BAB EMPAT BELAS

10.4K 825 9
                                    

cw / mature content (18+) /

***

Memperhatikan wanita yang tengah bersenandung kecil sembari menata bunga mawar di dalam vas itu, Jean menggigit bibirnya, tampak gugup dan ragu. Bibir tipis itu beberapa kali terbuka dan tertutup. Mengambil napas dalam-dalam, Jean membuangnya pelan, masih menimbang-nimbang apa yang ingin ia lakukan, hingga akhirnya ia memberanikan diri untuk membuka suara.

"Mommy," panggilnya, tak keras tak juga lirih namun cukup untuk mengalihkan atensi Dera.

Menoleh pada suara panggilan itu, Dera menaikkan kedua alisnya. "Iya? Oh, Jean— tunggu sebentar, k-kamu barusan ... bilang apa?" tanya Dera terkejut ketika tersadar akan panggilan Jean barusan.

Menelan ludahnya dengan kikuk, Jean mengulangi panggilannya. "M-mommy?"

Pupil mata Dera membulat sempurna, bersama dengan senyumnya yang melebar, wanita itu sampai refleks menutup mulutnya.

"Bilang sekali lagi," pinta wanita itu dengan wajah berseri-seri, mendekati Jean yang berdiri tak jauh darinya, bahkan ia sampai meninggalkan tatanan bunga mawar yang belum ia taruh sepenuhnya di dalam vas.

"Mommy," cicit Jean, malu, menghindari tatapan mata wanita yang tengah memegang kedua pundaknya itu.

Tersenyum hingga kedua ainnya tenggelam, Dera sampai tak tahu harus berkata apa untuk mendeskripsikan rasa senangnya saat ini. Wanita itu menarik tubuh Jean ke dalam pelukannya, mendekap erat seolah ingin menyalurkan perasaan bahagianya.

Jean yang tiba-tiba ditarik pun terkejut, namun beberapa detik kemudian, pemuda itu menyunggingkan senyumnya, balas memeluk sang ibu. Rasa gugup dan ragu yang tadinya bersarang pun seolah lenyap terkikis ombak tanpa sisa berganti dengan perasaan lega.

"Terimakasih, Jean ... terimakasih ...," ucap Dera pelan, sembari mengusap kepala belakang Jean.

Bagaimana rasanya setelah berusaha dan terus mencoba untuk melakukan yang terbaik, lalu dengan perlahan usaha itu membuahkan hasil? Lega dan senang bukan? Itu yang Dera rasakan sekarang.

Tanpa sadar, pemandangan yang masih berlangsung itu menyita atensi seorang pria yang tak sengaja lewat hingga membuat langkahnya terhenti. Memperhatikan dengan seksama, pria yang tak lain adalah Jayden itu tersenyum kecil. Apa anak-anaknya mulai bisa menerima Dera lagi?

Saat berbalik hendak pergi, Jayden terkejut lantaran mendapati bocah laki-laki yang entah kapan sudah berada di sampingnya, tengah tersenyum memandangi objek yang juga ia perhatikan beberapa saat yang lalu.

"Raiden, sejak kapan kamu berdiri di sini?" tanya Jayden.

Mengangkat kedua alisnya, Raiden menoleh pada sang ayah. "Barusan kok," jawab pemuda itu.

"Kenapa senyam-senyum?" tanya Jayden lagi, mengurungkan sesaat niatnya untuk pergi, menatap putra bungsunya yang nampak tengah bahagia itu dengan tertarik.

"Seneng," jawab Raiden.

"Seneng?" beo Jayden.

Raiden mengangguk. "Kalau Kak Jean sama Kak Jansen udah akur sama Mommy, keluarga kita nanti jadi lengkap. Sekarang, kita jadi tau, gimana rasanya punya Mommy, Raiden sayang sama Mommy Dera," ujarnya, tersenyum manis, tanpa sadar jika ucapannya membuat sang ayah tertegun.

***

Bola mata cokelat gelap itu nampak sibuk bergerak-gerak mengikuti kalimat dari paragraf satu ke paragraf yang lain, membaca dengan teliti tak ingin sampai meninggalkan kecacatan. Bahkan suara pintu kamar yang terbuka pun tak membuat fokusnya beralih.

AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang