3

3.8K 251 12
                                    

Hari pun berganti dan selama itu hanya Rezvan yang menjaganya. Friska hanya mengedikkan bahunya acuh, ingatan Friska asli telah masuk kedalam ingatannya. Dan kenyataan pahit dari hidup seorang Friska adalah, ia diacuhkan oleh keluarganya sendiri! Mereka membenci Friska! Mereka tidak menganggap Friska sebagai keluarga mereka! Tentunya kecuali Rezvan. Dia amat sangat menyayangi Friska. Hanya dirinya yang selalu membela Friska. Tapi memang adek sinting bin gobloknya itu udah mendarah daging, Friska tidak menganggap Rezvan itu ada. Dia sibuk mencari perhatian kedua orang tuanya dan kakak kembarnya tanpa mempedulikan kakak sulungnya yang benar-benar peduli padanya.

"Emang goblok!" Umpat Friska sambil memejamkan matanya. Tak lama pintu ruangannya terbuka, menampakkan dokter Keenan dan seorang sopir yang masuk ke dalam.

"Bagaimana keadaanmu Friska? Kamu sudah tidak merasakan sakit kan?" Tanya dokter Keenan lembut. Friska hanya berdeham pelan sebagai jawaban.

"Abang mana?" Tanya Friska membuat dokter Keenan yang tengah memeriksanya seketika menatapnya. Ia tersenyum tipis.

"Abang kamu ada dirumah, katanya dia akan menyambut kamu dirumah" Jawab dokter Keenan membuat Friska menganggukkan kepalanya, jadi dia sudah diperbolehkan untuk pulang? Kalo iya, syukurlah karena sejujurnya ia paling benci rumah sakit, bau obat-obatan yang memuakkan membuatnya mual.

"Ini sopir kamu, dia yang akan mengantar kamu pulang" Beritau dokter Keenan. Friska melirik sekilas pada sopir itu yang menunduk hormat, lantas ia menganggukkan kepalanya.

Dokter Keenan mencabut jarum infus Friska, lantas menutup bekasnya dengan plester yang ia bawa. Ia menatap Friska lembut lalu mengusap pelan kepala Friska.

Anjing ni dokter. Batin Friska mengumpat. Kalau saja yang ada didepannya bukan dokter yang menanganinya ia pasti sudah membogem wajah tampan dokter itu.

Dengan pelan Friska turun dari ranjang. "Ayo non, saya antar" Ucap sopir itu. Ia membawa tas berisi baju kotor anak majikannya lantas menuntun anak majikannya keluar dari rumah sakit ini.

Friska menghela napasnya, ia masuk kedalam mobil dan memperhatikan jalanan sekitar yang terlihat ramai. Melihat ini, bukankah suasana didalam dunia novel dan dunianya itu tak jauh beda?

"Latar cerita ini dimana ya? Kalo di Jakarta apa gue bisa ketemu Kinan anak sialan itu?" Gumam Friska pelan. Lantas ia menggelengkan kepalanya. Ini dunia novel, mana mungkin akan sama seperti dunia nyata. Itu sangat tidak memungkinkan.

Tak lama mobil terhenti, Friska membuka pintu mobilnya dan menatap bangunan megah dihadapannya. Tak kalah megah dengan rumah dirinya dikehidupan sebelumnya. Oh ayolah, lupakan kehidupan sebelumnya dan pikirkan kehidupan yang sekarang! Karena bagaimanapun ia itu antagonis! Catat! ANTAGONIS! YANG BERAKHIR MATI!

Friska menarik napasnya lantas menghembuskannya, dengan langkah pelan ia memasuki rumahnya. Terdengar gelak tawa dari ruang tamu membuatnya melirik sekilas, melihat Friska yang datang membuat tawa mereka terhenti, mereka melirik sinis kearah Friska. Kecuali tentunya abang sulungnya yang menatapnya dengan lembut.

"Masih hidup juga lo? Kenapa nggak mati sekalian?" Ucapan pedas seorang cowok yang menatap nya sinis membuatnya mendengus. Duh padahal kan dia mau merubah sifatnya agar lebih baik, tapi jika ada lawan seperti cowok itu mana bisa ia bersabar.

"Kenzo!" Peringat Rezvan membuat Cowok itu a.k.a Kenzo memutar bola matanya malas.

"Lo aja yang mati, ngapain nyuruh-nyuruh gue anjing!" Jawab Friska membuat semuanya mendelik tak percaya. Gadis itu, yang biasanya hanya diam mendengar makian saudaranya kini berucap dengan kasar?

"Friska! Jaga sopan santunmu ya! Kenzo itu kakak kamu!" Tegur seorang pria paruh baya, Friska menatapnya datar dan dingin tanpa ekspresi. Ia ingat wajah itu, dia ayah Friska yang benci dengan Friska. Sinting emang! Satu keluarga nggak ada yang waras kecuali Rezvan!

Geya to Friska | TransmigrasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang