Berawal dari Tatap

590 41 1
                                    


Aku, Lee Minho, pria berusia dua lima. Aku ingin menceritakan sepenggal kisah tentang aku dan seseorang yang sangat berarti dalam hidupku. Seseorang yang menjadi alasan untuk aku terus hidup.

Ini kisahku

•••

Aku pernah ditinggalkan, disakiti, dikhianati, dikecewakan dan dihancurkan oleh seseorang yang tak ingin aku kenang. Luka itu membekas lama. Sulit disembuhkan. Aku sudah mencoba banyak cara, namun gagal. Aku pernah bertahan dan berjuang, namun lama-lama aku lelah, aku hampir menyerah. Luka yang dibuat oleh masa laluku begitu dalam, membuatnya begitu jelas diingatan. Aku ingin lupakan, jika saja aku bisa. Aku masih tetap berusaha, bertahan untuk lanjutkan hidup walau tak bahagia setidaknya aku tidak mati sia-sia.

Ditengah usahaku untuk sembuhkan luka, ada seorang pria yang tak sengaja jumpa kala senja di Cafe Delima, mengajakku bicara yang kala itu hanya seorang diri di sana dengan segelas kopi hangat yang ku abaikan karena pikiranku yang berkelana mengandai banyak hal. Dia, Christopher Bangchan, pria dengan senyum menawan yang terlihat sepantaran dengan aku yang berpenampilan kumal. Tanpa ragu dia tarik kursi di hadapanku, memulai obrolan dengan berkenalan. Aku bahkan masih ingat apa yang ia ucapkan.

Hai? Kamu terlihat sendirian sejak tadi. Apa boleh saya temani?

Aku hanya diam, tapi netraku tak lepas dari wajahnya. Menatap kagum akan keindahan paras ciptaan Tuhan. Sebuah anggukan ku berikan. Dia duduk di depanku dengan tatapan yang tertuju pada satu titik, mataku.

Saya Christopher Bangchan, kamu bisa memanggil saya Chan. Maaf jika saya lancang, saya perhatikan sudah lebih dari satu jam kamu hanya diam bahkan pesananmu kau abaikan, jika boleh saya tebak, anda sedang dilanda banyak tanya dalam benak, benar begitu?

Tepat, tebakannya sangat tepat. Saat itu ada banyak tanya dibenakku. Apakah aku bisa terus lanjutkan hidupku, apakah aku mampu bertahan lebih lama lagi, apakah aku sanggup melewati hari demi hari setelah percobaan bunuh diri yang ku lakukan belum lama ini, dan banyak tanya lainnya yang terus berputar dalam pikiran. Buntu. Aku tidak menemukan jalan. Aku kehilangan arah.

Tak apa jika kamu tak mau bercerita, saya juga yang tak tau diri, baru bertemu sudah tanya privasi. Kalau begitu, saya permisi kembali ke kursi saya tadi.

Tunggu,”

Entah apa yang membuatku menahannya, rasanya aku ingin lebih lama dengan dia. Bahkan baru lima menit dia bicara, tapi rasanya aku kembali menemukan warna. Hatiku ingin bercerita tapi otakku menolaknya. Ada pergolakan batin disana, harus kah aku percaya pada pria yang baru saja lontarkan tanya padaku yang tak jelas asal-usulnya.

Chan urungkan niatnya untuk bangkit dari kursinya. Ia kembali duduk dengan tatapannya yang begitu lembut.

Aku Minho, Lee Minho.”

Akhirnya aku bersuara, memperkenalkan diriku padanya. Terlihat ada kilau bahagia di matanya yang belum pernah ku lihat sebelumnya dari siapapun yang ku ajak bicara. Sepertinya dia memang berbeda.

Setelah setahun lamanya aku tak bercerita tentang apapun pada siapapun, hari itu aku kembali menaruh percaya, pada dia yang tatapannya selembut sutra. Senyumannya begitu teduh, membuatku yakin untuk berbagi.

Aku memang sendiri, bukan hanya hari ini, kemarin, kemarin lusa, seminggu yang lalu, setahun yang lalu pun aku sendiri. Semua orang pergi, semuanya lari. Tidak ada yang mau menemani aku yang lemah ini. Katanya merepotkan jika berurusan dengan ku yang tak bisa apa-apa.

Aku selesaikan cerita hidupku yang penuh liku. Aku ceritakan kisahku yang pilu. Aku ungkapkan sakitku, kekhawatiranku, keputus-asaanku, lelahku, lukaku, masa kelamku, juga laraku pada dia yang baru saja aku jumpai beberapa menit lamanya. Jika setelah ini ia juga akan pergi, maka aku tak apa. Sudah biasa. orang datang dan pergi sesukanya.

All About Us [ Banginho ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang