BAB EMPAT

11.4K 879 5
                                    

Sebuah jari-jemari melingkar di pergelangan tangan yang cukup kekar itu, membuat sang empu menoleh. Suara "oh" spontan keluar dari mulutnya kala mengetahui istrinya lah yang memegang tangannya.

"Ada apa, Dera?" tanya Jayden, berbalik badan.

"Aku ingin membicarakan sesuatu," ujar wanita itu, nampaknya serius.

Jayden mengangguk tipis. "Bicaralah."

Dera menggeleng, lalu mengedarkan pandangan sesaat. "Bukan di sini, ayo ke kamar," ajak Dera.

Tak menaruh curiga, Jayden hanya menurut, mengikuti langkah istrinya yang menuju kamar mereka. Menutup pintu bercat putih itu, Dera membuang napas pelan, menatap Jayden dengan serius.

"Jay, aku mohon, jujur sama aku," ujar wanita itu membuka pembicaraan, membuat Jayden mengernyit.

"Jujur tentang apa?" tanya pria itu tak paham.

Dera menggigit bibir dalamnya, lantas kembali membuang napas. "Maaf kalau ini sedikit menyinggung kamu, tapi ... apa benar kalau kita ini memang suami istri?" tanya Dera hati-hati.

Bukan tanpa alasan ia menanyakan hal itu, selain karena sikap anak-anak Jayden yang tak bisa Dera mengerti, dan tak adanya bukti jika mereka memang benar sepasang suami istri. Tak ada foto, atau dokumentasi lain, setidaknya Dera perlu sebuah buku nikah untuk yakin jika memang mereka sudah sah sebelumnya.

Dera hanya takut jika sebenarnya Jayden bukanlah suaminya. Mungkin saja 'kan jika pria itu hanya mengaku-ngaku. Dera tak bisa percaya begitu saja, karena ia sendiri tak mengingat apapun saat ini.

"Kita memang suami istri. Kenapa kamu bertanya seperti itu?" Jayden bertanya kembali, dengan ekspresi bingung.

"Aku tahu ini keterlaluan, tapi maaf, aku tidak bisa percaya kalau hanya sekadar kata-kata saja, Jay, tunjukkin buktinya," pinta Dera, kedua alisnya yang melengkung bertaut, benar-benar bingung dengan situasi yang sedang ia hadapai.

Tanpa mengajukan ketidak setujuan, Jayden mengangguk tipis. Pria itu berjalan membuka lemarinya lantas menarik salah satu laci yang berada di bagian atas, mengambil sepasang buku kecil berwarna merah dan hijau itu, menunjukkannya kepada Dera.

"Saya harap, ini bisa menjawab keraguan kamu," ujar Jayden, seraya memberikan kedua buku itu pada istrinya.

Membuka buku-buku itu, Dera memejamkan matanya lantas menghela napas lega tatkala melihat fotonya dan foto Jayden terpajang di masing-masing buku.

"Ada lagi yang masih kamu ragukan?" tanya Jayden, memastikan. Pria itu maklum, ia mengerti kenapa Dera sampai bertanya seperti itu, karena memang tak ada foto pernikahan mereka yang terpajang di rumah.

Sebelumnya memang ada, namun semenjak ketiga putranya mengatakan jika tak menyukai foto itu, Jayden memindahkan semuanya ke gudang, bersama tumpukan-tumpukan figura lainnya.

Dera menggeleng dan tersenyum kecil. "Maaf," ungkapnya merasa tak enak.

Jayden tersenyum, dan mengangguk. "Tidak apa-apa, saya mengerti."

"Tapi masih ada lagi yang ingin aku tanyakan, dan aku juga mohon, kamu mau jujur sama aku tentang hal ini," ujar Dera, dibalas anggukan oleh Jayden.

"Apa yang sebenarnya sudah terjadi? Kenapa anak-anak terlihat tidak suka sama aku? Apa sebelumnya aku sudah jahat ke mereka?" tanya Dera, menatap lekat kedua iris milik suaminya.

Bergeming sesaat, Jayden menimang-nimang, apa sebaiknya ia memberitahu Dera yang sebenarnya, daripada harus membuat wanita itu dilanda kebingungan seperti ini?

Pria itu menarik kedua alisnya naik, lalu mengangguk bersama dengan helaan napas tak kentara yang keluar. "Iya," jawabnya, ringkas. "Mereka memang tidak suka dengan kamu, mereka takut, karena kamu sering menyakiti mereka dulu," imbuh Jayden, menatap Dera yang tampak terkejut mendengar penuturannya.

AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang