"Misi ini berbahaya. Aku tanya sekali lagi, kau yakin?"
Aneh. Suasana di gedung pencakar langit di lantai 23 itu terbilang berat. Dengan banyak kaca yang mengelilingi suasana kantor itu, seharusnya membuat temperatur menjadi menyenangkan dan tidak mencekat. Namun yang terjadi malah sebaliknya ketika manik coklat madu berkilat dibalik bingkai kacamata yang dikenakan, menatap tajam sosok diseberang yang baru saja bertanya, "Jika ia setuju, aku ambil. Jika tidak, anggap saja kita tak pernah membahas ini sedikitpun."
Helaan nafas keluar dari bibir pucatnya, sulit menghadapi keras kepala serta kesetiaan sosok itu pada atasannya. "Baiklah Z, masalah di Jepang kami serahkan padamu."
"Terima kasih Chichi-san."
"Destiny"
Sebuah kisah sederhana yang menceritakan mereka yang bertemu karena takdir, namun dipisahkan oleh maut.

~~~
"Keluyuran kemana lagi anak itu? Watari kau tidak tahu?"
Watari sang pria tua dengan pakaian resmi lengkap hanya menggeleng pelan, pertanda ia tidak punya informasi kemana sosok yang hilang itu, "Saya sepanjang hari hanya memperhatikan monitor dan sebentar saja saya menoleh dia sudah hilang."
Laki-laki berkantung mata hitam tebal mendecak kesal. Ia bertemu sosok itu empat tahun yang lalu, namun masih belum terbiasa akan kebiasaan buruknya yang sering menghilang tiba-tiba tanpa memberi tahu orang lain. Lalu saat kembali sudah membawa setumpuk info yang diperlukan dalam setiap kasus kriminal yang tengah diurus. Entah info itu didapatkan secara legal maupun ilegal tidak ada seorang pun dari mereka yang tahu.
Dia bukannya menolak atas bantuan yang diberikan, hanya saja kelakuannya cukup riskan. Bagaimana jika sosok itu pulang terluka? Diculik? Atau yang lebih parah hanya tinggal nama. Tidak. Tidak. Itu tidak akan terjadi. Dia pasti akan selalu menyelamatkannya berapapun harga yang harus dibayar. Karena bagaimanapun dirinya peduli dengan keselamatan sang tangan kanan— ralat sangat peduli.
Alarm pintu depan berbunyi yang mengatakan bahwa ada seseorang datang. Bangunan mewah dengan pertahanan super ketat ini membutuhkan kode serta sandi khusus. Dan yang mengetahuinya hanya si detektif, pelayannya, dan sosok itu.
Tetapi semenjak mengetahui sosok itu suka keluyuran tanpa seizinnya, mereka berdua sepakat untuk menganti setiap kode dan memperketatnya sehingga semakin sulit untuk keluar dan masuk. Sayangnya semua itu sia-sia. Karena semakin keras usaha mereka, semakin mudah pula sosok itu lolos dari pengawasan mereka.
Langkah kaki yang diseret memasuki rungunya. Pria itu hafal benar bagaimana bunyinya selama empat tahun ini. Lekas saja dia bergegas mendatangi sumber suara yang tengah berjalan santai seraya menenteng laptop. Bahkan sempat-sempatnya sosok itu bersenandung dengan headphone-nya.
"Kana Takeo!"
"Ya?"
Pria itu dapat melihat kebingungan dari manik cokelat madu disana. Membuatnya sedikit geram karena gadis itu tidak mengetahui letak kesalahannya walau diberitahu puluhan kali. Atau... memang dia sengaja melakukannya?
"Sudah berapa kali saya bilang? Jika ingin keluar, beritahu saya atau Watari. Bagaimana jika terjadi sesuatu?" Dia berkacak pinggang, mata hitam bulatnya sedikit melotot. Gemas dengan kelakuannya, kedua tangan terulur untuk mencubit pipi itu membuat Kana meringis dan mencoba melepaskan diri dari perilaku 'kasih sayang berlebihan' si detektif.
"Ow! L sakit!!"
Watari yang mengetahui sang nona muda sudah pulang dengan selamat dan tengah bertengkar, hanya tersenyum tipis. Dia pun berlalu memberikan mereka waktu dan mengurus hal lebih penting lainnya, seperti membaca koran pagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny || 𝓓𝓮𝓪𝓽𝓱 𝓝𝓸𝓽𝓮 𝓕𝓪𝓷𝓯𝓲𝓬 (Under Revision!!)
FanfictionKebenaran? Siapa yang peduli dengan itu? Benar untukku belum tentu benar untuknya, begitupula sebaliknya. Arti benar itu sendiri juga sudah tercampur hingga bentuknya menjadi abu-abu. Sayang sekali atau memang nasibku selalu sial, aku bertemu dengan...