Ojii-san memaksaku untuk ikut dengannya pergi ke rumah sakit, karena ia sudah mendapat kabar bahwa Hancock telah melahirkan. Sejujurnya aku tidak mau, tapi bagaimana pun ... nyatanya aku lah yang membuatnya begitu. Tentu aku akan jadi orang yang paling berengsek jika tidak bertanggung jawab. Meskipun aku tidak tahu harus mulai dari mana.
Bagaikan sinar mentari pagi yang hangat, dunia baru saja dimulai saat aku memasuki ruangan itu. Kulihat seorang bayi kecil di pangkuan Hancock. rambutnya hitam dan sangat tebal. Ia menangis ... Aku tidak tahu apa yang dia mau, namun bayi itu seakan ingin sekali bertemu denganku.
Aku menghampirinya, menyentuh jari jemari kecilnya. Dia balas menggenggam telunjuk ku yang ukurannya tentu lebih besar. Siapa sangka karena hal kecil ini dia berhenti menangis ?. Aku memperhatikan wajahnya yang sedikit merah.
"Kenapa dia sangat mirip denganku ?" tak terasa, mataku yang pedih mengeluarkan setitik air. Entah apa yang membuat ku begitu, jantungku terasa berdebar.'Apa aku bisa jadi seorang ayah yang baik ?' pikirku.
"Aku pikir akan lebih baik jika bayi ini mirip denganmu Hancock, jangan sampai sifat cerobohnya itu, menurun pada anakmu ini." Lagi lagi Kakek itu mengoceh, aku tidak memperdulikannya.mtaku masih setia memandangi bayi kecil yang berusaha untuk terlelap.
"Ojii-san ... berikanlah dia nama." pinta Hancock.
"Tidak nak, biarkanlah Luffy yang memberikannya nama, dia lebih berhak."
"Namanya Levy."
Levy ... aku tidak tahu ini akan berhasil atau tidak, tapi aku akan berusaha yang terbaik untuk mu."
**
Sonia berjalan memasuki kamar Nami, namun ruangan itu sudah kosong. Seolah tak pernah diisi oleh pasien. Ia pun bertanya pada perawat yang kebetulan lewat.
"Suster ... Dimana pasien yang dirawat disini? " Tanya Sonia.
"Siapa nama pasiennya bu? "
"Nami."
"Oh... Nami-san, dia sudah pulang. Dokter mengizinkannya pulang lebih awal. "
"Kenapa cepat sekali? Apa tidak masalah baru melahirkan langsung pulang? "
"Melahirkan? Pasien atas Nami yang dirawat dikamar ini, bukan untuk persalinan, tapi karena sakit TBC. "
"Baiklah.. Mungkin aku salah kamar, jangan jangan Onee-sama salah memberi tahu no kamarnya. " Sonia mencoba menghubungi Hancock saat itu juga. Namun tak mendapat respon sama sekali.
"Menyebalkan... Aku harus turun lagi ke resepsionis. "
Setelah naik turun lift, dan bertanya pada resepsionis, sialnya petugas resepsionis itu mengatakan bahwa Nami sudah pulang 10 menit yang lalu.
"Apa yang harus kulakukan dengan cek ini... " Sonia memandangi kertas bertuliskan uang senilai 250 juta beli.
*3 years letter*
Jaya menjadi salah satu kota paling maju setelah Mariejoa. Meskipun fasilitas layaknya di kota kota moderen, tapi di kota ini bebas polusi dan masih termasuk asri, karena masih ada hutan dan beberapa perkebunan, salah satunya perkebunan jeruk.
Seorang anak perempuan berambut hitam sedang memetik jeruk dan mengumpulkan nya di keranjang. Namun topi jerami di kepalanya terlalu besar hingga mengganggu pandangannya.
"Iss.. Kaa-chan, kenapa dia memberiku topi besar ini? " Anak kecil itu mendelik sebal. Berkali kali ia harus membetulkan posisi topi agar pekerjaannya cepat selesai.