Shafira menghela nafas, melirik selembar kertas hasil ulangan Matematika kemarin yang ditaruh di antara tumpukan buku.
"Biarlah aku menyembunyikannya terlebih dahulu."
Mengambil handphone yang berada di atas meja belajar, lalu berjalan keluar kamar untuk menemui Mang Mamat.
Hari ini Shafira akan berkunjung ke rumah Salma, sesuai janjinya semalam. Sudah hampir tiga minggu ia tidak berkunjung ke rumah Salma. Biasanya, seminggu sekali ia akan berkunjung ke rumah Salma untuk main serta belajar bersama, dan Mang Mamat yang selalu mengantarnya.
Jika kalian bertanya, kok orang tua Shafira tidak melarang? Katanya anak strict parents.
Seharusnya si tidak, karena Shafira dan Salma sudah berteman sejak mereka berada di bangku SMP. Salma pernah beberapa kali main ke rumah Shafira dan bertemu dengan orang tua Shafira. Pernah, sekali Salma berbincang-bincang dengan orang tua Shafira, banyak yang dibincangkan, tetapi lebih banyak pertanyaan yang dilayangkan untuk Salma. Itulah alasan mengapa Shafira diijinkan untuk main ke rumah Salma.
Seperti sekarang ini. Shafira sudah berada di rumah Salma. Rumah minimalis yang tertata rapi membuatnya tidak terlihat berantakan dan sempit.
"Mama sama Bapak kamu kemana, Sal?" tanya Shafira.
"Mereka sedang belanja, ke pasar," jawab Salma yang sedang menata buku.
"Aku jadi kangen memakan lontong kari buatan Bapakmu, Sal." Salma tersenyum, menaruh beberapa bukunya di atas tempat tidur, lalu ia naik dan duduk di samping Shafira. "Kalau mau, besok main lagi ke sini. Besok Bapakku mulai jualan lagi, hehe.".
Shafira berpikir sejenak. Sepulang sekolah? Mana bisa. Kan ia harus belajar untuk Olimpiade nanti, bersama Bu Rini.
"Aduh, sepertinya kalau besok sepulang sekolah, aku tidak bisa Sal."
"Loh kenapa?" tanya Salma penasaran.
"Ya kan, kamu tau sendiri. Aku ikut Olimpiade Kimia mandiri, dan setiap pulang sekolah, aku harus menemui Bu Rini untuk belajar."
"Bagaimana kalau besok, Salma bawakan saja lontong karinya ke sekolah? Eh, tapi, itu terserah Safa si, Salma hanya menawarkan."
"Boleh, kalau tidak merepotkan Salma, hehe."
"Tidak sama sekali!" Salma tersenyum menatap Shafira. "Oke. Besok Salma bawakan."
"Oke!"
Yeah. Bapak Salma memang seorang penjual lontong kari, dan Ibunya penjual sayur-sayuran. Setiap pagi, Salma selalu menyempatkan diri untuk membantu Ibu dan Bapaknya, baik di hari libur maupun tidak. Terlahir dari keluarga sederhana tak membuat Salma merasa malu dan gengsi. Justru, itu yang membuat Salma terus bersemangat tak kenal lelah dalam belajar dan berusaha, demi menggapai cita-cita.
"Eh iya, astaghfirullah. Salma lupa belum buatkan minum. Tunggu sebentar ya. Salma akan buatkan minum dulu."
Salma langsung turun dan berlari pelan keluar kamar. Shafira yang melihat itu, menggeleng-gelengkan kepalanya lalu menoleh, melihat beberapa buku milik Salma. Tangannya bergerak mengambil satu buku yang terlihat menarik di matanya.
"Asvathama Cidra?" Karena penasaran, Shafira membuka buku itu dan membacanya.
Detik demi detik berlalu. Shafira tampak fokus membaca cerita itu. Cerita yang mengisahkan tentang kehidupan seorang anak kecil yang sudah mendapatkan tuntutan serta kekerasan dari orang tuanya. Sekilas, cerita itu mirip dengan kisah hidupnya. Hanya saja, pemeran dan aksi kekerasan yang menjadi pembeda antara kisah hidupnya dengan kisah hidup anak yang malang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shafira Story [END!]
Fiksi Remaja[ BELUM REVISI! ] [PROSES TERBIT! ] ☆☞ WELCOME TO MY SECOND STORY ☜☆ 📌 No plagiat-plagitor dan siders! →♡←→♡←→♡←→✧☆✧←→♡←→♡←→♡← Memang benar kata mereka, jangan terlarut dalam zona nyaman karena takdir tak selamanya akan sama. Kenyataan tidak semua...