Kenangan Yang Tak Ingin Diingat

53 39 6
                                    

Shafira menghentikan kegiatan menulisnya saat ponselnya menyala memperlihatkan sebuah notifikasi.

Shafira menghentikan kegiatan menulisnya saat ponselnya menyala memperlihatkan sebuah notifikasi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Shafira menghela nafas panjang lalu melirik CCTV yang berada di sudut kanan kamarnya. Sudah dipastikan jika sekarang orang tuanya tengah memantau CCTV, terutama CCTV yang berada di kamarnya. Inilah kehidupannya. Selalu dipantau dan diawasi, baik di rumah maupun di luar rumah. Tak ada lagi kebebasan yang ia rasakan setelah kepergian dia. Seseorang yang berperan sebagai guru kedua di hidupnya.

"Bagaimana aku bisa berhasil jika terus seperti ini." Shafira tersenyum getir menatap buku-buku yang tergeletak di atas tempat tidur.

"Apa kamu juga pernah merasakan ini? Atau hanya aku yang memiliki takdir seperti ini?"

Matanya terpejam kala sepenggal memori masa lalu berputar kembali di dalam ingatannya. Bagaikan kaset rusak, berbagai kejadian berputar secara acak. Kenangan itu. Kenangan yang seharusnya dibuang, mengapa sekarang harus berputar kembali?

"Awss...," ringis seorang gadis cilik bertopi hitam.

"Eh kamu kenapa?" tanya gadis cilik berambut pendek, khawatir.

"Ah tidak apa-apa. Tadi hanya tersandung batu kecil. Aku kurang berhati-hati, hehe." gadis cilik bertopi hitam itu tersenyum memperlihatkan gigi-giginya.

"Astaga, aku kira kamu kenapa. Tadi aku sudah khawatir tau," ucap gadis cilik berambut pendek.

"Maaf, karena aku sudah membuat kamu khawatir." Gadis cilik berambut pendek mengangguk. "Tak apa, Aja. Itu bukan salah kamu."

Gadis cilik bertopi hitam yang dipanggil 'Sha' itu mengangguk.

"Sebenarnya kita mau kemana, Ra?" tanya 'Sha' sambil melihat jalanan yang tidak seramai biasanya.

"Cari gulali, kamu mau?" tanya gadis cilik yang dipanggil 'Ra'.

"Shasa mau. Tapi kita cari dimana?"

"Aku juga belum tau, makanya ayo kita cari!"

"Nanti kalau Mama, Papa tau. Apa mereka tidak marah? Aku takut mereka marah," kata Shasa menatap gadis di depannya.

"Tidak akan. Kalau mereka marah, ada Hira yang akan melindungi kamu." Shasa tersenyum lalu mengangguk.

"Ayo!" Hira menggenggam dan menarik tangan Shasa untuk ikut dengannya. Mereka berdua berjalan beriringan di trotoar.

"Shasa, stop!" Shasa menghentikan langkahnya, menatap Hira bingung. "Ada apa? Kenapa berhenti?"

"Lihat itu." Pandangan Shasa mengikuti arah jari telunjuk Hira.

"Gulali!" seru Shasa tersenyum senang.

"Ayo kita ke sana!" Shasa melihat jalanan, lalu menatap Hira. "Aku tidak berani. Nanti kalau kita tertabrak bagaimana?"

"Tidak usah takut. Kan ada Hira!" ujar Hira.

Shafira Story [END!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang