Mobil Satria memelan dan lelaki itu memutar setir untuk berbelok. Mereka memasuki sebuah panti asuhan. Ia pun memarkir mobilnya di garasi khusus staf.
"Welcome home," ucap Satria sambil tersenyum.
Hari sudah sore ketika mereka tiba. Javas yang tampak akrab dengan tempat itu berlarian menghampiri anak-anak yang sedikit lebih tua darinya.
Anak-anak itu pun menyambut Javas dengan riang. Mereka berpelukan dam menggandeng Javas masuk lebih dalam ke area panti.
Halaman panti begitu luas dihiasi taman bunga yang sangat rapi. Ada tiga gedung di dalam area tersebut. Dua gedung bertingkat dua adalah asrama untuk anak lelaki dan perempuan. Satu bangunan yang agak ke belakang bentuknya seperti rumah pada umumnya.
Satria yang membawa tas Kirana melangkah menuju bangunan berbentuk rumah itu. Lalu mempersilakan wanita itu masuk setelah melepas sepatu.
Rumah itu tidak besar tapi juga tidak sempit. Suasananya hangat dan nyaman.
Ketika masuk melewati pintu depan, ia melihat sebuah pigura yang tergantung. Foto bunda dan seorang lelaki yang Kirana tebak adalah bapak. Mereka tampak lebih muda dan bahagia.
"Aku balik ke sini sejak bulan lalu. Soalnya kalo malam nggak ada yang jaga bunda. Untungnya Gina nggak keberatan. Jadi Tara juga punya banyak teman di sini." Jelas Satria.
Siapa lagi itu Gina dan Tara?
"Mama!" Javas berlari sambil memanggil Kirana. Bocah itu bergandengan tangan dengan bocah lelaki lain yang tampak sedikit lebih tua dan mirip Satria.
"Bude!" Seru bocah satunya.
"Tara, jangan teriak gitu. Harus sopan. Salim dulu ke buda. Terus, mana ibu kamu?" Tegur Satria.
Kirana pikir Satria masih lajang, sebab penampilannya anak muda sekali. Ternyata anaknya lebih tua daripada Javas. Membuat wanita itu penasaran dengan umur adiknya itu.
"Ibu lagi bantu masak di dapur besar," ucap anak lelaki yang dipanggil Tara itu.
"Ma, Javas mau mandi," bisik anak lima tahun itu. Membuyarkan lamunan Kirana.
Javas memang ajaib. Ia tidak perlu dipaksa untuk mandi. Ia bisa sadar kapan harus mandi dan makan. Anak itu sangat disiplin. Kirana bahkan kalah untuk urusan kedisiplinan waktu itu.
"Ayo," ajak Kirana dan menggandeng Javas memasuki kamar tempat Satria meletakkan tasnya tadi.
Kamar itu jelas milik Kiara. Ada pigura foto dengan objek Kiara bersama Javas dan Saka. Lalu di atas meja belajar ada juga tumpukan buku tentang menggambar ilustrasi.
Ruangan sederhana yang tidak seberapa besar itu hanya terdiri dari kasur, lemari plastik, dan meja belajar.
Dulu, pasti Kiara banyak menghabiskan waktunya di kamar itu. Entah itu belajar maupun menggambar. Sederhana memang, tapi rasanya hangat dan nyaman.
Ia kembali teringat dengan bangunan yang dulu disebut rumah. Sebuah hunian yang cukup megah dengan fasilitas lengkap. Kamar Kirana bahkan empat kali lipat lebih luas.
Meski mama dan papa sibuk, namun gelimang materi yang ia dapat menjadikan Kirana hidup layaknya tuan putri. Bahkan cenderung sembarangan sebab tak ada yang mengawasi. Namun, ia selalu merasa hampa.
"Mbak." Satria berdiri di ambang pintu.
"Ya?"
"Aku baru dapat info tentang orang yang Mbak Kiara cari." Ungkap lelaki itu.
"Di mana orangnya?"
"Rumah sakit yang sama kayak tempat bunda dirawat."
Hei, ini sungguh kebetulan. Tubuh Kirana juga ada di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Different (Complete ✓)
RomanceDalam semalam, dunia Kirana si workaholic berubah. Tiba-tiba identitasnya berbeda dan yang lebih mengejutkan adalah ia menjadi ibu rumah tangga. Jadi, apa yang sebenarnya terjadi pada Kirana? Mengapa bisa hidupnya berbeda 180 derajat dari sebelumny...