26: Nadia (flashback)

252 53 1
                                    

Kedua bersaudara itu berdiri mengelilingi sebuah box kaca berisikan sebuah bayi mungil dengan beberapa alat medis yang entah kenapa tak pernah dilepas sejak kedatangannya di dunia.

Dua bersaudara itu adalah Keenan dan Nanang yang masih memakai baju serba hitamnya. Setelah pemakaman kedua orang tuanya, keduanya kembali ke rumah sakit.

Untuk sementara waktu, si kembar Juan dan Yuan akan dirawat oleh Pak De Kadir, sedangkan Dean dan Leo masih dirawat di rumah sakit yang sama dengan si bungsu.

Kondisi Dean sempat membaik sebelum ia mendengar kabar akan kepergian Ayah dan Bunda. Ia memang masih sangat kecil, tapi tentu ia paham bagaimana kesedihannya ditinggal oleh orang tuanya selamanya.

Sementara Leo, karena ia bahkan belum genap satu tahun, untuk berbicarapun belum bisa, sehingga sepanjang hari ia hanya tidur dan sesekali terbangun lalu menangis seakan menyadari apa yang tengah terjadi.

Nanang menatap Keenan dalam-dalam sebelum berkata, "Kita panggil dia apa ya?"

Ah, benar. Bundanya tidak sempat meninggalkan nama untuk si bungsu, sedangkan Keenan tentu tidak pernah terpikir sejauh itu.

"Nama perempuan yang bagus apa ya?" tanya Keenan balik pada Nanang yang hanya dibalas gelengan tak bersemangat.

Lalu sesaat kemudian Nanang kembali mengangkat kepalanya. "Nanda?"

Senyum Keenan terbit setelah beberapa jam terakhir tak ia perlihatkan. Bagaimana ia tak senyum saat Nanang menyebut nama dari teman satu kelas adiknya itu.

"Itu sih nama cewe yang kamu suka kan?" goda Keenan.

Entah benar atau hanya suka-sukaan, tapi anak seumuran Nanang saat itu memang tidak bisa berbohong. Terbukti dari mukanya yang mulai memerah.

"Aku sama Nanda cuma teman kok," belanya singkat.

Nanda ya? Bagi Keenan, nama Nanda itu sudah sering ia dengar. Ia ingin sebuah nama yang dapat membuat semua orang berpikir 'Oh yang itu' sekali setelah mereka mendengar namanya.

Tapi siapa?

Nanda? Nindi? Nama-nama itu cukup familiar di telinga orang-orang.

Kepala Keenan terus berpikir dan mulai mencocokkan nama-nama berharap akan menemukan satu nama yang bagus.

Dan sadar saja bahwa Nanang kini diam-diam mencoba memasukkan tangannya box kaca dan berusaha memegang pipi adik perempuannya.

Lembut.

Itu yang dirasakan tangan Nanang saat telapak tangannya benar-benar menyentuh pipi tak terlalu berisi itu.

"Nadia!" ucap Keenan membuat Nanang beralih dan segera menarik kembali tangannya.

"Nadia?"

Keenan menganggukkan kepalanya. "Nadia, bagus kan?" tanyanya.

Belum dijawab oleh Nanang, pintu ruangan itu terbuka menunjukkan Bu Lik Ayu yang mengajak keduanya keluar dari ruangan.

"Bu Lik baru ketemu sama ibu dokter, katanya Leo bisa dibawa pulang hari, sedangkan Dean mungkin masih harus menginap di sini," ucap Bu Lik Ayu.

"Kalau Nadia gimana, Bu Lik?" tanya Nanang.

Bu Lik Ayu terlihat kebingungan mendengar pertanyaan Nanang. Tentu saja karena merasa asing dengan nama yang disebutkan anak SD itu.

"Maksud Nanang, adik perempuan kita. Keenan sama Nanang sepakat buat manggil Nadia," jelas Keenan.

Bu Lik Ayu diam-diam menganggukkan kepalanya agak kecewa. Padahal ia juga sudah menyiapkan nama Ayu atau Nindia untuk nama si bungsu itu.

"Nama panjangnya?" tanya Bu Lik Ayu.

Keenan menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Nggak tahu."

Bu Lik Ayu hanya mengusap kepala kedua ponakannya itu yang sangat lucu. "Itu bisa dipikirin nanti ya. Sekarang, masih ada yang mau Bu Lik bilang soal Nadia."

"Nadia? Boleh pulang?" tanya Keenan.

Bu Lik Ayu menggelengkan kepalanya. "Nadia masih harus ditinggal di sini dulu. Kata ibu dokter, Nadia kemungkinan punya penyakit asma karena kelahirannya prematur, ditambah jarak kelahiran dia sama Leo gak jauh beda. Yang jelas, Nadia masih harus disini karena butuh alat bantuan napas," ujar Bu Lik Ayu panjang lebar.

Keenan dan Nanang kembali murung mendengarnya.

"Tapi Nadia bisa sembuh kan?"

Bu Lik Ayu kemudian menggelengkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan dari Keenan. Sejujurnya ia tak bisa meneruskan ucapan dokter yang mengatakan penyakit asma milik Nadia mungkin akan terus hinggap di tubuh gadis mungil itu.

"Semoga saja ya."

☆☆☆

wrrwrwrw dikit lagi end 😔

Nadia The Explorer [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang