"Kata orang, diam adalah emas. Tapi bagiku, diam adalah kehilanganmu."
-Narasi Luka***
"Pagi, abang!!" Sapa sinb semangat saat melihat minhyun di meja makan. Biasanya, saat bangun pagi seperti ini hanya kesunyian yang ia lihat. Namun, sekarang ada minhyun. Sinb ... Tidak akan kesepian lagi bukan?
Minhyun tak menjawab, hanya berdehem pelan saja. Masih sibuk menata roti dan nasi goreng di piring.
"Sarapan," titah minhyun mutlak.
Sinb mengangguk semangat, lalu meletakkan tas gendong nya di kursi sebelah. Lalu duduk dengan tenang menunggu minhyun menyiapkan sarapan.
"Abang masak apa hari ini?"
"..."
"Wah, nasi goreng ya? Enak banget pasti. Sinb suka nasi goreng buatan Abang,"
"Abang mau sinb bantuin nggak masaknya?"
"Sini sinb ban—" belum sempat sinb beranjak, minhyun sudah berdiri di depannya dengan dua piring nasi goreng buatannya.
Tanpa berbicara, minhyun hanya meletakkan piring itu dihadapan sinb. Lalu dirinya duduk di kursi depan sinb, jadi mereka berhadapan sekarang.
Sinb pun duduk kembali, sambil melirik ke arah kakaknya yang sudah mulai menikmati makanan nya.
Senyum sinb timbul samar, melihat hadir Minhyun disini sudah lebih dari cukup baginya. Ia tidak ingin apa apa lagi.
Mereka makan dengan tenang, meskipun sinb yang diselingi dengan melirik ke arah minhyun sesekali.Setelah sarapan mereka selesai, minhyun langsung saja beranjak lalu ingin mencuci piring bekas dirinya. Namun tiba tiba saja lengannya ditahan oleh sinb, dengan mulut yang masih mengunyah sisa nasi goreng.
Dengan pipi menggembung sinb menggeleng keras, menelan dengan susah payah nasi goreng yang penuh di mulutnya. "Biar sinb aja yang cuci piring, Abang kan tadi udah masak." Tawarnya.
"Abang bisa sendiri" minhyun melepaskan tarikan lengan sinb menuju westafel.
"Seenggaknya, biarin sinb berguna sedikit buat abang ..." Cicitan sinb terdengar samar.
Tangan minhyun yang ingin memegang spoons pun terhenti, lalu meletakkan nya kembali.
Minhyun menoleh,"tangan saya kram, tolong cuci piring Abang," singkatnya lalu pergi ke arah ruang tamu keluarga.
Sinb mengangguk, lalu mulai mencuci piring kotor miliknya dengan minhyun. Baginya, sekecil apapun hal yang bisa ia lakukan untuk orang tersayang nya adalah hal paling bermakna, ia ingin berguna.
Senyum kecil terbit di bibir tipisnya, tapi itu hanya sekejap. Sebelum pada akhirnya, netranya menatap takut pada tangan kanannya yang tremor hebat.
"Sinb bisa ... Sinb bisa ..." Gumamnya berulang kali. Tangan kirinya mencengkram erat tangan kanannya, berusaha menghentikan gemetar itu.
Hingga saat tremor itu berhenti, sinb lega. Lalu menghembuskan nafas kasar dan melanjutkan cuci piring nya yang tertunda. "Nggak apa, cuma kecapean aja kok." Batinnya.
Selesai dengan kegiatan nya, sinb bermaksud ingin menghampiri minhyun. Mumpung hari ini hari libur, ia bisa menghabiskan Minggu pagi ini lebih bermakna bersama minhyun.
KAMU SEDANG MEMBACA
•NARASI LUKA• || NA UNGJAE || HWANG SINB || MOON BIN ||
Fanfiction"Kita ini hanya sepasang jiwa yang dipertemukan oleh cinta, namun berakhir dengan duka." -Narasi Luka, 3.03 ••• "Gw suka sama lo," "Maksud lo apaan mbin?" "Gw nggak bisa bohong tentang perasaan gw ke lo sinb!! gw nggak bisa!! udah cukup selama ini...