• Bagian tiga puluh tujuh

723 64 6
                                    

Perempuan cantik sudah tersebar banyak sekarang,
perempuan pintar pun juga tak kalah banyaknya,
Bahkan, perempuan yang berasal dari keluarga kaya, juga sudah terbilang banyak.
Lantas, apa yang masih sedikit bahkan sangatlah minim di era kita sekarang?
Ya, perempuan yang mempunyai rasa malu. Di jaman kita sekarang perempuan sebagian besar seolah telah kehilangan rasa malunya. Maka, jadilah kita perempuan yang mempunyai rasa malu itu, jadikan diri mu motivasi untuk orang lain agar hatinya juga tergerak untuk berubah. Dan ... jadikan lelaki yang kelak ingin menikahimu, berjuang memantaskan diri untuk mendapatkanmu.

Jadilah perempuan langka di jaman yang penuh fitnah ini : )

---

Kaivan kini memutuskan untuk menutup telinganya dengan headphone. Sedari tadi Ia ingin tidur pun tak bisa karena perempuan bernama Catlyn itu terus berbicara walau Ia mengacuhkannya. Bahkan ini kali pertama selama hidup Kaivan Ia bertemu dengan perempuan berisik yang telah Ia beri julukan "beo" tersebut. Ya, beo yang Ia maksud adalah burung beo, bagi Kaivan Catlyn sama seperti burung itu, selalu mengoceh.

"Dan ya, satu hal lagi, kau tau Tuan--" Perkataan Catlyn terhenti kala melihat kedua telinga Kaivan yang terpasang headphone.

"Oh ... kau bermaksud membuatku diam, hm? Percayalah, aku tak akan diam sebelum kau memberitahuku siapa namamu. Kau tau? Aku merasa tidak nyaman memanggilmu Tuan karna kau tidak berasal dari negara lain," tutur Catlyn.

Kaivan tetap diam, Ia lagi-lagi mengabaikan perempuan dengan nada bicara terlalu formal itu. Kaivan pikir Catlyn sudah terbiasa berbahasa Inggris yang mengakibatkan Ia lupa dengan bahasa santai dalam bahasa Indonesia, pikirnya.

"Apa kau benar-benar merasa tidak nyaman aku berada di sini, hm? Apa kau ingin memindahkanku ke tempat awalku? Sebelum kau lakukan itu, lihatlah ke belakang, kursi awalku sudah diduduki oleh anak remaja yang kupikir adalah anak dari ibu tadi." Kini Catlyn bagaikan orang yang kehilangan akal karena berbicara pada orang yang sama sekali tak mendengarkannya.

Kaivan menoleh, melepas sejenak headphone-nya dan membalas tatapan Catlyn. "Ku lihat mulutmu sudah berhenti bergerak, apa kau sudah berhenti berbicara, hm? Baguslah! Sekarang aku bisa tidur," ucap Kaivan yang langsung memejamkan matanya dan memasang kembali headphone tadi.

Catlyn menggeram kesal. "Mengapa kau menyebalkan sekali, Tuan!"

Dan seketika Catlyn mendapat peringatan untuk tidak berisik dan tetap diam tak menganggu penumpang lainnya.

Hahaha ... rasakan itu, beo! Batin Kaivan menertawakan Catlyn yang kini tengah mengumpat pelan.

Di tempat lain, Bulan tengah berusaha membujuk sang papa agar mau berbicara dengannya. Karena beberapa menit lalu ketika Alex mengetahui kabar jika Kaivan memutuskan untuk kembali ke Jakarta, Ia merasa sangat terkejut. Ia tak menyangka jika Kaivan akhirnya menyerah. Alex marah kepada Bulan sebab putrinya itu tak bisa menyampingkan egonya terlebih dahulu.

Sekarang, Ia mengabaikan Bulan dengan harapan Bulan bisa menyadari kesalahannya sebelum semuanya benar-benar terlambat.

"Papa ... tolong jangan diemin Bulan kaya gini, Bulan nggak akan bisa kalau Papa bersikap acuh ke Bulan," bujuknya seraya memegang lengan Alex yang tengah membaca majalah di kamar.

Bulan Untuk Kaivan [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang