|Chapter 22| Alasan

2.3K 264 1
                                    

"Jian!!"
Panggil Jean yang baru saja akan pergi kekamar Jian.

"Antar gue ketemu Kean"
Ucap Jian singkat. Sebenarnya bukan apa, hanya saja dirinya merasa lemas karena tadi banyak sekali membantu orang dan juga kondisinya belum sepenuhnya fit. Kan nggak elit karena sebentar lagi sampai finis malah balik lagi ke start.

"Kenapa bisa sampai disini?"

"Kalau nolak bilang aja. Nggak usah basa-basi. Dah sana minggir!"
Ketus Jian kepada kembarnya itu.

"Eh eh.. iya iya gue anter. Sensi amat lo"

"Udah lah, GPL!"
Jengah Jian.

Sedangkan Jean hanya cengengesan karena membuat kembarannya kesal. Saat Jean dan Jian berjalan, para bodyguard yang berjaga segera memberi mereka jalan. Jian berjalan terlebih dahulu dan dibuntuti oleh Jean dibelakang.

Baru beberapa langkah, Jian terhuyung kesamping. Untungnya Jean dengan segera menangkapnya agar tak menghantam kerasnya lantai.

"Gimana sih lo"
Aneh Jean.

"Gue lemes, butuh perjuangan untuk sampai disini asal lo tau"

"Masa sih? Cob-"

"Cepet lah woi! Nggak usah banyak bacot bisa nggak sih?!"
Kesal Jian.

"Iya iya"

Tak lama merekapun sampai didepan pintu ruang ICU. Setelah mereka sampai, Jian tak langsung masuk atau bahkan melihat dari pintu tembus pandang itu. Ia memilih duduk bersama Jean dikursi tunggu.

Entah apa yang membuatnya takut untuk hanya sekedar mengintip kedalam ruangan tersebut. Padahal tadi niatnya ingin melihat kondisi Kean, setelah sampai kenapa nyalinya menjadi ciut.

"Huft..."
Helaan nafas itu terdengar dari bibir Jian.

"Kenapa?"
Tanya Jean yang sedang bersandar di kursi itu.

"Gue takut"

Jean membenarkan posisi duduknya lalu menatap manik sang kembaran lekat.
"Takut kenapa? Perasaan lo nggak punya takut dah"

"Gue takut, tapi nggak tau apa yang gue takuti"

"Hh... aneh lo"

Hening menyapa mereka, agaknya mereka kehabisan bahan pembicaraan.
"Em... gimana keadaan Kean?"
Tanya Jian pelan-pelan.

"Kondisinya nggak baik"

"Em... BTW kenapa nggak ada orang?"

"Bang Arel sama kak Alive lagi ke taman buat nenangin kak Alive yang lagi nangis. Yang lainnya pada makan siang diruang biasa"

"Oh... lo sendiri udah makan?"

"Udah, gue udah duluan tadi"

Jian hanya ber oh ria sambil menganggukkan kepalanya.

"Si Kean udah boleh dijenguk?"
Tanya Jian.

"Boleh, tapi nggak boleh lama-lama. Lo mau masuk?"

"Iya, gue... mau minta maaf"

"Lo beneran mau minta maaf?"
Tanya Jean ragu. Pasalnya adik kembarnya ini bukan tipe orang yang gampang merasa bersalah.

"Iya"

"Gue nggak yakin. Atau lo jangan-jangan mau ngelakuin hal nekat ya?! Ngaku lo!!"
Tuduh Jean dengan menunjuk-nunjuk wajah Jian.

"Terserah mau yakin atau nggak, bukan urusan gue. Tapi intinya gue mau minta maaf"
Ucapnya sambil menepis tangan Jean.

"Tap-"

"Gue mau minta maaf beneran sekalian bilang terimakasih. Dia udah nylametin gue waktu itu. Kalau dia nggak dorong gue, mungkin gue yang bakal tiduran diruangan itu, juga."

My family? || SelesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang