"Minette-san, tolong beri tahu Light mengenai undangan masuk untuk penyelidikan--"
"Matte!" Mereka berdua memandang tak mengerti pada Aizawa yang baru saja menghentikan Kana untuk menelepon pria brunet itu. "Apa hubungan Minette dengan Light sehingga Minette berhak memberitahunya ketimbang ayahnya sendiri?"
L memandangnya datar, dia lanjut memakan kuenya karena pertanyaan yang keluar tidak terlalu penting baginya. "Mengingat bahwa Minette-san adalah teman SMA dan kuliah Light, saya rasa itu adalah hal wajar--"
"Teman SMA dan kuliah!? Jangan katakan padaku kalau kalian menyelidikinya diam-diam tanpa sepengetahuan kami!"
Perempatan siku-siku mampir dikening gadis yang dituduh, ditambah kekesalan karena omongan atasannya terus diputus. L menarik ujung hoodie-nya agar tak maju dan melakukan tindakan kekerasan. "Tidak. Minette-san sudah lebih dulu mendaftar di sekolah yang sama sebelum Yagami Light menjadi tersangka. Jadi apa yang terjadi antara mereka berdua menjadi teman adalah suatu hal yang kebetulan."
"Tapi waktu itu Minette bilang bahwa dia sudah lulus sekolah!"
"Minette-san tidak bersekolah sejak kecil dan dia melakukan program kejar kelas tiga tahun yang lalu sebelum akhirnya kuliah dan selesai tahun lalu. Jadi saya rasa tak ada salahnya untuk dia merasakan masa-masa sekolah dalam waktu kurang dari satu tahun. Usianya juga setara dengan anak SMA saat itu."
"J-jadi Minette setara dengan Light?"
"Kurang lebih begitu. Namun aku lebih tua beberapa bulan darinya. Jadi saat usia Light sekarang adalah 19, aku 20. Ngomong-ngomong sudah selesai debatnya? Atasanku memberi perintah untuk mengundang Light."
"A-ah... ha'i."
~~~
"Destiny"
Sebuah kisah sederhana yang menceritakan mereka yang bertemu karena takdir, namun dipisahkan oleh maut.
~~~"Ng..."
Manik karamel yang hampir sewarna dengan surainya yang berantakan, perlahan terbuka ketika merasakan getaran dikasur. Pria itu sengaja ingin beristirahat sejenak karena kegiatannya yang menjaga sang ayah beberapa hari lalu, serta tugasnya kuliah. Karena tak ada kelas, dia berniat bangun sedikit siang, sayangnya panggilan masuk menganggu.
Sedikit mengernyit karena cahaya terang dari telepon, ia perlahan membaca nama si pemanggil.
Pinky Pie is calling....
"P..inky... pi...e..?" Bisiknya dengan suara serak. Berniat untuk memejamkan mata lagi namun kesadaran menumbuk kepalanya bagai batu lumpang. "PINKY PIE!!"Sontak tubuhnya langsung tersentak bangun. Kedua matanya melebar, memastikan layar teleponnya tak salah menerima panggilan masuk. Namun kenyataan bahwa nama itu terpampang, membuat jantungnya berdebar. Dirinya mendadak panik.
"Apa aku harus mandi dulu? Tidak tidak! Teleponnya bisa mati. Kenapa dia menelepon pagi-pagi?" Pria yang sedang beranjak menjadi dewasa itu ricuh sendiri pada pemikirannya. Pasalnya si penelepon tak pernah memanggilnya lebih dulu, selalu dia yang memanggil. Jadi wajar saja tingkahnya berlebihan saat menerima hal yang langka ini.
"Apakah mulutku bau bawang karena makan gyoza kemarin?" Gumam pria itu menghembuskan nafas untuk memeriksa baunya. "Oh sisir! Sisir!"
Disambarnya meja belajar kayu itu dengan cepat. Hampir jatuh karena olengnya kesadaran akibat baru bangun tidur. Tangannya menyenggol beberapa barang membuatnya berantakan hanya untuk sebuah benda sederhana. Rambut halus nan lembut itu disisir rapi seperti model biasanya. Setelah memastikan sekali lagi di cermin bahwa penampilannya layak disebut tampan, dia menyambar ponsel yang masih bergetar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny || 𝓓𝓮𝓪𝓽𝓱 𝓝𝓸𝓽𝓮 𝓕𝓪𝓷𝓯𝓲𝓬 (Under Revision!!)
FanfictionKebenaran? Siapa yang peduli dengan itu? Benar untukku belum tentu benar untuknya, begitupula sebaliknya. Arti benar itu sendiri juga sudah tercampur hingga bentuknya menjadi abu-abu. Sayang sekali atau memang nasibku selalu sial, aku bertemu dengan...