"Pagi Mbok, Mang." Mendengar suara itu, Mbok Murni dan Mang Mamat langsung menoleh, menatap Shafira syok.
"Loh, Non?" Shafira menatap Mbok Murni bingung. "Ada apa Mbok?",
"N-non, kok–"
Shafira menatap Mang Mamat dan Mbok Murni bingung. " Kalian kenapa si? Kenapa muka kalian terlihat khawatir seperti itu?" Menatap Mbok Murni meminta penjelasan. "Mbok? Apa ada masalah?"
"Eh, ah, tidak. Tidak Non, tidak ada masalah," jawab Mbok Murni dengan cepat.
"Tapi mimik muka kalian terlihat seperti sedang mengkhawatirkan sesuatu," kata Shafira.
"Itu, Non. Em, iya. Kamis Edang khawatir. Mbok Murni barusan bercerita, semalam ia mimpi tapi seperti bukan mimpi," jelas Mang Mamat mulai jujur.
"Bagaimana mimpi itu? Mengapa kalian sampai kalian terlihat khawatir seperti ini?" Mbok Murni melirik Mang Mamat sekilas, menghela nafas panjang. Sepertinya ia harus menjelaskan yang sebenarnya. "Begini Non. Semalam Mbok mimpi Non Safa itu dibawa pulang oleh beberapa teman Non Safa dengan keadaan pingsan."
"Pingsan?" beo Shafira.
"I-iya, Non," jawab Mbok Murni ragu-ragu.
"Lanjutkan, Mbok," titah Shafira.
Mbok Murni menelan ludah, melirik Mang Mamat yang tengah menatapnya sambil mengangguk-anggukkan kepalanya, pelan. "Di dalam mimpi itu. Non pingsan lama... pisan, membuat kita berdua menjadi khawatir. Saat Mbok tinggal ke dapur, Mbok mendengar suara Non yang berteriak sangat kencang seperti orang kesakitan. Buru-buru Mbok kembali ke kamar Non, sama Mang Mamat. Tapi sampai di sana–"
"Ternyata Non masih pingsan." Mang Mamat melanjutkan dengan cepat, membuat Shafira terbengong, menatap Mang Mamat dan Mbok Murni bingung.
"M-mak-sudnya?"
"Eh, Non, mau sekolah kan?" tanya Mang Mamqt yang berusaha mengalihkan pembicaraannya. "Ayo, Mamang antar Non sekolah terlebih dahulu. Ceritanya bisa di lanjut nanti setelah Non pulang sekolah. Kalau tetap dilanjutkan sekarang, Non bisa telat."
Seakan tersadar, Shafira menepuk jidatnya. "Oh, astaghfirullah. Aku sampai lupa dengan itu!"
"Ayok, Non. Ini sudah hampir jam tujuh, nanti Non telat." Shafira mengangguk lalau menyalimi Mbok Murni. "Aku berangkat dulu, Mbok. Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam. Hati-hati Non!" Shafira menoleh sekilas sambil mengacungkan jempolnya.
Di sepanjang perjalanan, hanya ada keheningan. Shafira yang sibuk bermain ponsel, dan Mang Mamat yang sibuk menyetir. Sesekali melirik Shafira dari kaca spion tengah.
Setibanya di sekolah, Shafira langsung masuk untuk ke kelas. Tapi, ada yang membuatnya bingung. Kenapa teman-teman kelasnya terkejut saat ia memasuki kelas?
"Ada apa?" tanya Shafira kepada teman kelasnya.
"Kok kamu berangkat? Bukannya kamu sakit ya?" tanya Aulia.
"Iya, kan udah buat surat, kenapa malah berangkat?" tanya Anisa menyahuti membuat Shafira bertambah bingung.
"Sejak kapan aku buat surat? Aku tidak merasa buat surat." Aulia, Anisa, Keysha serta beberapa siswi lain yang ada di dalam kelas saling melirik.
"Tapi, Shelly yang membawa surat itu," kata Zafa.
"Berasa kayak ada yang manggil." Shelly memasuki kelas. Langkahnya terhenti kala sadar ada keberadaan Shafira. "Loh, Shafira. Kamu berangkat?" tanyanya sedikit heboh.
"Kamu buat surat atas nama aku?" tanya Shafira yang tak menghiraukan pertanyaan Shelly untuknya.
"Eh, em. Itu, aku, minta maaf." Shelly sedikit menunduk. "Aku buat surat atas nama kamu karena aku kira, kamu tidak akan berangkat hari ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Shafira Story [END!]
Teen Fiction[ BELUM REVISI! ] [PROSES TERBIT! ] ☆☞ WELCOME TO MY SECOND STORY ☜☆ 📌 No plagiat-plagitor dan siders! →♡←→♡←→♡←→✧☆✧←→♡←→♡←→♡← Memang benar kata mereka, jangan terlarut dalam zona nyaman karena takdir tak selamanya akan sama. Kenyataan tidak semua...