"Non Salma."
"Eh, Mbok. Mbok baru ke sini?" Mbok Murni mengangguk, dan menjawab, "iya Non. Bu Putri baru mengabari Mbok."
"Oalah, iya. Aku juga baru ke sini. Ayo Mbok kita masuk."
Mbok Murni mengangguk. Mereka berjalan beriringan memasuki gedung rumah sakit.
Salma menghentikan langkahnya, menoleh menatap Mbok Murni. "Mbok memangnya tau Shafira berada di ruangan mana?" tanya Salma.
"Tau, Non. Bu Putri yang memberitahu." Salma mengangguk, lalu kembali melanjutkan langkahnya mengikuti Mbok Murni.
Sesampainya di depan ruang rawat Shafira. Mbok Murni langsung mendekati Miss Putri dan Bu Rini yang sedang mengobrol, begitupun Salma. Setelah menyalimi Miss Putri dan Bu Rini, Salma mendekati Rayn yang tengah duduk sendirian di kursi tunggu sambil memainkan ponselnya.
"Kak Rayn."
Rayn yang semula sedang memainkan ponselnya, mendongak dan mendapati Salma. "Loh, Sal. Kamu ada di sini juga?"
Salma mengangguk. "Iya, Kak. Aku mendapatkan kabar jika Shafira dibawa ke rumah sakit karena kepalanya tertimpa pot bunga, di sekolah. Memang benar, Kak?"
Rayn berdeham dan mengangguk. "Iya, itu benar."
"Lalu, kondisi Shafira sekarang bagaimana? Kenapa Shafira bisa langsung dipindahkan ke ruang rawat inap? Apa luka Shafira tidak parah?" tanya Salma beruntun dengan nada dan raut wajah yang terlihat khawatir. Tapi, melihat itu justru membuat Rayn menatap bingung.
Walau begitu, Rayn tetap menjawab semua pertanyaan Salma. "Dokter memberitahu jika luka yang ada di kepala Shafira, bukanlah luka yang serius. Kepala Shafira mengeluarkan darah karena pot yang menggores kulit kepala Shafira. Beruntungnya, pot yang menimpa kepala Shafira bukanlah bot yang terbuat dari bahan keras, sehingga kepala Shafira tidak mengalami pendarahan. Kondisi fisik yang kuat yang dimiliki Shafira, itu salah satu yang menjadi alasan mengapa Shafira bisa langsung dipindahkan ke ruang rawat inap."
"Tapi yang aku dengar, Shafira langsung tak sadarkan diri usai kepalanya tertimpa pot itu. Kenapa bisa seperti itu? Jika memang kondisi fisik yang kuat dan lukanya tidak serius, Shafira pasti hanya merasa sakit dan pusing saja di kepalanya. Tidak sampai langsung pingsan begitu, kan?"
Rayn semakin dibuat bingung dengan respon Salma. Kenapa respon Salma seperti ini?
"Dokter menjelaskan, alasan mengapa Shafira bisa langsung tak sadarkan diri, itu karena kondiai fisiknya yang sedang lemah, karena belum memakan apapun dari pagi hari sehingga siang tadi. Shafira syok mengalami kecelakaan tak terduga. Walaupun pot bunga itu bukanlah pot yang berbahan keras, tetapi pot itu tetap berat karena terisi bunga dan tanah."
"Apa kalian tau, siapa pelaku dari kejadian ini? Pasalnya, sangat mustahil jika pot bunga terjatuh sendiri tanpa adanya pelaku dibalik kejadian ini." Rayn menggeleng pelan. "Untuk sekarang, belum. Tapi aku sudah meminta Akbar untuk menyelidiki di tempat semula pot itu berada. Dia langsung mengecek ke atas, arena katanya, dia sempat melihat seluet seseorang yang dia kenali."
"Wow, ternyata. Jika begitu, bodoh, kalau dia tidak mengetahui dalang sebenarnya, hahaha."
Salma berdeham pelan. "Apa Shafira sudah bisa dijenguk, Kak?" tanya Salma, melirik pintu ruang rawat yang masih tertutup.
"Belum. Di dalam masih ada dokter yang sedang mengecek kondisi Shafira. Kita tunggu saja Dokternya keluar." Salma menghela nafas panjang, melirik pintu ruang rawat yang masih tertutup. "Semoga kamu tidak apa-apa, Sa," gumam Salma yang masih bisa di dengar oleh Rayn.
"Duduk, Sal. Kalau berdiri terus, kakimu bisa keram. Sabar saja, sebentar lagi juga Dokter akan keluar," ujar Rayn.
Salma tersenyum simpul dan mengangguk, lalu duduk di kursi tunggu yang Rayn duduki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shafira Story [END!]
أدب المراهقين[ BELUM REVISI! ] [PROSES TERBIT! ] ☆☞ WELCOME TO MY SECOND STORY ☜☆ 📌 No plagiat-plagitor dan siders! →♡←→♡←→♡←→✧☆✧←→♡←→♡←→♡← Memang benar kata mereka, jangan terlarut dalam zona nyaman karena takdir tak selamanya akan sama. Kenyataan tidak semua...