Rumah keluarga itu sangat ricuh saat si sulung tak menemukan keberadaan si bungsu.
Awalnya Keenan yang Dasa yang pertama kali bangun. Jam menunjukkan pukul empat lebih dan semua penghuni rumah masing asyik bermain di alam mimpi masing-masing.
Dasa berniat mandi terlebih dahulu, sedangkan Keenan berniat untuk membangunkan adik-adiknya mengingat sebuah pamali yang masih turun temurun di percaya di keluarga besarnya.
'Ingat, pamali tidur sore-sore. Apalagi kalau sudah mendekati waktu maghrib'
Sebenarnya dibandingkan percaya, Keenan dan adik-adik hanya berusaha menghormati kepercayaan orang-orang tua di keluarga mereka.
Lagipula, tak enak rasanya tak menghargai kepercayaan orang lain.
Lucas dan Hendrik duduk diatas kasur masing-masing, keduanya masih berusaha mengumpulkan tiap potongan nyawa.
"Kalian jangan tidur lagi! Kalo bisa bangunin si kembar sama Dean," titah Mas Keenan. Ia saat ini tengah berjalan menuju kamar Nadia.
Ia agak sanksi saat melihat pintu kamar Nadia yang agak terbuka. Hm, mencurigakan.
"Nad?" panggilnya saat tak mendapati Nadia diatas kasurnya.
"Nad?" panggil Keenan lagi.
Keenan kemudian beralih pada meja belajar Nadia. Biasanya saat Nadia tidur, ia akan mengisi daya ponselnya sehingga saat bangun nanti baterai ponselnya sudah penuh.
Semakin ditelusuri tiap sudut kamar Nadia hingga ke lantai bawah, Keenan tak menemukan keberadaan si bungsu.
Mata Keenan tak sengaja melihat pintu rumahnya dalam keadaan sama persis dengan pintu kamar Nadia, terbuka sedikit.
"Dasa, Nanang, Hendrik, Dean, Lucas, Juan, Yuan, Leo!" absennya satu per satu.
Seluruh adiknya keluar bersamaan. Bahkan Dasa masih dengan handuk yang melilit di kepalanya dan Lucas masih menguap.
"Kenapa, Mas?"
"Nadia ke mana?" tanya Keenan yang berhasil membuat seisi rumah terheran dan saling melempar pandang.
"Lah, bukannya tidur?" tanya balik Juan.
"Nggak ada, udah Mas cari di kamar dia sampe lantai bawah, nggak ada anaknya," ujar Keenan semakin panik.
"Di luar?" tanya Yuan.
Keenan menggelengkan kepalanya. "Tadi pintu rumah kebuka dikit, pintu kamarnya Nadia juga," tambahnya.
Seluruh penghuni rumah itu tak ingin berprasangka buruk, namun semua otak benar-benar menafsirkan bahwa si bungsu itu diam-diam pergi entah ke mana.
"Mas, coba tanya ke temen-temennya," usul Dasa.
"Kita bagi ya, Nanang telfon Raisa, Dasa telfon Melia, Hendrik telfon Candy, Lucas telfon Regina, Dean telfok Reyhan, Juan telfon Satya, Yuan telfon Azka, Leo telfon Jidan, gue coba telfon Nadia," titah Keenan.
Kesembilan bersaudara itu segera berpencar mencari ponsel masing-masing untuk melakukan tugasnya.
Selang beberapa menit, tak ada satupun jawaban yang didapat oleh mereka. Kebanyakan dari mereka tidak mengetahui keberadaan Nadia bahkan mengira kalau Nadia masih di Malang.
"Satya gak diangkat-angkat," keluh Juan. Pasalnya WhatsApp dari Juan ceklis dua, itu tandanya mobile data di ponsel Satya menyala.
"Sumpah, harusnya gue tadi ngunci rumah," sesal Nanang setelah Raisa mengatakan tak mengetahui keberadaan Nadia.
Kini, mereka semua berkumpul di ruang tengah. Menyatukan ponsel mereka yang sudah diangkat telfonnya dan beberapa dari mereka masih mecoba menghubungi teman-teman Nadia yang tidak kunjung menjawab panggilan mereka.
"Eh, diangkat!" seru Juan saat melihat nama Satya diponselnya kini ditemani angka penghitung lama waktu telepon terjadi.
"Satya, lu di mana?" tanya Juan.
"Sorry, Bang. Tadi HP ketinggalan di mobil, kenapa ya?" balas Satya dari seberang.
"Lo tau Nadia di mana gak?"
Hening selama beberapa detik sebelum Satya kembali berkata, "Ini lagi sama Nadia."
Juan memejamkan matanya menahan emosi yang ingin ia keluarkan sekarang juga. "Bawa Nadia pulang. Sekarang juga," finalnya sambil menutup sambungan telepon.
☆☆☆
AKU BANJIR MOMENT GUYS 😭😭
Nadia dan Mas Juan
Nadia dan Mas Dasa
Nadia dan Mas Leo
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadia The Explorer [✓]
FanficHidup sebagai Nadia yang dilahirkan sebagai si bungsu dengan sembilan kakak laki-lakinya apakah cukup menyenangkan?