Chapter 6

656 51 5
                                        

  Es krim vanila di mangkuk meleleh, karena Nami tak juga memakannya. Hilang sudah seleranya untuk makan es krim.

"Kenapa kau diam saja ? Makanlah! " Luffy duduk dihadapan Nami sambil menikmati es krim stroberi. Setelah sesaat sebelum nya mereka memutuskan untuk berbicara.

"Apa yang ingin kau bicarakan denganku ? " Nami mulai gelisah dan ingin segera pergi.

"Kenapa kau tidak mengundangku ke pernikahan mu? " Luffy menatap mata Nami dalam dalam "kau benar benar sudah melupakan kami, Nami. " Tersirat kesedihan dalam nada suara Luffy.

"Keluarga suamiku, mereka - " Nami terbata bata "sulit untuk menjelaskannya. "

"Tidak perlu tegang begitu, aku hanya ingin tahu kondisimu saat ini. " Luffy kembali tersenyum riang, membuat hati Nami bergetar lagi. Ia tak ingin membuat Nami tertekan di kondisinya yang seperti ini.

"Aku tahu maksudmu... Kau pasti merasa terganggu dengan hubungan kita delapan tahun yang lalu. Aku pergi tanpa mengucapkan alasannya. " Nami mengepalkan tangannya, ia berusaha sekuat mungkin agar tak menangis lagi saat ini.

"Terus terang saja, sebenarnya selama ini aku hanya menginginkan uangmu, dengan begitu aku bisa membeli pakaian yang layak, dan tidak memakai pakaian bekas lagi. "

"Omong kosong ! " Luffy mencemooh, ia tahu benar bahwa Nami nya tidak seperti itu.

"Dan aku juga bisa punya ponsel baru, seperti teman teman yang lain. Itu semua berkat uang dari keluarga mu. Tapi sekarang, aku tak butuh itu lagi, aku sudah menemukan pria kaya yang bisa memberikanku lebih dari apa yang kau berikan padaku. " Nami berusaha terlihat angkuh, agar Luffy tak bertanya lagi kenapa.

Memang Luffy melihat perubahan yang terjadi pada Nami, sangat berbeda dengan apa yang ia lihat terakhir kali di Restoran Sanji. Nami tampak lebih cantik dengan dress mewah, dan beberapa aksesoris di rambutnya.

"Cih, pembohong! Jika benar, siapa pria itu? Jika dia memang sangat kaya aku pasti mengenalnya. "

"Aku tidak perlu mengatakan apapun pada orang asing sepertimu! " Nami bangkit berdiri, ia tak ingin terlibat percakapan lebih dalam lagi. Luffy tau, tentu Nami berbohong.

"Hotel Kuja... Robin melihat mu disana. " Perkataan Luffy berhasil menghentikan langkah Nami. Jantung Nami berdegup cepat, seakan tahu apa yang akan dikatakan Luffy selanjutnya.

"Apa kau menjual dirimu disana? " Suara Luffy tercekat, dan itu membuat nafas Nami seakan terhenti. Ia tak percaya pria yang pernah dikasihinya berani mengatakan hal serendah itu padanya.

Saat itulah.. Ia tak mampu lagi menahannya, Nami menampar Luffy sekeras mungkin hingga tangannya gemetar karena sakit. Namun rasa sakit itu tak sebanding dengan penderitaan hatinya. Wajah kecewa tak mampu lagi ia sembunyikan. Matanya menyalak penuh amarah di iringi buliran air mata.

"Kau fikir karena siapa aku menjual diriku? " Nafas Nami tersenggal, "jika saja kakek mu yang seorang Admiral Angkatan Laut, tidak memecat ibuku, mungkin aku tidak akan hidup seperti ini!!! " Bentak Nami.

Pecah sudah tangisannya, beruntung nya di toko tersebut sedang sepi pembeli hingga tak ada yang memperhatikan tangisan Nami. Siapa pun yang melihat tangisan wanita hamil itu, tentu akan merasa iba. Seakan hidupnya telah di penuhi penderitaan.

"Jadi, jika kau ingin menyalahkan seseorang... Perhatikan dulu keluarga mu! "

Luffy hanya bisa terdiam, ia sendiri tak mampu untuk menjawab Nami. Air mata tak kuasa ia tahan, betapa malunya ia saat ini.
"Kenapa kau baru mengatakan ini sekarang? " Geram Luffy.

"Kalaupun kau tahu lebih awal, itu tak akan bisa mengubah keadaan. Kau tak mungkin bisa membuat ibuku hidup kembali, " Nami merengek, hal yang sudah delapan tahun ia pendam kini ingin ia luapkan segalanya.
"kau tau? Ibuku meninggal karena sakit keras, ia mengetahui tentang kita saat pesta kelulusan waktu itu. Dan tak mampu menahan malu. Jika saja kakekmu tidak bicarakan tentang kita... Mungkin setidaknya dia bisa hidup. "

Luffy menjambak rambutnya frustasi, seharusnya ia menyadari ini ketika kakeknya memaksa untuk segera pergi ke New World dan melanjutkan kuliah disana. Supaya dia tak mengetahui apa yang terjadi pada Nami.

Sekarang, ia bahkan tak mampu lagi untuk menunjukan wajahnya pada Nami. Ia benar benar merasa jadi pria yang sangat payah.

"A-akhh.. " Tiba tiba Nami meringis kesakitan, ia merasakan kontraksi di perutnya. Ia mencengkram kursi yang di duduki Luffy sebagai penopang agar ia tak jatuh.

"N-nami!! " Luffy membantu Nami untuk duduk. 'Seharusnya aku tak mengganggunya disaat seperti ini' pikir Luffy.

"Pergilah! Jangan sentuh aku! " Nami mendorong Luffy agar menjauh darinya.

"Ossan.. Tolong panggil ambulan! " Teriak Luffy pada pemilik kedai es krim.
"Biarkan aku membantumu.. " Lirih Luffy, penyesalan dan kesedihan tersirat jelas diwajahnya.

"Argh! " Nami mengerang, ia menggigit bibir bagian dalamnya sebagai pelampiasan rasa sakit ini.

Syukurlah jarak dari toko es krim ke rumah sakit tak terlalu jauh, dan ambulan pun telah tiba.
Luffy menyaksikan para perawat itu membawa tubuh Nami menggunakan brangkar.

"Apa anda suaminya? " Tanya salah satu perawat itu.

"Bukan.. " Suara Luffy masih terdengar parau, mana berhak ia berada di dekat Nami setelah membuatnya seperti ini.

"Dia benar... Kami tak memiliki hubungan apa apa. " Ucap Nami, yang ternyata itu malah membuat dadanya sendiri semakin sakit.

Ambulan itupun pergi di iringi suara sirine yang begitu nyaring. Namun bagi Luffy... Dunia ini seakan berhenti, tiba tiba semuanya menjadi sunyi. Ia tak bisa berfikir lagi.

Langkah kaki membawanya tanpa arah, tatapan kosong layaknya zombi menjadi perhatian semua orang.
Siapa gerangan pria berjas mahal yang terlihat berantakan? Ia kacau sekali hingga tak ada seorang pun yang berani bertanya akan kondisi nya.

Hatinya sakit, nafasnya terasa sesak hingga ia tak mampu menahannya. Marah, sedih, kecewa pada diri sendiri. Bagaimana ia meluapkan semuanya? Sedangkan tubuhnya sudah lemah seakan hancur dari dalam.


Bersambung....

Love is HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang