Friska termenung, ia mengeratkan selimut yang membungkus tubuhnya sambil menatap sinar bulan melalui jendela kamarnya. Untuk kesekian kalinya ia menghela napasnya lelah.
"Ayah gimana ya disana?" Gumamnya pelan, ia menatap kosong bulan yang bersinar terang malam ini. Pikirannya berkelana pada kehidupan sebelumnya.
"Kangen ayah. Kenapa sih gue harus disini?!" Tanyanya kesal. Ia mendongakkan kepalanya, menghalau air mata yang tiba-tiba saja menggenang dipelupuk matanya.
"Hah~~" Friska menghela napasnya panjang. Malam yang sangat sepi, ia jadi rindu sosok ayahnya yang selalu membuatnya bisa tersenyum dan tertawa. Ayahnya baik-baik saja kan disana? Dia tidak berlarut dalam kesedihan karena kematiannya kan? Dan semoga, dengan kematiannya tak mendapat dampak buruk bagi kesehatan ayahnya.
Ceklek
"Dek, ngapain? Udah malam, tidur" Tegur Rezvan sambil berjalan menghampiri Friska, ia menatap wajah Friska yang sendu.
"Bentar bang, belum ngantuk" Jawab Friska pelan tanpa menatapnya. Rezvan mengernyit, ia duduk di sofa panjang tepat disebelah Friska.
"Hey, kamu kenapa? Ada masalah? Cerita sama abang" Ucap Rezvan dengan lembut. Friska menatap kakak sulungnya itu dengan kosong. Senyuman teduh itu, ia seperti melihat ayahnya. Ia seperti melihat ayahnya didiri Rezvan. Tanpa sadar, Friska menjatuhkan kepalanya ke dada sang kakak.
"Peluk bang" pinta Friska dengan lirih. Rezvan mematung melihat perbuatan adiknya. Lalu tak lama ia tersenyum manis dan memeluk erat tubuh kecil sang adik.
⭐⭐⭐⭐
Friska menatap pantulan dirinya didepan cermin. Ia tersenyum kecil melihat penampilannya sendiri. Satu kata untuk mewakili penampilan dirinya. Sempurna! Dengan rambut coklatnya yang tergerai indah menambah kecantikan dari Friska.
"Friska cantik kok, harusnya dia tau kalo wajahnya yang natural lebih enak diliat dari pada wajahnya yang penuh make up kek jalang" Komentar Friska dengan pelan. Ia mengedikkan bahunya acuh lantas meraih tasnya, kemudian ia keluar dari kamarnya.
Ia berjalan menuruni anak tangga dengan gontai, kedua matanya melirik sekilas meja makan yang sudah terisi semua anggota keluarganya minus Rezvan. Ia hanya mengedikkan bahunya acuh.
"Dek, berangkat sama abang ya? Kamu kan nggak inget sekolahnya" Perkataan itu membuat Friska yang menginjak anak tangga terakhir seketika terhenti, ia memutar tubuhnya dan menatap Rezvan yang berdiri di ujung anak tangga dengan pakaian formal dan rapihnya.
Friska hanya menganggukkan kepalanya. "Iya, berangkat sekarang aja bang" Jawabnya membuat Rezvan mengernyit.
"Kamu kan belum makan, makan dulu" Friska menggelengkan kepalanya, hari ini ia merasa muak melihat wajah keluarga asli tubuh ini. Ia hanya ingin pergi ke sekolah dan melanjutkan tidurnya di kelas.
"Nggak, nanti sarapan di kantin" Jawab Friska membuat Rezvan menghela napasnya, ia menuruni anak tangga dan menggandeng tangan Friska.
"Nggak boleh bohong loh ya?" Peringat Rezvan. Friska hanya menganggukkan kepalanya malas. Lantas ia dan Rezvan berjalan keluar dari rumah ini meninggalkan tatapan semua anggota keluarga yang menatap interaksi mereka berdua sedari tadi dengan tatapan yang sulit diartikan.
---
"Aku sekolah dimana bang?" Tanya Friska memecah keheningan didalam mobil yang sunyi ini. Rezvan menatapnya sekilas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Geya to Friska | Transmigrasi
FantasyBercerita tentang seorang gadis kasar yang memasuki raga seorang antagonis di novel yang sahabatnya baca. kutukan konyol dari sahabatnya membuatnya masuk kedalam novel berjudul 'Lovely Lita' dan perannya yang menjadi tokoh antagonis membuatnya bena...