6. Devano's broken side

3 4 0
                                    


°°°

Hari ini hari ketiga Lorenzo berada di Indonesia. Kemarin entah kemana pria paruh baya itu hilangnya. Ketika ditanya, ia menjawab 'ngantor abis itu belanja', tapi saat pulang, tidak ada satupun barang yang ia bawa pulang selain tas kerja yang berisikan berkas.

Saat ini ia sedang berada disebuah mall bersama anak gadisnya. Berhubung urusannya sudah selesai semua dan juga besok dia harus kembali ke London, jadi ia berinisiatif untuk memanjakan anak tersayangnya ini.

"Udah ah Daddy, Lian mau pulang. Capekkk" rengek Lian dengaan menghentakkan kakinya.

Lorenzo terkekeh melihat wajah kesal anaknya itu. "Baru juga segini belanjanya, masa udah capek sih".

Mata Lian membulat sempurna. Segini katanya? Tas branded import 325jt, kaos distro Linux sebanyak 14 lembar seharga 3jt per baju. Dan masih banyak barang yang harganya jutaan. Dan itu semua ia bilang baru segini?.

"Daddy ihh, kan kita belanjanya udah banyak, masa masih kurang sih".

"Sayang... Kalo kamu belanjanya cuma segini bisa-bisa Daddy yang gulung tikar. Seharusnya tuh kamu minta beliin aja mall ini sekalian".

Sungguh ayahnya ini sudah gila. Tidak ada sejarahnya berhemat bisa menyebabkan kebangkrutan. Entah apa yang ada dipikiran ayahnya ini.

Lian mendengus kesal. "Terserah Daddy. Intinya sekarang Lian mau pulang". Ucapnya yang disetujui oleh Lorenzo.

Sesampai diparkiran mall, dua beranak itu langsung masuk kedalam mobil sports milik Lorenzo. Tak perlu waktu lama, ia melajukan mobilnya keluar dari kawasan mall. Ia membelah malam di kota Jakarta yang dingin ini.

°°°

"

"Nih, tanda tangani berkasnya. Besok jangan lupa suruh Lian buat tanda tangani juga disamping tanda tangan kamu".

Leon mengerenyitkan dahinya bingung. Berkas apa yang harus ia tanda tangani? "Berkas apa ini Dad?".

"Itu sertifikat kepemilikan atas SMA Candeza".

"Buat apa Leon sama Lian harus tanda tangani ini?".

Lorenzo menatap anak satunya ini malas. Tidak bisa kah dia membaca sendiri, isi dari sertifikat itu.

"Kamu bisa baca kan?" diangguki oleh Leon. "Ya, kalo bisa, dibaca jangan banyak tanya".

Leon membaca sertifikat itu dengan seksama. Sedikit kaget ia melihat disitu, bahwa sekarang yang memiliki SMA Candeza adalah Leon Alexander Lemos dan Lian Alexander Lemos. Nama SMA Candeza pun juga diganti menjadi SMA ' Lemos '.

Leon menatap kearah ayahnya dengan satu alis terangkat. Ia meminta penjelasan.

Sang ayah yang paham dengan tatapan anaknya itu pun menarik nafas hendak menjelaskan.

"Tadi siang sebelum nemenin Lian ke mall, Daddy gabut banget abis selesai ngantor. Ya Daddy niatnya mau belanja, terus kepikiran aja gitu buat beli SMA Candeza. Lumayan kan biar kalian bisa dikasih kerenggangan dikit. Daddy juga udah minta siapin sama pihak sekolah, buat nyediain satu ruangan khusus buat anak Zervanos ngumpul".

Gabutnya sultan mah beda sayy.

Leon tidak kaget lagi mendengarkan jawaban dari ayahnya. Lorenzo dari dulu memang selalu seperti ini. Kalau ditanya alasannya, Lorenzo pasti selalu menjawab 'gapapa, lagian kan cuma belanja dikit doang'. Dikit menurutnya itu berarti banyak bagi orang lain.

Alexander Lemos [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang