25. MEMBUKA LEMBARAN BARU

78 8 197
                                    

“Lisa adek lo, Bang?”

Gevano terdiam menatap Andika. Mulutnya mengatup, tidak tahu harus mengatakan apa. Di lain sisi dia juga ingin agar identitas Lisa segera terbongkar dan Lisa tidak perlu capek-capek untuk berpura-pura. Namun, di sisi lain dia juga tidak ingin membuat adiknya kecewa, karena niat awal Lisa menyembunyikan identitasnya karena masa lalu perempuan itu.

“Sejak kapan lo di sini?” Hanya itu yang dapat Gevano ucapkan. Dia masih memikirkan apa yang akan dia ucapkan selanjutnya.

Bukannya menjawab pertanyaan Gevano, Andika justru balik bertanya, “Pertanyaan gue tadi bener?”

Gevano terdiam. “Menurut lo?” pertanyaan Gevano membuat Andika terdiam dengan wajah datarnya. Bukan itu yang ingin Andika dengar. Andika hanya perlu jawaban iya atau sebaliknya.

Ketika Andika hendak membuka suara, pintu dapur lebih dulu terbuka. Terlihat Ethan dan Bagas berlomba-lomba untuk memasuki ruangan dapur.

“Bangke! Gue duluan yang masuk!” sungut Ethan mencegat Bagas.

Mereka kini berlomba-lomba untuk mengambil snack yang ada di lemari dapur. Padahal pintu dapur luas. Namun, entah kenapa terasa sempit.

“Gak! Gue duluan. Enak aja lo!” Bagas ikut mencegat Ethan. Dia tidak mau kalah dengan cowok itu. Dia harus menjadi yang pertama untuk mengambil snack tersisa di lemari.

“Lo yang enak, Dugong! Snack gue lo ambil!”

“Lo yang kebanyakan anjeng!”

“Lo yang ambil snack gue!”

“Lo yang gak mau bagi!”

“Lo yang pelit!”

“Lo!”

“Lo!”

Gevano dan Andika sama-sama terdiam melihat kedua tingkah cowok itu. Sebelum akhirnya keduanya kembali bersitatap dengan mata yang tak dapat diartikan. Tidak ada pembicaraan di antara mereka. Tidak ada juga kelanjutan dari pembicaraan tadi. Semuanya seakan disalurkan lewat pandangan mereka masing-masing. Gevano kemudian berlalu lebih dulu, disusul Andika di belakangnya menuju ruang tamu.

****

Lisa memasuki rumahnya sore hari. Sudah tidak ada teman-teman Gevano. Sebelumnya dia pergi meminjam buku di perpustakaan kota dan membeli batagor langganannya. Kegiatan itu dia lakukan untuk menunggu teman-teman abangnya itu pergi dari rumah. Agak lama menunggu memang, dan itu membuatnya kesal.

Baru saja melewati ruang tamu, dia mendapati Gevano tengah duduk di sofa. Cowok itu bersedekap dada dan menatapnya tajam. Mendapat tatapan seperti itu membuat Lisa bingung. Seharusnya Lisa yang marah karena Gevano tidak memberitahukan jika teman-temannya akan ke rumah.

“Kenapa ke lapangan sama Luky?”

Lisa menautkan alis. “Dari mana Abang tau kalo gue sama Kak Luky?”

“Jawab pertanyaan Abang, Lis,” Gevano menuntut.

“Emang kenapa, Bang? Ada yang salah?”

“Salah. Lo seharusnya gak bareng cowok berengsek kayak dia,” tekan Gevano tajam. Dia sangat tidak ingin jika Lisa dekat dengan Luky.

Mendengar Luky disebutkan seperti itu membuatnya kesal. “Emang ada yang salah ya sama Kak Luky? Enggak ‘kan? Dia cowok baik. Enggak seperti apa yang Abang maksud. Lagian Abang juga belum kenal dia.”

“Abang kenal Luky dari dulu. Dia adek kelas Abang. Abang tau dia cowok apaan dan Abang gak setuju lo deket Luky.” Gevano kini berdiri, menghampiri Lisa dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana.

ARKANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang