Jemari lentik yang kukunya terpotong rapi itu bergerak mencengkram ujung sebuah kertas tebal yang menunjukkan angka-angka tanggal dalam satu bulan. Bagaimana bisa Dera tidak menyadarinya?
Karena terlalu sibuk memikirkan masalah yang tak ada habisnya, Dera sampai tidak sadar jika memang sudah satu bulan ia terlewat dari tanggal seharusnya ia menstruasi.
"Bukankah seharusnya ini memang menjadi kabar gembira?" gumam Dera tersenyum getir.
Seharusnya memang seperti itu, namun entah kenapa hati Dera justru terasa berdenyut nyeri. Rasanya sakit dan menyesakkan.
Menggeleng beberapa kali, Dera meletakkan kembali kalender duduk yang masih ia pegang ke tempatnya semula. Wanita itu menangkup pipi dan menepuknya pelan. Tidak, ia tidak boleh seperti ini, jika terus-terusan memikirkan hal ini, itu sama saja dengan menjadikannya beban pikiran. Mulai sekarang, ia harus berhati-hati dalam mengolah emosi, agar tidak terjadi hal yang tak diinginkan pada calon anaknya nanti.
"Humph!" Punggung Dera kontan menegak saat rasa mual kembali wanita itu rasakan. Segera bangkit, Dera memuntahkan kembali makan malam yang barusaja ia makan beberapa saat yang lalu.
Rasa tidak nyaman pada perutnya, membuat Dera meringis. Wanita itu menyalakan keran wastafel untuk membersihkan sisa muntahan serta mencuci mulutnya.
Menghela napas pelan, Dera menyangga tubuhnya dengan menggunakan tangan sebagai tumpuan pada pinggiran wastafel. Apakah ia sanggup melewati hari-hari ke depannya sebagai seorang ibu hamil yang mengalami morning sickness?
***
Setelah beberapa hari ini mencoba untuk berpikir matang-matang dengan kepala dingin, akhirnya Dera bisa menyakinkan dirinya untuk memaafkan Jayden dan memberi pria itu kesempatan memperbaiki semuanya. Setidaknya, masih ada waktu untuk memulai semuanya dari awal lagi.
Melepas sabuk pengamannya dan turun dari mobil, Dera menatap gedung yang berdiri tinggi nan kokoh itu sejenak, sebelum akhirnya ia membuang napas pelan dan melangkahkan kakinya.
"Apa Jayden ada di ruangannya?" tanya Dera pada perempuan yang berada di meja resepsionis.
Mengulas senyum, wanita itu mengangguk. "Iya, Bu, Pak Jayden masih berada di ruangannya. Perlu saya antar ke sana?" balas perempuan itu dengan sopan.
Balas tersenyum, Dera menggeleng. "Tidak perlu, terimakasih," jawab Dera, melanjutkan langkahnya hendak menuju ruangan Jayden.
Meskipun Dera jarang kemari, ia masih ingat dimana letak ruangan Jayden. Menaiki lift bersama dengan beberapa karyawan yang lain, Dera mengangguk dan tersenyum saat beberapa dari mereka menyapa.
Kendati demikian, kedatangannya kemari tetap tak memungkiri desas-desus para karyawan kantor. Pasti semua orang di sini sudah mengetahui tentang berita tentang atasannya yang sempat panas tempo lalu.
Berhenti di lantai delapan dimana ruangan Jayden berada, Dera keluar dari lift, kembali menarik tungkainya hingga berhenti di depan pintu ruangan yang ia tuju, ketika hendak mengetuk, pergerakan Dera terhenti lantaran samar-samar mendengar suara seorang perempuan yang familier dari dalam sana.
"Maudy?" gumam Dera mengernyitkan dahi, tidak salah lagi, suara itu memang milik Maudy.
"Miris sekali, untuk apa kamu sampai melakukan usaha yang sia-sia seperti itu hanya untuk meyakinkan kebohongan kamu pada wanita itu tentang hubungan kita?"
Kelopak mata Dera bergerak naik turun, terkejut akan apa yang tak sengaja ia dengar barusan. Memegang gagang pintu, Dera lantas mendorongnya hingga terbuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Affection
Literatura FemininaCOMPLETE - FOLLOW SEBELUM MEMBACA Mature Content (18+) so selection ur reading. *** Derana Gangga Mirabelle, adalah perwujudan nyata dari ibu tiri antagonis yang suka berbuat jahat pada anak angkatnya. Jika kebanyakan dari mereka hanya sayang harta...