15.

1.8K 186 8
                                    

Rei mengatur napasnya yang hampir habis. Ia memejamkan matanya pelan kala mendengar suara teriakan Friska disusul oleh bunyi tabrakan yang cukup keras. Ia kembali berlari menuju gadis itu.

"Hey~ loh~nggak~papah??~" Tanya Rei dengan napas ngos-ngosan.

Friska hanya diam, ia menundukkan kepalanya membuat Rei terdiam. Ia mendirikan motor Friska yang rusak parah itu. Lantas ia membulatkan matanya melihat keadaan gadis itu.

"He-hei. Lu-luka lo-" Ucap Rei terbata-bata. Ia terkejut, ia jongkok tepat di depan Friska.

Friska masih diam, ia menggigit bibir bawahnya, menahan rasa sakit yang luar biasa terlebih pada kakinya. Darah keluar dengan deras melalui kedua lutut gadis itu, wajahnya juga terasa perih. Kedua tangannya juga terluka.

"Sa-sakit" Rintih Friska pelan membuat Rei kelabakan. Ia mengeluarkan handphone nya lantas memesan taksi online.

"Gu-gue udah pesen taksi. Kita ke rumah sakit" Ucapnya menenangkan.

Tes.

Air mata Friska lolos, sedari tadi ia menahannya namun tak bisa. Lukanya benar-benar sangat sakit saat ini. Bahkan sepertinya ia tak sanggup untuk berdiri.

"Sakit banget ya? Tu-tunggu sebentar lagi kita akan ke rumah sakit." Ucap Rei ikut panik. Ia tak berani untuk sekedar menyentuh ataupun memeluk gadis itu, yang ada luka yang dialami gadis itu akan semakin parah.

Tak lama sebuah taksi berhenti tepat disamping mereka. Rei dengan cepat membuka pintu penumpang, ia lalu menggendong Friska dan membawanya masuk ke dalam mobil.

"Ke rumah sakit pak" Pinta Rei, lalu tak lama taksi itupun melaju.

****

"Kakinya patah" Beritau seorang dokter setelah melihat hasil rontgen milik Friska. Gadis itu, serta Rei yang ada di sampingnya dengan kompak membulatkan matanya terkejut.

"Nggak mungkin dok! Saya cuma jatuh dari motor, masa sampe patah! Itu hasilnya salah kali" Balas Friska tak Terima. Ia sedikit meringis pelan saat lukanya tiba-tiba terasa nyeri.

"Orang jatuh dari motor juga ada yang meninggal" Timpal dokter itu sambil membenarkan letak kacamatanya. Friska bungkam, sementara Rei masih terdiam shock.

"Ya tapi kan--" Friska kehabisan kata-kata. Ia menarik napasnya lantas menghembuskan nya dengan lelah.

"Kamu lebih baik dirawat inap, sampai luka mu benar-benar kering" Saran dokter itu. Friska bergumam pelan

"Nggak mau" Jawab Friska kemudian membuat Rei maupun dokter itu membelalak terkejut.

"Saya mau pulang aja" Lanjut Friska.

"Kaki kamu perlu perawatan lebih intensif. Rawat inap aja" Kekeuh dokter itu. Friska menggeleng pelan.

"Nggak!" Balasnya tak terbantahkan. Dokter itu memijat pangkal hidungnya. Lantas ia menulis resep obat di kertas kemudian memberikannya pada Rei.

"Ini resep obatnya tebus di apotek. Tiga kali dalam seminggu kamu ke rumah sakit untuk check up" Ujar dokter itu kemudian.

"Baik, terimakasih dok" Balas Rei. Ia berdiri dari duduknya kemudian mendorong kursi roda yang Friska duduki.

"Batu banget sih lo, kenapa nggak dirawat aja?" Tanya Rei sedikit kesal. Ia khawatir pada gadis ini, takut-takut lukanya akan semakin parah, kan dirinya jadi merasa bersalah.

"Kenapa ya? Sejak kapan gue jadi benci rumah sakit?" Jawab Friska balik bertanya. Ia sedikit memelankan suaranya, Rei terdiam. Ia menunduk, menatap ekspresi wajah Friska yang terlihat tidak baik. Lantas tiba-tiba

Geya to Friska | TransmigrasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang