BAB DUA PULUH SEMBILAN

10.1K 746 12
                                    

Terbangun dari tidurnya, wanita dengan kate silk berwarna merah marun itu mengerjap kala merasakan sesuatu yang berat menindihnya. Begitu membuka mata ia mendapati Jayden masih tertidur dengan kepala yang berada di dadanya, lalu tangan pria itu melingkar, memeluk pinggangnya.

Tatapan Dera berubah sendu ketika ia mengingat apa yang telah terjadi semalam. Biasanya orang yang berada di bawah pengaruh alkohol akan mengutarakan secara jujur apa yang tak ingin ia utarakan ketika dalam keadaan sadar. Dera dapat mengerti, karena ia juga pernah merasakan perasaan dimana tak mudah untuk memaafkan karena rasa sakit dari kecewa yang begitu besar.

Akan tetapi solusi yang diambil Jayden salah, ia tak seharusnya melibatkan orang ketiga dalam hubungan mereka.

Menarik napas dalam, Dera mengangkat tangannya, memeluk Jayden dengan erat dan mengecup lama puncak kepala pria itu. Melepaskan pelukan Jayden di pinggangnya dengan perlahan, Dera beranjak dari ranjang dan membetulkan posisi tidur serta selimut pria itu, sebelum akhirnya ia berlalu pergi meninggalkan kamar.

Ketika sarapan pagi dimulai, semuanya berlangsung seperti biasa, namun tidak untuk Jayden yang merasa begitu canggung, ia tak terlalu ingat apa yang telah ia katakan pada Dera semalam, namun Jayden ingat apa yang sudah mereka lakukan.

"Jay?"

Kontan menaikkan kedua alis dan berkedip, Jayden tersadar dari lamunan ketika mendengar namanya dipanggil. "Hm?" sahutnya spontan.

"Kenapa? Makanannya tidak enak, ya?" tanya Dera, karena sedari tadi Jayden hanya mengaduk sup ayamnya tampak tak berselera.

Menatap sup ayam di dalam mangkuk yang baru dua kali ia sendok itu, Jayden menggeleng. "Enak," balasnya, lalu menyuapkan kuah sup itu ke dalam mulut.

Dengan makanan yang masih terkunyah di dalam mulut, Jansen memperhatikan sang ayah yang tampak tak seperti biasanya. Menoleh pada kedua adiknya, Jean hanya mengendik, sedang Raiden mengerjap dan menggeleng pelan.

Melirik kembali ayahnya, Jansen membuang napas pelan, memilih untuk meneruskan sarapan.

"Mommy tau Daddy semalam pulang jam berapa?" tanya Jansen pada Dera ketika wanita itu mengantar mereka pergi ke depan.

Menaikkan kedua alisnya, Dera membuat ekspresi berpikir selama beberapa detik. "Hm? Jam berapa ya, Mommy lupa," jawab Dera, beralibi lupa.

"Sebenernya Daddy kemana sih sampe jam segitu belum pulang?" Jean ikut bertanya. Kendatipun masih merasa kesal dan marah, mereka juga tetap peduli pada sang ayah.

Dera tersenyum. "Daddy 'kan kerja, pasti ada pekerjaan yang nggak bisa ditinggal semalam, makanya terpaksa pulang larut," jawab Dera yang lagi-lagi harus terpaksa berbohong.

Raiden mengembuskan napas pendek. "Kalau nanti malam Daddy pulang larut lagi, Mommy jangan nungguin, ya? Pasti gara-gara semalem, leher Mommy jadi merah-merah digigitin nyamuk," ujar pemuda itu dengan polosnya, membuat kedua iris Dera melebar, wanita itu refleks meraba lehernya.

Astaga, apakah masih terlihat jelas? Padahal Dera sudah berusaha menutupinya pagi tadi.

Memalukan sekali, untung saja anak-anak tidak mengerti, mungkin Raiden iya ... tapi entah Jansen dan Jean.

Menyuarakan tawa pelannya, Dera mengusap-usap leher. "Nggak apa-apa, Sayang, nanti juga hilang kok. Ayo berangkat sana, nanti telat kalau kesiangan," ujar Dera mengalihkan topik.

Mereka bertiga mengangguk, bergantian mencium tangan Dera.

"Kita berangkat sekolah dulu ya, Mommy. Love you," ujar Raiden sembari tersenyum.

AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang