doyoung masih diam mendengarkan. Cerita yang cukup menyedihkan dan benar-benar bahan untuk mengolok-olok Park Jihoon.

"Jujur saja, apa saat ini kau membencinya?" Tanya Doyoung menoleh, memperhatikan Ying Cuan yang juga menatapnya. "Apa kau membencinya sampai ingin membunuhnya?"

"Apa maksudmu?"

Doyoung mengubah posisinya menjadi berhadapan dengan Ying Cuan. Tatapan matanya yang mulai aneh membuat Cuan merasa janggal. Cewek itu juga mengubah posisinya- menyamping dari sungai.

"Kau tidak membencinya bahkan setelah Ayahnya merusak hubungan Ibumu dengan Ayahmu?"

"Aku-"

"Kau yakin tidak ada niatan untuk membunuhnya? Aku bisa membantumu."

"Kim Doyoung!" Sebut Ying Cuan dengan amarah meledak. "Jaga ucapanmu!"

"Mau dengar satu hal?" Tanya Doyoung, kepalanya dimiringkan dengan kaki maju selangkah hingga bibirnya berdekatan dengan telinga Ying Cuan. "Park Jihoon ingin menyingkirkanmu agar Ibumu bisa dia kuasai sepenuhnya. Dia tidak perlu adik sepertimu."

Plak!

"Bajingan. Park Jihoon tidak akan berkata seperti itu."

Doyoung terkekeh. Menjauh dari Ying Cuan dengan garis mata menatap remeh cewek di depannya. Sekilas, dia mengalihkan atensi melihat ke arah sungai Han, kemudian tertawa singkat.

"Park Jihoon akan datang sebentar lagi. Ceburkan dirimu saat dia melihatmu. Kita lihat, apa sebagai Kakak dia akan menyelamatkanmu. Atau sebagai seseorang serakah, dia akan membiarkanmu mati tenggelam agar dia bisa memiliki Ibumu seutuhnya."

Malam itu, Ying Cuan seperti tersihir. Dia termakan ucapan Doyoung dan menyeburkan dirinya ke sungai Han tepat saat Jihoon berlari ke arahnya.

Sedangkan Kim Doyoung, lelaki itu pergi menjauh. Memperhatikan dengan senyuman puasnya. "Mati kau, Park Jihoon."

Dan seseorang melihat Kim Doyoung. Dia mengalihkan atensinya sebentar ke Jihoon yang berdiri diam di sungai Han dengan tangan terkepal kuat. Laki-laki itu menangis kencang. Berteriak bahkan memukuli dirinya sendiri.

Saat itu, Jihoon tidak bisa melakukan apa-apa karna hanya akan sia-sia. Terjun akan membuatnya bunuh diri. Dia sudah menelfon bantuan. Hanya itu yang bisa dia lakukan.

Atensinya kembali menatap Kim Doyoung yang pergi dari tempat itu. Dia memilih kembali mengikuti Kim Doyoung, meninggalkan Jihoon yang masih diam di lokasi menunggu bantuan.

***

Di malam yang sama, Junkyu duduk di kamarnya. Sesekali dia akan melihat keluar jendela, menatap luar apakah adiknya sudah pulang. Karna jujur, saat ini dia ketakutan.

"Aku akan pulang. Tunggu di kamar. Hari ini aku banyak masalah."

Dalam ketakutan seperti ini, Junkyu terus merasa mual. Berapa kali dia bolak-balik ke kamar mandi. Bukannya dia menunggu Doyoung pulang, tapi pikirannya saat menganggu. Dia ketakutan apa yang akan terjadi sampai benar-benar mual.

Namun di tengah rasa takut itu, dia mendengar suara dering telfon rumah. Junkyu bangkit, dan berjalan keluar dari kamar. Dia mengangkat gagang telfon dan menempelkannya di telinga.

"Malam."

"Malam, ini dengan kediaman Kim Doyoung?"

"Benar."

"Apa kau keluarganya? Kami ingin mengabarkan kecelakaan yang terjadi pada Kim Doyoung malam tadi pukul setengah 10."

NIGHTMARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang