Prolog

243 56 54
                                    

Orang hebat bukanlah orang yang mampu melakukan semuanya sendiri. Orang hebat ialah orang yang mampu bertahan disaat kenyataan terus menerjang seakan-akan menuntut kita untuk tetap bungkam tanpa perlawanan.

Terlahir dari keluarga yang orang tuanya strict parents merupakan takdir yang tidak diharapkan oleh sebagian anak. Tumbuh dan bertahan dengan segala tuntutan dan harapan yang diberikan oleh keluarganya itu tidak semudah yang orang lain lihat, dan segala perlakuan orang tua yang strict parents sangat berdampak pada kesehatan mental sang anak. Banyak anak-anak yang sudah menjadi korban, karena selalu dituntut untuk menjadi sesuatu yang anak itu sendiri tidak bisa, membuat mental sang anak menjadi lemah. Jika terus seperti itu anak akan mudah merasa cemas dengan segala hal, merasa takut ketika bertemu dengan orang lain, stress, depresi, bahkan bisa menyebabkan kematian saat mental anak tersebut sudah tidak kuat.

Shafira Safa Rangeswara merupakan salah satu remaja SMA yang menjadi korban dari orang tua yang strict parents. Gadis yang akrab disapa Shafira itu selalu mendapatkan tuntutan juga harapan yang tinggi oleh kedua orang tuanya. Kamar adalah tempat yang selalu ia singgahi, dan buku adalah teman yang selalu menemani hari-harinya. Kesempurnaan merupakan sesuatu yang harus selalu ia dapatkan, karena dalam kamus orang tuanya, tidak ada kata lain selain kata sempurna atas semua hasil yang ia dapatkan.

Sedari kecil Shafira sudah mendapatkan tuntutan, dididik dengan tegas dan keras. Nilai bagus itu tidak ada apa-apanya jika tidak mendapatkan paralel. Seperti sekarang ini, Shafira hanya bisa tertunduk diam saat kedua orang tuanya mengetahui nilai ulangannya.

"Seharusnya kamu bisa menjawab semua soal ini dengan benar dan mendapatkan nilai sempurna!!" bentak Papa Shafira melempar lembar hasil ulangan anaknya beberapa hari lalu. "Bagaimana kamu bisa mendapatkan nilai sempurna saat Olimpiade Kimia nanti jika nilai ulangan Matematikamu saja buruk seperti ini!?"

"Kamu seharusnya bisa mendapatkan nilai 98 untuk semua mapel! Jika hanya 95 kebawah itu tidak akan bisa membuatmu mendapatkan hasil yang sempurna Shafira!" Mama Shafira mengambil lembaran kertas yang tergeletak di lantai. "Lihat ini, lihat!" Shafira mendongak menatap diam Mamanya menyobek kertas hasil ulangannya sampai menjadi kecil-kecil lalu menghamburkannya ke atas. "Sangat mengecewakan!" desis Mamanya.

"Saya tidak mau tau, kamu harus mendapatkan nilai yang sempurna saat Olimpiade Kimia nanti! Kamu harus bisa mencapai tingkat nasional dan mendapatkan hasil yang sempurna! Kamu tidak boleh main dengan siapapun sampai kamu menjadi juara Olimpiade nanti, ingat itu!!" Shafira hanya mampu mengangguk. Itulah Papanya, tegas, keras, dan penuh tuntutan.

"Kami sudah mengeluarkan banyak biaya untuk menyekolahkan mu, seharusnya kamu bisa membalas budi dengan memberikan kami nilai yang sempurna, bukan seperti ini! Kami tidak mau menerima hasilmu jika tidak sempurna, paham kamu?!" Shafira kembali mengangguk. "Paham Ma."

"Cepat ke kamar dan kembalilah belajar, jangan menjadi anak yang pemalas!" Shafira mengangguk lalu pergi untuk ke kamarnya.

"Mbok Murni, Mbok?" Mbok Murni berlari kecil menghampiri kedua orang tua Shafira, majikannya.

"Iya Bu."

"Tolong bersihkan lantainya." Mbok Murni mengangguk. "Baik Bu."

"Tolong jaga dan awasi Shafira. Saya dan istri saya masih banyak pekerjaan di luar, kemungkinan pulang larut malam. Jangan beri izin Shafira untuk keluar, paham Mbok?" Bi Murni mengangguk. "Paham Pak."

Shafira Story [END!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang