Sinar matahari menerobos masuk ke dalam kamar bernuansa dark melalui celah-celah jendela. Seorang gadis yang tengah tertidur merasa terusik karena sinar matahari yang menyoroti kelopak matanya yang masih tertutup. Perlahan, kelopak mata itu terbuka. Satu tangannya terangkat untuk menghalangi cahaya itu.
"Sshhh, jam berapa sekarang? Kenapa sinarnya sudah terang sekali?" gumamnya bertanya.
Perlahan ia bangkit, berjalan mendekati jendela untuk membuka tirai. Ia melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya. Tak butuh waktu lama, gadis itu sudah keluar dengan keadaan segar.
"Astaghfirullahaldzim, ternyata sudah jam delapan."
"Assalamualaikum, Non." ucap Mbok Murni memasuki kamar dengan membawa nampan berisi semangkuk bubur ayam dan segelas air.
"Waalaikumussalam. Loh, Mbok, kok makanannya di bawa ke kamar?" tanya gadis itu yang tak lain adalah, Shafira.
"Iya, Non, ini perintah Ibu. Ibu meminta Mbok untuk mengantarkan makanannya ke kamar Non Safa, agar non Safa tidak kecapean naik turun tangga," jawab Mbok Murni sambil menaruh mangkuk dan gelasnya di atas meja belajar Shafira.
"Ya Allah. Padahal aku baik-baik saja loh. Tidak ada yang serius, apalagi cidera di kaki," ucap Shafira.
"Maaf, Non. Ini perintah Ibu, Mbok hanya melaksanakannya saja." Shafira menghela nafas panjang dan mengangguk, "yasudah, tidak apa-apa. Makasih juga loh, Mbok sudah mau membawakannya ke sini."
"Sama-sama. Kalau begitu Mbok kembali ya Non." Shafira mengangguk, "iya, Mbok. Silakan."
Setelah kepergian Mbok Murni, Shafira melangkah mendekati meja belajarnya. Menatap semangkuk bubur ayam dan segelas air yang telah dibawakan oleh Mbok Murni atas permintaan Erlinda, Mamanya.
Hari ini Shafira memang tidak berangkat sekolah, karena dilarang oleh Dendi dan Erlinda. Mereka beralasan jika kondisi Shafira belum sepenuhnya pulih. Padahal luka yang ia dapatkan tidak parah. Hanya luka kecil. Tapi, mau bagaimana lagi, semua yang kalimat yang keluar dari muluh kedua orang tuanya adalah sesuatu yang mustahil untuk dilanggar.
Dua hari ia dirawat di rumah sakit, tetapi tak membuat kedua orang tuanya terusik dan meninggalkan pekerjaannya. Hanya Mbok Murni dan Salma yang setia menjaganya.
Shelly beserta teman-temannya yang lain datang untuk menjenguk, selain itu beberapa guru juga datang. Tapi seseorang yang sangat ia nantikan kedatangannya, seolah hilang ditelan bumi.
Walaupun begitu, ia sempat merasa bingung dan penasaran dengan sikap kedua orang tuanya yang terbilang, tak biasa. Saat ia sampai di rumah, ia disambut hangat oleh Erlinda dan Dendi. Mereka memeluknya, mengucapkan kata 'selamat kembali ke rumah', lalu mengantarkannya ke kamar, membuat hatinya menghangat. Apalagi perhatian yang mereka berikan. Walaupun masih melalui perantara, yaitu Mbok Murni, tetapi Shafira bisa merasakan kebahagiaan, dan kejanggalan.
Bagaimana tidak janggal. Dari dulu, Shafira tidak pernah mendapatkan semacam ini. Semua yang seharusnya dilakukan oleh seorang ayah dan ibu, digantikan oleh seorang art. Tapi sekarang, secara tiba-tiba semua berjalan seolah sesuai kewajibannya.
Tak ingin merasa lebih pusing karena terus memikirkan semua kejadian yang menurutnya tidak biasa. Shafira memilih untuk mengikuti alur yang telah ditentukan oleh takdir. Bukannya berserah diri, tetapi sekarang ini ia sedang tidak ingin merasa terbebani. Cukup mengubah sedikit, sesuatu yang belum sesuai harapan. Itu, jika bisa. Jika tidak bisa, yasudah, biarkan saja.
Shafira menyantap bubur itu dengan hikmat. Bubur ayam langganannya ini memang selalu bisa membuat lidah tak mau berhenti mengunyah. Apalagi kuah kari, sayur, kacang, daging ayam dan kerupuk yang dicampur menjadi satu dengan buburnya membuat mood Shafira bertambah baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shafira Story [END!]
Ficção Adolescente[ BELUM REVISI! ] [PROSES TERBIT! ] ☆☞ WELCOME TO MY SECOND STORY ☜☆ 📌 No plagiat-plagitor dan siders! →♡←→♡←→♡←→✧☆✧←→♡←→♡←→♡← Memang benar kata mereka, jangan terlarut dalam zona nyaman karena takdir tak selamanya akan sama. Kenyataan tidak semua...