Matahari mulai bergerak turun. Warna langit perlahan memudar, berubah menjadi orange kemerah-merahan, menciptakan senja yang begitu indah.
Persoalan tentang tersesatnya regu Kayla kini mulai mereda. Ketua bantara itu akhirnya bisa mencerna ucapan Kayla, dan berujung minta maaf pada mereka.
Merasa bosan, Chand akhirnya beranjak menuju tepi bukit ini. Dilihatnya terasering warga desa yang begitu indah.
Tak hanya itu, Chand juga melihat Kayla yang sedang menulis tak jauh di sampingnya. Rambut gadis itu dikuncir kuda. Tampak dari samping sini, hidung gadis itu sangat mancung, matanya sangat indah. Tanda yang berada di dekat matanya juga sangat manis.
Chand mendekati Kayla. Sang empu yang sadar hanya tersenyum saat melihat kedatangan Chand.
"Nulis cerita?" Tebak Chand.
Kayla mengangguk.
"Lanjutin aja, gue nggak akan ganggu lo," Chand menjeda kalimatnya. "Karena gue tau, nyari ide buat bikin cerita itu agak susah."
Diam-diam Kayla mengangguk, membenarkan ucapan Chand.
Beberapa menit kemudian, Kayla menghentikan aktivitas menulisnya, lalu menoleh ke Chand. Rupanya lelaki itu tengah memejamkan mata.
"Kenapa liat-liat?" Tanya Chand, lalu membuka kedua matanya.
Mampus! Refleks, sikap Kayla berubah seperti maling yang tertangkap basah.
"Bulu mata lo bagus," Jujur Kayla. Sementara Chand hanya menanggapinya dengan kekehan kecil. "Tapi, mata Rigel jauh lebih bagus." Lanjutnya.
"Karena ada bintangnya?"
Kayla menoleh kembali. Memandang Chand dengan tatapan heran. Chand juga ikut menoleh. Beberapa detik manik mata mereka saling beradu. Tenang rasanya.
Sesaat, Kayla merasakan hal yang berbeda. Tatapan Chand sangat lah sendu, ada kesedihan di dalamnya. Tapi itu semua berhasil dimanipulasi oleh manik matanya. Ralat, lebih tepatnya dengan senyum manisnya.
Lalu dengan gerakan cepat, seorang lelaki mulai mengambil alih duduk. Ia duduk di tengah-tengah Chand dan Kayla. Ia juga mengambil alih buku dan pulpen milik Kayla. Lantas segera mencorat-coret pada bagian kertas yang kosong.
"Tanda tangan gue." Ucap lelaki itu seraya mengembalikan buku tersebut pada Kayla.
"Buat apa?" Bingung Kayla.
"Buat nakut-nakutin tikus yang ada di rumah lo! Simpen di atap, gue jamin nggak akan ada lagi suara gerebak-gerebuk di atap rumah lo!"
"Pengalaman pribadi, Kang?" Ledek Chand.
Lelaki itu segera mengambil buah pinus yang ada di depannya, dan langsung melemparkannya ke Chand. "Sialan!"
Tak memperdulikan Chand yang kini sudah tertawa terbahak-bahak, lelaki itu menoleh pada seutas tulisan di buku Kayla.
"Tangisan demi tangisan, mampu membentuk pribadi yang kuat. Ini bukan hanya sekedar tulisan, lebih jelasnya, ini pesan penyemangat. Sekedar mengingatkan, jangan terlalu patah saat semesta sedang tidak bersahabat."
"HAEKAL!!!" Teriak Kayla. Refleks, lelaki itu-- Haekal langsung menutup kedua telingganya.
"Astaghfirullah! Suaranya melebihi toa masjid istiqlal!" Celetuk Haekal. "Gue cuma baca, Kay."
Kayla mengkerucutkan bibirnya. "Jangan dibaca!"
"Orang udah kebaca, jeh."
Kayla menghela napas. "Pergi sana,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Chand | Na Jaemin
Genç Kurgu"Pah? Chand dapet juara lagi." "Mah? Chand pingin makan malam bareng Mamah ya, bisa?" "Gue cinta sama lo Kay. Terima kasih sinar matahari terbaik." Namanya Chand, yang berarti bulan. Jika membahas tentang bulan, makhluk bumi selalu kagum dengan caha...