Happy reading
°
°
°
°Pagi ini aku terbangun dengan mata sembab mengingat kejadian kemarin. Namun akupun tak bisa apa-apa karna sebenarnya aku tidak punya hubungan dengan Evan.
Perjanjian yang kami sepakati belum usai dan juga Evan belum memutuskan apa-apa. Aku bingung apakah akan tetap melanjutkannya?
Setelah mandi aku keluar kamar karena perutku keroncongan. Aku jalan perlahan menuju ruang makan.
Dapat kulihat Lucy dan Evan sudah teruduk disana dengan posisi bersampingan.
"Sudah Violin biarkan saja" Ucapku dalam hati menyemangati.
Aku tahu diri bahwa aku bukan apa-apa bagi Evan. Jika dibandingkan dengan Lucy, mungkin aku hanyalah sebuah permainan yang dimainkan diwaktu senggang.
Aku sangat berkecil hati tentang itu. Aku tak menyangka bahwa aku justru terjebak dengan rencana yang kubuat sendiri.
Ku dudukkan diriku di seberang Evan. Pelayang satu-persatu mulai menyajikan makanan.
Kumakan makananku dengan perlahan-lahan serta senyap. Melihat bagaimana mesranya Evan dan Lucy di seberang sana.
Entah mengapa melihat mereka makan berdampingan saja membuatku berpikir bahwa mereka sedang bermesraan.
Sudah kucoba untuk mengalihkan mataku dari mereka berkali-kali. Namun nihil, mataku tetap saja selalu memperhatikan mereka yang membuat hatiku berdenyut nyeri.
Tak sengaja kulihat mata Evan memperhatikanku dengan raut bersalah. Namun itu hanya kuanggap sebagai angin lalu. Karena bagaimanapun Lucy memang selalu memenangkan hati Evan.
Tak sanggup berlama-lama, kuputuskan untuk mengakhiri acara makanku dan pergi kemanapun asal tidak di dekat mereka.
"Aku sudah selesai. Terima kasih atas makanannya" Kataku sambil menunduk.
Kulangkahkan kakiku menuju kamarku. Aku sangat bingung harus apa sekarang. Biasanya saat ini kami akan mengobrol atau aku akan membuat pastry untuk Evan.
Tok tok tok
Kudengar suara ketukan di pintu kamarku.
"Masuk"
"Nona..."
Ternyata yang mengetuk adalah Cecilia, pelayan yang diperintahkan Evan untuk mendampingiku.
Selama aku berada di Balrado, aku baru pernah bertemu Cecilia 2x. Aku tidak tahu apakah di Balrado pelayan memang tidak mengikuti nonanya kemanapun atau bagaimana.
"Ada apa Cecil?" Tanyaku sendu.
"Emm.. Daripada anda bersedih, bagaimana jika anda membuat pastry saja" Tawar Cecil.
"Kita bisa memakannya dengan para ksatria nona. Saya pernah mendengar bahwa nona sangat senang memasak" Dia berkata sekali lagi.
Kumenimang ajakan Cecil, sebenarnya itu bukan ide yang buruk, namun mengingat seberapa dekatnya dapur dengan ruang makan membuatku ciut.
"Em.. Tapi disana ada Evan dan Lucy" Jawabku.
"Oh saya tadi melihat mereka sudah pergi bersama nona"
Bersama. Itu adalah satu-satunya kata yang terngiang di pikiranku. Dari semua kalimat Cecil, hanya kata bersamalah yang melekat dikupingku sampai rasanya kata tersebut terdengar terulang-ulang.
"Nona..."
Panggilan Cecil langsung menyadarkan ku yang sedang termenung.
"Baiklah ayo"
Kami berdua akhirnya pergi dari kamarku menuju dapur.
--------------------<><><>----------------------
Ini adalah loyang terakhir. Akhirnya aku selesai membuat 10 loyang croissant. Mengingat betapa banyaknya ksatria yang ada di Balrado.
Ternyata mengikuti saran Cecil tidak seburuk itu, hatiku menjadi lebih tenang setelah memasak. Aku jadi tahu bahwa memasak dapat mengembalikan moodku.
Aku pindahkan semua croissant yang kubuat ke keranjang roti. Aku dan Cecil bergegas menuju barak setelah melihat bahwa ini sedang jam istirahat ksatria.
Setelah sampai, kulihat banyak ksatria yang sedang duduk di pinggir barak sembari meminum air.
"Halo semua" Kataku.
Dapat kulihat semua ksatria langsung bangun dengan serentak. Mengapa mereka berlebihan seperti itu? Pikirku.
Kulihat mata mereka semua memandang lezat kepada keranjang yang aku dan Cecil bawa.
"Aku kebetulan membuatkan kalian croissant. Aku tidak tahu apakah ini sesuai selera kalian, namun aku harap kalian menyukainya" Jelasku sembari tersenyum.
"Kalian boleh mengambilnya satu-persatu" Kataku sembari menaruh keranjang berisi croissant ke atas meja yang tersedia.
Mereka langsung berbondong-bondong maju untuk mengambil croissant. Namun ada satu ksatria yang hanya berdiam diri sembari menatapku tanpa berkedip.
Disaat atensi yang lain teralihkan oleh croissant yang kubuat, ksatria tersebut justru lebih memilih menatapku lamat-lamat. Aku tidak mengerti apa maksud tatapan itu.
Kulihat dia memiliki mata merah dan rambut legam seperti Evan. Dia masih menatapku sampai sekarang.
Aku yang merasa canggung akhirnya memutuskan membuka mulut.
"Anda bisa mengambil jatah croissant anda" Kataku tersenyum.
Namun yang dilakukan ksatria itu adalah berbalik badan dan pergi. Apakah di Balrado kedudukan ksatria setara dengan calon tunangan raja?
Yah walaupun hal itu entah akan terjadi atau tidak, tapi bukankah semua orang di sini tahu akan hal itu?
Aku sedikit bingung dengan tingkahnya. Namun aku berpikir bahwa munkin saja dia tidak suka croissant. Dan itu sebabnya dia melenggang pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Am I
Historical FictionReinkarnasi. Yah percaya atau tidak itu terjadi padaku yang entah bagaimana caranya bisa masuk kedalam suatu webnovel yang kubaca sampai berkali kali sangking sukanya. Namun di kehidupan ini aku hanya figuran biasa yang mungkin hanya akan sekedar le...