2. Hujan dan Papah

143 124 125
                                    

Jam istirahat, Chand merongoh saku bajunya. Diambilnya selembar uang berwarna hijau. Kemudian uang itu ia masukkan kembali.

Uang dua puluh ribu untuk satu hari. Cukup? Tentu, karena Chand bukan tipikal anak yang boros. Chand juga tipikal anak yang suka menabung.

"Chand!" Panggil seseorang. Siapa lagi jika bukan Dipta.

Sahabatnya itu menghampirinya dengan napas yang terengah-engah. Bajunya pun kini sudah ganti bukan lagi abu-putih, melainkan kaos basket. Ya, sejak SMP Dipta merupakan kapten basket. Hampir setiap pertandingan selalu dimenangkan oleh timnya. Berkat itu juga namanya menjadi terkenal se-kota Bandung. Ditambah wajahnya yang kelewat ganteng, membuat Dipta selalu diincar oleh kaum hawa.

"Apa?" Balas Chand.

"Itu," Chand mengikuti arah jari telunjuk Dipta. Ah! Sepertinya, Chand mencium aroma buaya darat di sini. "Namanya siapa?" Lanjutnya seraya nyengir kuda.

"Itu, Dayuri." Jawab Chand.

"Cantik," puji Dipta.

Chand menyipitkan matanya, "Cantik orangnya, apa cantik namanya, nih?" Goda Chand.

"Dua-duanya."

"Dasar crocodille!"

"Gue itu orangnya setia,"

"Setiap tikungan ada?" Ledek Chand, sudah hapal dengan sifat buaya sahabatnya.

"Abang!!" Panggil seseorang, lantas Chand dan Dipta segera menoleh. Mereka menemukan seorang anak laki-laki berwajah oriental.

"Bang, ayo kita tanding basket lagi," ajaknya sedangkan Dipta hanya mengangguk.

"Siapa?" Tanya Chand pada Dipta.

"Aku, Alrescha." Alih-alih Dipta, anak laki-laki itu yang menjawab dengan suara khasnya.

"Dia Alrescha, anak kelas 10 - B, panggil aja Al, kalau Alrescha terlalu panjang jeung ribet, hese ongkoh!" Tambah Dipta.

Chand mengangguk menyetujui. "Gue, Chand." Ucapnya memperkenalkan diri. Lalu keduanya berjabat tangan.

"Abang Chand, mau ikutan nonton pertandingan basket, nggak?" Tawar Al.

"Kok, Abang sih manggilnya?"

Al hanya tersenyum. "Kita beda satu tahun Bang, aku lebih muda dari Abang, kalau aku langsung panggil nama rasanya kayak nggak sopan." Ungkapnya.

"Ya elah nggak papa atuh, 'kan cuma beda satu tahun doang."

"Nggak ah, Bang."

Chand tersenyum, lalu mengangguk mengerti.

"Jadi nonton nggak, Bang?" Ulang Al.

"Kalian duluan aja, gue mau ke perpustakaan dulu." Jawab Chand.

"Ya udah atuh."

"Gue ke lapangan basket dulu, ya," ujar Dipta, "Al, hayu." Kemudian keduanya segera beranjak dari hadapan Chand.

Setelahnya, Chand segera menuju perpustakaan. Di sepanjang koridor, lelaki itu berjalan dengan langkah tegap. Ia juga akan melempar senyum ramah pada semua orang yang dilewatinya.

Hingga akhirnya, Chand telah masuk ke ruang perpustakaan. Bau buku-buku baru menusuk di indera penciumannya, aromanya sangat khas.

Lantas, Chand segera menyisiri tiap rak. Hingga akhirnya ia berhenti pada rak jajaran ke 16. Di rak itu, ada satu buku yang menarik perhatiannya. Dengan segera, Chand mengambil buku tersebut. Buku paket Fisika.

Chand | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang