Nomer yang anda tuju tidak dapat dihubungi. Silahkan coba beberapa saat lagi. Tuuuut
“Ah, sial! Kemana bedebah sialan ini. Kenapa sulit sekali dihubungi!”
Decakan kesal serta makian menguar dari mulut seorang pria berambut coklat yang miliki lesung pipi di kanan dan kirinya. Tangan besarnya bergerak usak rambut ikalnya dengan kasar. Bangkit dari duduk gusarnya di sebuah kursi yang menghadap ke taman di belakang rumah, ia menendang asal udara yang tak bersalah.
“Keparat! Lihat saja nanti. Kalau ketemu, ku habisi tanpa ampun.”
Ucapannya dingin. Ekspresinya sarat akan rasa marah dan juga kesal. Penyebabnya adalah satu, asisten kepercayaannya menghilang dan sulit dihubungi sejak beberapa jam lalu. Ia baru saja menugaskan pria yang lebih muda darinya itu untuk menjemput seseorang di bandara.
Seharusnya, memang dia yang pergi ke sana. Bukannya malah meminta sang pegawai yang datang. Tapi mau bagaimana lagi, rapat dengan beberapa rekan kerja tak bisa dibatalkan. Ia harus tetap pimpin rapat sampai selesai.
“Yunho, antarkan saya ke bandara sekarang.”
Kakinya melangkah tanpa ragu keluar dari ruang kamar dengan masih kenakan kemeja yang ia pakai kerja sedari pagi. Hatinya tidak tenang jika belum dapat kabar dari orang kepercayaannya. Ah, apa masih bisa disebut orang kepercayaan jika sudah menghilang tanpa kabar begini?
Yang diperintahkan segera lakukan tugasnya. Mengambil kunci mobil yang baru lima menit lalu ia simpan. Ia bukakan pintu untuk sang tuan, persilahkan masuk di kursi penumpang.
Baru mesin mobil dinyalakan, ponsel si tuan berdering kencang. Belum sempat pedal diinjak, sang supir sudah dapat intruksi untuk tetap diam.
“Sebentar.”
Menurut, Yunho matikan kembali mesin mobilnya. Menunggu perintah selanjutnya dari si tuang yang kini sedang raih ponsel pintarnya dari dalam saku jas sebelah kanan.
Ikon hijau di layar ia geser untuk jawab panggilan. Dahinya sempat tunjukan kernyitan kala menatap layar sebelum putuskan untuk jawab panggilan tersebut. Nomer yang menghunginya tak ia kenali. Biasanya ia tidak akan meladeni. Tapi kali ini berbeda, ia sedang menunggu kabar dari seseorang. Maka untuk pertama kalinya, ia jawab panggilan dari nomer asing tersebut.
Ponsel di tangan kanannya ia bawa mendekat ke telinga. Ucapkan kata sapaan sebagai pembuka pembicaraan.
“Halo.”
Nada bicaranya dingin. Tak kalah dengan dinginnya es di kutub utara.
Setelah menyapa, yang selanjutnya bisa Yunho lihat dari kaca adalah ekspresi kaget tergurat jelas di raut wajah lelah milik Chris, tuannya yang sejak tadi terlihat sangat tak tenang menanti kabar yang entah apa Yunho tak tahu. Bukan urusannya lagi pula.
“Yunho, ke rumah sakit Mutiara Kasih sekarang. Cepat!”
Dengan sigap, mesin mobil kembali dinyalakan dan langsung melesat tinggalkan halaman rumah yang luas dan tertata rapi dengan tanaman hias.
“Bisa lebih cepat, Yun?”
“Bisa, tuan.”
Sesuai perintah, Yunho tambah kecepatannya. Ia tidak tahu apa yang terjadi, dilihat dari wajah tuannya yang panik dan menahan tangis, sepertinya sesuatu yang buruk terjadi.
Begitu sampai di rumah sakit, Chris langsung keluar dari mobil dan melesat pergi tinggalkan Yunho yang masih kebingungan.
“Ada apa sih? Kenapa tuan Chris panik banget gitu.”
Ia penasaran, tapi tidak berani tanyakan. Mobil kembali melaju untuk ia tempatkan di parkiran.
Chris berjalan dengan tergesa, bahkan sempat berlari sebelum ditegur petugas rumah sakit karena langkah kakinya yang sedikit kencang itu mengganggu ketenangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
All About Us [ Banginho ]
FanfictionKumpulan Oneshot Minchan/Banginho • bxb! • there might be 🔞