CHAPTER 22 : MIDNIGHT

777 122 24
                                    

ceklek

Ying Cuan masuk ke dalam ruangan UKS, kemudian mengernyit tipis melihat ranjang kosong. "Dimana Kim Doyoung?" Gumamnya bertanya.

Ketika hendak berbalik badan, dirinya langsung berdiri di depan seniornya, Choi Hyun-Su.

"Mencari Kim Doyoung?" Hyun-Su menebak, tersenyum sinis. "Ying Cuan, kau kekasih Woo Jeong-Han bukan? Lalu kenapa kau justru membantu Kim Doyoung?" Tanyanya menatap datar junior di depannya.

Cuan terkekeh, mendekatkan diri. "Karena aku, benci kekasihku sendiri." Bisik Cuan berdecih, kemudian memilih pergi, tapi Hyun-Su menahan tangannya hingga mereka saling bersebelahan dengan arah berbeda.

"Kau akan menyesal."

"Tidak akan."

Cengkeraman Hyun-Su menguat, bibirnya mengeluarkan desisan. "Kau tidak tau apa-apa Ying Cuan. Bahkan sekalipun kau membenci Jeong-Han, kau tidak berhak membantu Kim Doyoung."

Cuan menoleh, menatap tajam seniornya. "Kenapa? Untuk melampiaskan amarah?" Cuan terkekeh miris, "Dia tidak pernah berubah."

"Kau salah." Hyun-Su meralat, menatap datar dan dingin ke arah Cuan. "Karena Kim Doyoung, memang pantas mendapatkannya."

***

"Makan."

Doyoung menggeleng kuat, matanya memerah menangis, tidak ingin memakan apa yang Haru siapkan di atas piring. Sekalipun itu makanan enak, dia tidak akan mau makan.

Kim Doyoung trauma dengan sesaji makanan.

Haru menatapnya datar, kemudian meletakan piring di atas kasur, dan mengarahkan tangan ke leher Doyoung, dia cekik sampai kuku-kukunya menembus masuk menghasilkan jeritan kuat juga rembesan darah.

"Makan."

Doyoung tidak membalas, hanya terus menjerit sakit dengan kepala mendongak tinggi. "L-lpas.."

"Makan."

Lelaki itu memejamkan mata sejenak, kemudian menganggukan kepala pasrah. Haru melepaskan cekikannya, kemudian mengambil piring kembali dan mengambil sesendok kuah sup sebagai awal.

"Buka mulut."

Dia menggigit bibirnya menahan tangisan. Kemudian bibirnya terbuka perlahan, dan Haru langsung memasukan kuah ke dalam mulut Doyoung membuat tangisan lelaki itu pecah meski tidak bersuara.

"Bagaimana, enak?" Haru bertanya, tersenyum. "Tentu. Ini olahanku. Manusia jenis apapun, meski dia jelek, tua, bayi, atau bencong sekalipun, akan menjadi enak jika aku yang mengolahnya." Kekeh lelaki itu.

Tangan Doyoung mencengkeram selimut kuat, ketika Haru kembali memasukan kuah sup dengan jari sebagai bahan utama. Doyoung hanya membiarkan jari itu di mulutnya, tanpa mau mengunyah.

Haru mengepalkan tangan kesal kemudian tangannya langsung menonjok rahang Doyoung sampai lelaki itu memuntahkan jari di mulutnya secara spontan.

"Jika kau tidak menelannya, aku pastikan rahang-mu hancur." Desis Haru marah, kemudian kembali menyuapkan jari ke dalam mulut Doyoung. "Buka, kunyah lalu telan."

Doyoung benar-benar mengunyah jari di dalam mulutnya. Menatap takut dengan bibir bergetar yang masih mengunyah. Melihatnya membuat senyum Haru terbit, kemudian tangan lelaki itu mengusap rambutnya.

"Aku suka kau menikmatinya. Kau harus tau cara menghargai masakan seseorang, mengerti? Jika tidak, orang itu akan sakit hati." Haru membuat wajah menyedihkan, kemudian terkekeh dengan senyum lebar.

Habis satu sup mangkuk yang Haru bawa, di makan oleh Doyoung. Lelaki Kim itu langsung lemas, dengan mulut terbuka―menampilkan gua penuh darah. Air liurnya menetes, setetes darah.

"Bagus. Kalau kau ketagihan, katakan saja padaku." Haru tersenyum manis, lalu memilih pergi dari kamar membuat lelaki manis itu memuntahkan isi perutnya, membasahi seragam sekolahnya.

Setelah muntah, dia kembali bersandar lemas di headboard. Matanya terpejam, dengan nafas tersengal. Air matanya jatuh, membuat punggungnya perlahan bergetar.

"Tuhan.. sakit.."

***

Tengah malam, Haru kembali masuk ke dalam kamar. Matanya melihat ke arah Doyoung, yang terkulai tidak sadarkan diri di atas ranjang dengan posisi yang sama seperti tadi siang.

Kaki jenjangnya masuk lebih dalam, lalu berhenti di sebelah ranjang. Dia naik ke kasur, mendekati tubuh Doyoung dan membawa lelaki itu untuk ke kamar mandi.

Di sana, Haru menaruh Doyoung di bak. Tangannya terulur, menyalahkan shower yang langsung membasahi bak juga tubuh Doyoung. Air terus mengalir, sampai bak hampir terisi penuh.

Doyoung tersadar, kemudian dirinya langsung memberontak di dalam air. Tangannya mencengkeram kuat pinggiran bak, lalu mengangkat tubuhnya sendiri supaya terbangun. Berhasil, dia langsung bernafas lewat bibirnya yang memutih kedinginan.

Haru berjongkok, tangannya mengelus pipi tirus Doyoung. "Nah, bangun juga." Kekeh lelaki itu lalu menarik tangan Doyoung keluar dari dalam bathtub, membawanya pergi dari kamar mandi.

Haru membenturkan punggung Doyoung ke tembok, membuat lelaki itu meringis sakit merasakan punggung ringkih-nya terbentur lapisan kuat. Sedangkan Haru mengambil pakaian di lemari, dan kembali pergi ke arah Doyoung. Tangannya membuka semua yang di pakai lelaki di depannya, tanpa ada pemberontakan dari Doyoung. Lelaki Kim itu hanya diam, bibirnya yang putih pucat, sudah tidak bisa berbicara lagi.

Setelah mengganti pakaian Doyoung, Haru melepaskan pegangannya membuat Doyoung langsung jatuh bersandar ke tembok. Lelaki itu memejamkan mata dengan nafas yang di keluarkan lewat bibirnya yang bergetar kedinginan.

Haru berjongkok di depannya. Tangannya terulur, memegang dagu Doyoung dan membawa lelaki itu agar menatapnya. "Kau ingin selimut atau pelukanku?"

Dengan bibir bergetar, juga mata sayu, Doyoung menjawab, "Aku ingin.. pelukan.."

Grep

"Dasar. Tau saja mana yang lebih menghangatkan." Haru terkekeh sinis, dengan tangannya yang melingkar di tengkuk Doyoung, telapak tangannya memegang bahu. Membawa kepala lelaki itu agar bersandar di bahunya.

Doyoung memejamkan matanya yang lelah. Bibirnya mengukir senyuman tipis― tak terlihat. "Terima kas-sih.."

Haru hanya tersenyum sinis, "Hanya kau yang berterima kasih pada Iblis." Kemudian Haru merunduk, menatap lelaki itu dengan tatapan datar namun dalam. Tangannya terulur, mengusak poni Doyoung dengan jari. "Seandainya aku seorang manusia, aku akan mencintaimu." Lagi..

***

Di dalam gedung tua, Hoon-Ji dan yang lain berkumpul. Senior Park itu duduk di atas meja, dengan Vape di tangannya. Dia menghisap kemudian menyembulkan asap ke udara dengan mata terpejam menikmati.

"Katakan."

Hyun-Su mengangguk. "Jeong-Han, kekasihmu, Ying Cuan―"

"Aku akan mengurusnya Hyung." Sela Jeong-Han dengan wajah datar dan dingin. "Senior tenang saja, aku akan membuat dia tidak akan lagi berani dekat dengan sialan itu."

Hoon-Ji tertawa, menatap Jeong-Han humor. "Aku suka dengan kepercayaan dirimu, Woo Jeong-Han." Lelaki itu turun dari meja, berjalan menghampiri Jeong-Han  kemudian melemparkan Vape itu ke wajah Jeong-Han dengan wajah dingin dan marah. "Tapi kau tidak sebanding dengan Ying Cuan."

Bungkam, tidak ada yang berbicara di dalam gedung itu. Mereka semua kompak mengingat kejadian dulu, yang mengakibatkan senior mereka, Park Hoon-Ji, memutuskan tali persaudaraan dengan Ying Cuan.

"Adik-ku, tidak sebodoh yang kau fikir, Woo Jeong-Han." Desis Hoon-Ji dengan tangan terkepal.

NIGHTMARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang