• Bagian dua puluh sembilan

757 57 0
                                    

Ketika aku mulai menyadari rasa itu,
Kenapa harus disaat semuanya seolah terlambat dan kau telah memutuskan pergi untuk selamanya dariku.

- Kaivan -

---

Jakarta

Berbeda dari biasanya, jika biasanya Kaivan akan dengan sangat rajin untuk berangkat ke kampus. Kali ini Ia memilih untuk membolos karena suasana hatinya benar-benar berantakan. Sedari semalam Ia tidak tidur, dengan posisi yang terus memegangi foto Bulan. Ia begitu merindukan gadis galak itu.

Jika hari biasanya Ia merasa jengkel karena kebawelan serta omelan Bulan yang tak ada habisnya, kini Ia bergitu merasa sunyi seolah merindukan itu semua. Ia tidak tahu lagi harus berbuat apa selain hanya bisa meratapi penyesalannya seorang diri.

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan pintu itu membuat Kaivan menghela napas untuk ke sekian kalinya. Ia yakin itu adalah bi Inem yang lagi-lagi membujuknya agar segera sarapan sebab dari semalam Ia memang belum makan apapun.

Kaivan berdecak kesal. "Bibi makan aja sarapannya, Kai--"

"Van, ini gue, Billar!" ucap seseorang dari luar kamarnya.

Mendengar itu, Kaivan mengubah posisi berbaringnya menjadi duduk. "Masuk aja, nggak dikunci!" jawab Kaivan.

Pintu terbuka dan memperlihatkan Billar yang sudah rapi. Billar menatap penuh iba ke arah sahabatnya itu, Ia merasa kehilangan sosok Kaivan yang selalu membuatnya geleng-geleng kepala karena semua tingkahnya. Sekarang, Ia hanya dapat melihat Kaivan dengan raut wajah murung seolah tak mempunyai semangat hidup sama sekali.

"Lo kenapa kaya gini sih, Van? Kata Bibi Lo nggak makan, bahkan kayaknya Lo juga nggak tidur," ujar Billar ketika berada di hadapan Kaivan dan melihat laki-laki itu dengan keadaan yang sangat lesu, tak lupa kantung mata yang terlihat begitu jelas di bawah kelopak matanya.

"Gue nggak papa," jawab Kaivan.

Billar duduk di samping Kaivan. "Lo mau cari Bulan lagi? Kalau iya gue temenin, gue nggak akan ke kampus hari ini," tutur Billar.

Kaivan menghembuskan napasnya pelan. "Mau cari ke mana lagi sih, Lar? Lo tau sendiri kan, om Rehan sama temen-temennya aja nggak bisa nemuin keberadaan Bulan apalagi kita. Semua Jakarta udah kita cari, kita mau nyari ke mana lagi?" terang Kaivan dengan nada putus asanya.

"Lagian Bulan udah benci sama gue, dia mungkin nggak akan kembali ke gue lagi. Gue sadar, laki-laki brengsek kaya gue ini nggak pantes buat Bulan," lanjutnya.

"Van, katanya Lo cinta sama Bulan, jangan nyerah gini dong. Kita bisa cari dia ke tempat lain," ucap Billar.

Kaivan diam, Ia tak menanggapi perkataan Billar karena dirinya memang sudah benar-benar menyerah dan tak tahu harus berbuat apa lagi. "Gue yakin, kalau emang Bulan juga cinta sama Lo, dia bakal balik. Lo nggak boleh nyiksa diri Lo sendiri kaya gini, emangnya Lo nggak kasihan sama nyokap Lo yang sedih banget ngeliat kondisi Lo berantakan kaya gini?"

"Van, nyokap Lo udah kehilangan Bulan, menantu kesayangannya. Jangan sampai Lo buat nyokap Lo tambah sedih dengan ngeliat keadaan Lo yang kaya gini," papar Billar berusaha menyemangati Kaivan.

Bulan Untuk Kaivan [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang