Hendrik berjalan keluar kelasnya sambil mengacak-acak rambutnya yang sudah kusut. Helaan napas berat beberapa kali keluar secara jelas.
"Demi lain kali kita jangan presentasi tanpa Dona dah," keluh Hendrik.
Yang sebenarnya terjadi adalah Hendrik baru saja melakukan presentadi di depan kelas seperti mahasiswa pada umumnya.
Namun ada yang berbeda. Jika biasanya presentasi akan diwakilkan oleh Dona dan Ria atau Dona dan Handika, hari ini (dengan sangat terpaksa) Hendrik harus menggantikan Dona.
Dona mendadak absen. Gadis dengan postur tubuh layaknya model itu mengatakan melalui pesan singkat bahwa ia baru saja tergelincir karena membawa motor dengan terburu-buru.
Sehingga dengan keputusan yang sangat mendadak, Wanda dan Hendrik lah yang maju.
"Dasar emang, mentang-mentang gue jarang presentasi sekalinya maju ditanyain ini itu," timpal Wanda.
Hendrik, Wanda dan Handika berjalan berdampingan menuju kantin fakultas ilmu bahasa. Tadinya mereka bersama Ria juga, hanya saja gadis itu sudah berpamitan akan bertemu dengan kekasihnya.
"Lo kesel gak, Heng?"
"Dibilang kesel ya iya. Gue posisinya gak belajar sama sekali ini," balas Hendrik.
Wanda tetap saja cemberut, ia benar-benar kesal atas kejadian hari ini.
"Eh gue duluan ya, Yohan ngajak gue latian nih," pamit Handika.
"Elo sama Yohan pacaran ya?"
Handika hanya mengacungkan jari tengahnya pada Wanda dan Hendrik sambil berlari ke arah yang berbeda.
Tak lama kemudian, muncul Dean yang entah kenapa ia bisa berkeliaran di kantin fakultas ilmu budaya. Melihat saudaranya, Hendrik justru bergegas pergi.
"WOI, HENG!"
"HEH, GUE TAU LO DENGER YA!"
Hendrik yang akrab dipanggil Aheng pun berbalik, agak sebal dengan Dean si tukang marah yang tak kenal tempat.
"Woi wibu, dipanggil juga."
"Eh apaan lo main wiba wibu aja!" tukas Wanda yang kesal mendengar Dean memanggil Hendrik dengan sebutan wibu.
"Emang dia wibu," balas Dean.
Hendrik lalu menarik Dean agak menjauh dari Wanda yang masih berdiri dan menatap nyalang kepada Dean.
"Lo kalo mau ngatain gue wibu dirumah aja pea! Ini cewe yang sama gue juga wibu," titah Hendrik.
"Lah cocok kalo gitu."
Dean kembali melirik Wanda. Hanya sejenak namun kembali disambut dengan tatapan bengisnya.
"Apa lo?"
"Emang cewe wibu sewot-sewot semua ya?" tanya Dean.
"Aaah ngaco pertanyaan lo, udah lah to the point aja lo ngapain berkeliaran di fakultas gue?"
"Fakultas bapak lo! Bayar semesteran aja masih nyicil."
Hendrik mengambil napas kasar entah untuk yang keberapa ratus kali untuk hari ini. Tidak Dean, tidak Dona, dua-duanya sama-sama membuat emosi.
"Lo beneran cocok sama Dona asli dah," kata Hendrik.
"Weits, ke mana tuh cewe? Biasanya gue ngeliat dia muterin elo mulu?" tanya Dean sambil celingukan.
Yang Dean tahu dari Hendrik bahwa Dona itu sempat menyukainya. Entah benar-benar suka atau sekedar kagum saja. Tapi Dean senang mendengarnya, karena setelah bertemu dengan sosok Dona, rasanya gadis itu gampang sekali itu dibuat melayang hanya dengan gombalan-gombalan norak dari Dean.
"Jatuh anaknya, kepleset pas mau berangkat ngampus."
"Tengok gih," titah Hendrik yang mendatangkan tanda tanya besar di kepala Dean.
"Eh elo tuh ngebaperin dia mulu, senggaknya tengokin dia ke rumahnya kek." Oh ini bukan Hendrik yang menyahuti.
Iya, Wanda masih mendengarkan obrolan ngalor-ngidulnya dua bersaudara itu.
"Iye dah, gue balik dulu kalo gitu."
☆☆☆
Ampas banget
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadia The Explorer [✓]
FanfictionHidup sebagai Nadia yang dilahirkan sebagai si bungsu dengan sembilan kakak laki-lakinya apakah cukup menyenangkan?