Bandara 13.00 WiB

4 1 0
                                        

Dengan rasa tak sabar, aku menunggu kedatangan Lo yang kabarnya akan landing pukul 13:00 Wib. Sambil menghembuskan nafas kasar sedari tadi, aku meremas jemari. Sungguh sangat lama, entah karna terlalu khawatir dengan Lo membuatku uring-uringan. Sejak tadi malam pikiranku gelisah. Rasanya ingin sekali ku sebrangi laut Sulawesi untuk menjemput Lo.

Pukul 10:08 Wib, aku sudah berada di bandara. Hampir tıga jam aku harus menungu Lo. Soal Ghazi dia harus mengambil penerbangan subuh dari Surabaya ke Jakarta. Namun, hampir pukul 12 siang belum tampak batang hidung Kapten Marinir itu. Tak terasa Panggilan Sang Khalik sudah sampai ke telingaku. Segera ku bergegas menuju Musholla untuk menunaikan kewajiban umat manusia.

Usai Shalat, aku kembali menuju tempat kedatangan. Ku pasang telinga lebar-lebar agar bisa mendengar informasi landing pesawat. Masih dengan rasa yang tak karuan karna sudah lewat dari pukul 13:00 Wib, aku belum mendengar pesawat Lo mendarat. Lain halnya dengan Ghazi yang anteng duduk sembari menyedot minuman kaleng. Entah sudah berapa lama hantu laut ini berada disini. Aku tak mendengar suaranya dari tadi, sejak kapan dia disini?

"Udah setengah jam." jawabnya seakan paham maksud darı tatapanku.

"Bukannya kau mengambil penerbangan subuh?" tanyaku menyelidik.

"Tidak jadi, adanya penerbangan pukul delapan.."

"Kalau pukul delapan harusnya kau sudah disini sejak sebelum Zuhur!" ucapku sedikit kesal.

"Kau saja yang terlalu rajin! Aku bilang landingnya pukul satu siang. Kau datang pagi!" balasnya.

"Ini karna aku khawatir dengan Lo!"

"Khawatir sih khawatir! Tapi jangan seperti orang gila kau!"

"Terserah kaulah! Kau katakan landing pukul satu, setengah dua belum datang juga! Yang betul kau?!" umpatku pada Ghazi.
Ia terus menyedot minuman kalengnya tanpa mempedulikan umpatanku hingga menimbulkan suara yang memekakkan telinga daripada kebisingan pesawat.

                             ✍️

Pesawat yang ditumpangi Lo baru mendarat pukul 14.30 WIB.
Nyaris telat hampir dua jam.
Bersama Ghazi, aku berdiri dekat-dekat dengan pintu masuk kedatangan. Aku melihat Lo dari kejauhan seperti susah berjalan. Segera ku hampiri dia, tidak peduli garis pembatas yang ku lewati. Yang terpenting adalah Lo.

"LO!" teriakku dari jarak dua meter. Dia melihat ke arahku.

"Lah ada kamu juga? Kırain aku ngak ada di jemput." balasnya saat aku dan Ghazi sudah didepan matanya.

"İyalah dijemput! Mana yang luka?!" tanyaku khawatir. 
Jujur saja melihat keadaan Lo yang susah berjalan membuat hatiku juga teriris. Andai saja waktu bisa ditarik mundur. Aku tidak akan mengizinkannya pergi waktu itu. Tidak akan!

"Woi!! Bengong yaa?!" teriakan Lo membuat aku tersadar dari lamunanku.

"Eehh.. kamu mana yang sakit?" ulangku padanya.

"Jangan interogasi disini! Bawa pulang!" ucap Ghazi menegurku.

Kami berdua memapah Lo hingga sampai ke mobil, tak lupa menyandang tas Lo di pundak masing-masing.

"Ayo jalan! Ngak sabar nih mau makan."

"Biasanya orang sakit ngak nafsu makan!" ucap Ghazi sambil menyalakan mobil.

"Laper tau!!" balas Lo, ia juga tak mau kalah rupanya.

"Ayo jalan!!" tegas Lo.

"Siap ndan!"

"Zayn, kok kamu diam aja sih?" tanya Lo saat mobil kami sudah berbaur dengan padatnya jalanan kota.

"Zayn!"

"Apa?" jawabku.

"Kok diam aja sih, Zayn?!" Beginilah sifat Lo, kadang dia peka sekali dengan kodeku.

"Zayn.. Zayn.. Zain Malik, Zainuddin....!"

"LO DIAM!!" perintahku membuatnya bungkam. Memang Lo akan selalu memaksaku bicara jika ada kejanggalan dari sikapku, seperti ketika aku diam sekarang.

"Mau nanya, kamu kok diam aja sih?" tanyanya hati-hati.

"Khawatir sama Lo tuh! Bikin uringan-uringan dia!" ucap Ghazi sedikit meledekku.

"Serius? Kamu khawatir segitunya yaa?" tanya Lo menjebakku. Memang dia tidak ada bedanya dengan wartawan.

"Hmm.., Mmm."

"Kamu sariawan?" tanya Lo lagi padaku.

"Perasaan tadi kau sehat-sehat saja!" Memang Ghazi ini tidak bisa diajak kerjasama, dia terus-menerus memojokkanku.

"Ngak!" jawabku.

Lo kembali mengangguku dengan menoel-noel lenganku menggunakan pengaruk punggung. Hingga aku resah akan kelakuannya.

"Apa?!" ucapku tak tahan lagi.

"Kamu belum jawab pertanyaanku." balasnya.

"Aku.. oo..aku.. ann..."

"Iya! Dia khawatir sekali sama kamu Lo. Sampai-sampai teriak memanggil namamu saat waktu istirahat Latıhan gabungan dengan kompi Marinir Surabaya." Aku menepuk keras lengan Ghazi. Bisa-bisanya dia membahas kejadian memalukan itu didepan Lo.

"Haaaahh?! Beneran?!" tanyo Lo tak percaya.

"İya!! Beneran!" jawab Ghazi.

"Serius kamu teriak manggil aku? ZAYN!" tanya Lo memastikannya padaku.

"Zayn!!" Panggil Lo padaku.

"İya! Benar, Puas!!" jawabku membuat Lo terdiam.

Maka, inilah cerita kami bertiga "DIALOGUE"

                          
                          ✍️✍️

DIALOGUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang