Keluar dari kamar mandi, aku menuju kasur. Sambil mengusap-usap rambut dengan handuk.
"Masih belum ada kabar dari Lo?"
"Belum, Ham" jawabku pada Abraham. Pasalnya sejak kejadian konyolku seminggu lalu kekhawatiranku kepada Lo semakin menjadi. Belum lagi hukuman dari mayor Idris yang harus aku jalani. Dengan sedikit rasa terpaksa aku harus melaksanakan lari pagi sebelum subuh. Begitu matahari sudah sepenggalah, keringatku juga sudah membasah.
Setiap kali bertemu dengan letting dan juniorku. Ku pasang saja muka tembok. Meski banyak juniorku yang mengejek.
"Hukuman mayor Idris sudah selesai?"
"Sudah"
"Baguslah, kau tidak perlu bangun sebelum subuh lagi!"
Aku mengangguk menyetujui perkataan Abraham. Dialah letting yang paling dekat denganku.✍️
"Izin bang, ada Kapten Ghazi mencari Abang."
Semua rekan-rekanku menatapku bingung. Mereka tahu, Ghazi adalah kapten marinir dari Mako Surabaya yang latihan bersama kami minggu lalu.
"Di mana dia?" tanyaku pada Deka.
"Izin, diluar mess bang. Sudah menunggu Abang" balasnya.
Aku segera berjalan melangkah keluar mess. Tatapanku berhenti pada sosok yang berdiri menyandar ke tembok. Sedikit bingung, kenapa dia tiba-tiba ada disini. Setahuku, dia sudah kembali ke Surabaya bersama anggotanya.
Aku menepuk pundaknya sebagai tanda menyapa, dia menoleh.
"Belum balik ke Surabaya?" tanyaku.
"Sudah. Aku kesini ingin mengabari kau soal Lo."
"Bagaimana Lo. Dia sudah pulang, kenapa tidak menghubungiku?"
"Bukan! Aku dapat kabar dari temanku. Lo tidak jadi ke Bunaken. Dia sekarang berada di Pineleng."
"Ada apa dengan Lo?" rasa penasaranku sudah melunjak.
"Kendaraan yang ditumpangi Lo dan timnya kecelakaan sebelum sampai ke Bunaken" jelasnya yang membuatku sangat panik.
"Keadaan Lo bagaimana?!"
"Lukanya tidak parah. Dia berada di mobil kedua. Jadi, lusa Lo akan pulang."
"Alhamdulilah, Ya Rabb!" ucapku bersyukur.
"Bagaimana lusa kita jemput Lo?"
"Tentu!"
✍️
Ketika sedang duduk bersama rekanku.
"Zayn, kau kenal dekat dengan Kapten Ghazi itu?" tanya Rizqi, rekanku yang berasal dari tanah rencong.
"Iya! Kelihatan kau kenal sekali Zayn?" ucap Ilham.
"Ahh ngaklah! Kalian salah,"
ucapku enggan mengatakan yang sebenarnya.Padahal, memanglah aku kenal Ghazi. Dia sahabatku juga, kami bertiga. Aku, Lo dan Ghazi sudah berteman lama. Kami memang dekat dan sangat peduli satu sama lain.
"Kalau ngak, kenapa dia mencari kau Zayn?" tanya Ilham tak percaya.
"Kami kenal sejak latgab kemaren kok!" jawabku.
"Ahh, tak percayalah aku. Kalian sudah kenal lama yaa! Ku dengar-dengar Kapten Ghazi itu terkenal di kesatuannya." ucap Togar curiga.
"Teman SMP, SMA, Diksar?!" tanya Gilang mengintrogasiku. Tak mempan, Lang!
"Terserahlah!" balasku pura-pura bosan dengan topik pembicaraan ini.
Yang aku pikirkan kini adalah Lo. Bagaimana keadaannya? Tadi aku coba menghubunginya tapi tetap saja nomornya tak aktif.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIALOGUE
Dla nastolatkówDi dunia ini hanya ada serba dua, kiri-kanan, maju-mundur, menang-kalah. Begitu juga dengan hati, memilih atau melepas. Menerima atau mengikhlaskan, dekat lalu menjauh ataukah jauh lalu mendekat? Siapakah dipilih untuk mendampingi? Jemariku bisa me...