RIO vs KEVIN

4 0 0
                                    

Turun dari mobil, Kevin masih menahan kesal karna ejakan Mas Rio. Aku dan Mas Danan berusaha agar tertawa jaim di depan Kevin. Lokasi syuting travelling timku adalah Nusa Tenggara Timur. Saat ini, kami baru sampai di salah satu warung masakan lokal setelah menempuh perjalanan darat selama tiga belas jam.

Kami duduk lesehan, di samping kiriku ada Kevin, di sebelahnya Mas Danan lalu Mas Rio. Sebelah kananku ada Mbak Afsha, Bang Bagus, di depannya duduk Bang Randi, Mas Wahyu, Mas Ferdi, dan Mas Yogi.

"Muka lho kayak cucian ajaa Vin," ujar Mas Wahyu memulai dongeng.

"Iyaa pasti Rio bikin kesel Kevin Mas," tuduh Mas Yogi yang sepenuhnya benar.

"Apa lagi kelakuan lho Yo?" tanya Bang Bagus ikutan kesal.

"Ngak ada bang," jawab Mas Rio cengengesan.

"Bohong Yoo! Dosa lho," bantah Mas Danan.

"Mas Danan gimana sih?! Malah belain Kevin, tadi Mas ikutan juga ngetawain Kevin.." ujar Mas Rio tidak mau disalahkan.

"Yaa kalo masalah ngetawain sih Ananta juga ngetawain loh," aku memelototi Mas Danan yang melempar kesalahannya padaku.

"Yang mulaikan Mas Danan," ujarku membela diri.

"Kamu ikutan nyalahin saya," ucapnya lengkap dengan logat Jawa.

"Memang sampean salah toh," Mas Danan balik memelototi ku.

"Kamu suka Kevin ya Ta?" tuduh Mas Rio yang membuat semua orang menatapku.

"Apaan sih mas?"

Jangan tanya Kevin, ia masih asyik dengan rambut merah tembaganya.

"Kalo ngak, kenapa belain Kevin terus?" ujarnya lagi.

"Lho jeoleus Yo?!" tanya Bang Randi.

Gantian sekarang Mas Rio yang mendadak bisu dan beku.

"Sembarangan bang! Ya ngak maulah saya sama Ananta.." ujarnya tak tahu adat.

"Siapa bilang aku gelem karo sampean mas," ujarku mengundang tawa semua orang.

"Rasain lho Yo, Ananta nolak lho tuh!" ujar Mas Ferdi memanaskan air ehh situasi.

Kevin ikutan tertawa mengolok Mas Rio.

"Padahal tadi sibuk godain Ananta Mas," tambah Mas Wahyu.

"Kok lho tau Mas?"

"Yaa tau lah! Semua penghuni mobil gue juga denger.. receeh banget sih!" tambah Mas Wahyu.

"Iyaa, lho lupa Yo matiin HT lho. Kita semua denger lho godain Ananta dari tadi.." ujar Mbak Afsha.

Muka Mas Rio memerah hingga ke telinganya, aku dan Kevin tertawa lepas menertawakannya.

"Sialan lho Kevin, kan HT gue lho yang simpen!" umpatnya kesal.

"Sekali-kali lho yang gue kerjain Yo!" ujar Kevin tanpa embel-embel Mas.

"Puas banget lho Vin?"

"Belum, Mas.." jawab Kevin dengan tatapan penuh arti.

Kami menyantap makanan yang dihidangkan, selama perjalanan belasan jam ini aku hanya memakan bekal yang kami siapkan. Jadi tidak heran jika kami memesan lebih dari dua porsi perorang. Menu pecel, tahu tempe sambal terasi, sayur lodeh, semur, uduk dan lainnya terasa sangat menggugah selera.
Suka cita, kebersamaan menjadi penyedap santapan kami.

Selesai makan, aku menyenderkan punggung ke dinding yang terbuat dari anyaman bambu. Aku merogoh saku mengeluarkan ponsel ingin mengabari Nina, tapi spam chatnya sudah memenuhi layar ponselku. Setelah membalas pesan Nina, aku membuka galeri ponselku sekedar melihat foto lama. Nama Ghazi muncul tiba-tiba di layar, aku segera mengetikkan kata menanyakan kabar dan kegiatannya saat ini. Tak lama Ghazi membalas kembali pesanku. 

Sudah satu jam aku dan tim baruku menghabiskan waktu di warung makan ini. Mas Ferdi mengajak agar segera melanjutkan perjalanan. Kami semua kembali memasang sepatu, sandal dan memeriksa setiap barang kecil agar tidak tertinggal. Tentang rencana perjalanan ini sebenarnya ada dua opsi jalan darat atau transportasi udara. Sayangnya di jadwal keberangkatan yang kami sepakati tidak ada pesawat yang langsung menuju kota Bima harus transit dulu di Surabaya. Sisa waktu kami tinggal sedikit jika harus menunggu, maka jalur darat jadi lebih efektif kami bisa memulai perjalanan di jam sepuluh pagi.

Tiga mobil berjejer meninggalkan warung, aku melirik jam di tangan sudah menunjukan sepuluh menit lewat dari pukul dua puluh empat. Memasuki dini hari, kendaraan kami membelah jalanan Jawa Tengah. Tampak beberapa kendaraan lain masih bergerak menuju berbagai tujuan.

"Tidur Ta!" aku mengangguk mengiyakan perintah Kevin.

Tubuhku setengah lelah karna aku tidak benar-benar bisa tidur nyenyak saat dalam perjalanan.
"Lho ngak bakalan bisa tidur kalo terus di samping Kevin Ta," ujar Mas Rio yang seperti tak suka bila aku akrab dengan Kevin.

"Jangan didengerin Ta. Rio lagi kepanasan aja tuh," sindir Mas Danan.

"Iyaa mas.. Mas Rio mau aku kipasin pake mixer?" balasku tertawa.

"Dikira kue!" umpat Mas Rio.

"Iyaa, Ananta ngak sabar lagi mau ngulek-ngulek lambemu.." jawab Mas Danan santai.

"Lagian cuma nyuruh Ananta tidur kok lho yang marah sih!" ungkap Kevin.

"Iyalah, kan Ananta cuma buat gue!"

"Perasaan tadi lho udah ditolak Yo.." suara Mbak Afsha berasal dari HT Mas Danan yang ditaruh di dashboard. Mas Rio terperanjat mendengar suara itu sedetik kemudian baru dia paham.

"Matiin HT lho mas! Sengaja lho yaa bikin malu gue.." tuduh Mas Rio pada Mas Danan.

"Emang lho punya malu?!" ucap Kevin yang membuatku menatapnya tanpa berkedip.

Tawa ghaib menghiasi mobil kami, para kru di dua mobil lainnya diam-diam memonitor segala percakapan kami. Senjata makan tuan, Mas Rio dijadikan tumbal kekonyolan tim. Kevin makin tersenyum lebar, baru aku tahu posisi Kevin sebagai audioman. Mengurus segala peraudioan termasuk menyalakan HT Mas Danan tanpa ketahuan.

"Sialan lho Kevin!!" racaunya semakin kesal.

"Seneng banget lho Vin..." ujar Mas Ferdi masih melalui sambungan HT.

"Iyooo" balas Kevin lengkap dengan Mad Alif. Diiringi suara dari semua kru.

"Sialan lho pada, bahagia di atas penderitaan gue!" ujar Mas Rio masih panas dalam.

Aku menekan tombol di HT, "Ademin dulu mas pake inzana."

"Kirain pake daun suji," timpal Mbak Afsha.

"Mau bikin kue ape mbak?" sahutku.

"Ngihh, apenye dong... Apenye dong.. Apenye..."   Mas Wahyu bernyanyi ria dengan suara ala Caknan. 

"Terserah lho pada..!" ucap Mas Rio ambekan.

"Nahh lho tanggung jawab Vin," ucap Mas Danan.

"Lohh, saya ngak ngapa-ngapain yaa." Jawab Kevin mengundang ketawa semua orang, aku memukul ringan lengan Kevin menggunakan topi petku.

"BANGSAT!!!" ucap Mas Rio  marah.

"Marah terus lho Yo, minum obat dululah..." saran Bang Bagus.

"Bujukin Ta, ngak kasihan Karo katresnan koe..." ujar Bang Randi.

"Bukannya gak mau bang, tapi aku baru aja lepas dari terkaman buaya amit-amit ketangkap kadal Persia bang.." jawabku membuat Mas Rio memicingkan mata penuh dendam.

"Iya deh, lho hati-hati ya Ta. Minta Mas Danan jadi pawang kadal Persia itu.." pesan Mas Yogi.

"Inggih Mas.."

"Aman kalo buat jaga Ananta mah, bisa dibicarakan.." jawab Mas Danan penuh kode.

"Danan pake ngitung segala, Kevin aja jaga Ananta.." titah sang produser.

"Siap mas, lahir bathin saya jaga.." ujar Kevin menatapku tersenyum tanpa aku tahu artinya. Mas Rio melirikku dengan tatapan Nyai Lampir. Mas Danan mengetukkan clapping board, "CUTTT!!" 

                          ✍️✍️

DIALOGUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang