Semakin gelap langit malam, maka semakin indah pula gemerlap dari bintang-bintang di atas sana, dan keindahan itu kini terpantul dalam kedua manik segelap malam milik pemuda berkulit tan yang tengah menatap sang langit itu.
Kedua sudut bibir tipis itu terangkat, membentuk sebuah senyuman tipis yang membuat wajah rupawannya semakin tampan. Angin musim panas yang berembus pelan menerbangkan helaian rambut hitamnya. Kedua kelopaknya lantas tertutup untuk sejenak, menarik napas dalam menghirup aroma segar dari hutan yang ada di hadapannya. Memenuhi rongga dadanya dengan udara bersih sebelum kembali menghirup udara kota yang di penuhi dengan berbagai macam polusi nantinya.
Sepasang tangan yang melingkar di perutnya membuat kelopaknya kembali terbuka. Senyumannya semakin mengembang saat hidung mancungnya menangkap aroma manis sang kekasih hati.
"Kenapa sendirian di sini, Ja?" tanya wanita cantik yang masih setia memeluk pinggang kekasihnya dari arah belakang itu.
Ja mengedikkan bahu. Remaja sembilan belas tahun itu lantas melepaskan kaitan tangan si cantik di atas perutnya lalu berbalik, memeluk kekasihnya dari depan. "Aku hanya sedang mencari udara segar," ucapnya sambil menyatukan kening mereka.
Si cantik terkekeh. "Kalau sudah dapat udara segarnya, sekarang ayo kita ke halaman depan. Teman-teman dan api unggunnya sudah menunggumu."
Wanita manis itu lantas mengurai pelukannya dan menarik Ja untuk beranjak dari teras belakang sebuah rumah bergaya tradisional yang menjadi tempat mereka berlibur pada musim panas kali ini. Sebuah summer camp elit yang di kelilingi pulau indah yang begitu menyegarkan di provinsi Changwat, Phuket.
Namun tarikan tangan tan Ja lebih kuat, membuat kekasihnya kelimpungan dan terhuyung jatuh ke dalam pelukannya kembali.
Ja menatap hangat manik cantik itu dan mengusap sayang pipi lembut si cantik. "Berikan aku satu ciuman dulu, Earth.." bisik Ja tepat di depan bibir kekasihnya, lalu melumat bibir lembut itu sebelum wanita cantik yang telah di kencaninya sejak setahun yang lalu itu bisa menjawabnya.
Ja mendorong Earth hingga punggungnya membentur pilar kayu yang ada di dekat mereka. Ia tekan tengkuk si cantik seraya menyusupkan lidahnya untuk mengecap lebih dalam. Kedua tangan Earth yang masih bertengger di pinggang Ja, kini meremas kuat kaos abu-abu yang di kenakan kekasihnya, dan tubuhnya meremang di kala tangan tan Ja menyelusup ke dalam kaosnya dan mengelus punggungnya dengan lembut.
Ciuman Ja turun ke leher putih si cantik. Menciumnya dan menghisapnya dengan lembut sehingga meninggalkan tanda kemerahan samar untuk pertama kalinya di leher putih itu.
Earth mendongakkan kepalanya dengan mata terpejam, dan lenguhan tertahan keluar dari bibirnya saat tangan Ja menyentuh puncak dadanya.
"Hm! Maaf mengganggu teman-teman.."
Pergulatan panas itu sontak terlepas saat suara lain menginterupsi mereka. Ja berbalik dan mendapati wajah Natt, sahabatnya yang kini tersenyum canggung. Sementara Earth merapikan penampilannya yang acak-acakan di belakang punggung Ja.
Wajah wanita cantik itu begitu merah, entah karena gairah atau malu. Tapi kedua tangannya yang bergetar sambil merapikan pakaiannya, jelas menandakan bahwa ia tengah ketakutan.
"Tsk!" Ja berdecak dan melipat tangannya di depan dada sambil terkekeh. "Kau tidak bisa melihat temanmu senang huh? Padahal tadi sedikit lagi loh. Iyakan sayang?" godanya.
"Ti-tidak.. K-kami tidak melakukan apa-apa," gumam Earth terbata, membuat Ja terkekeh gemas dan mengusak rambutnya.
Natt mendengus lalu terkekeh. "Maaf tuan muda Ja. Sebaiknya kesampingkan dulu hormonmu. Karena teman-teman sedang menunggu kalian untuk makan malam di depan api unggun."
KAMU SEDANG MEMBACA
Voice [M] END
Short StoryDunia Ja Pachara menjadi dua kali lebih berisik saat ia tak sengaja menolong seorang kakek tua di dalam hutan dan mendapat hadiah sebuah pendengaran. Sejak saat itu ada dua suara manusia yang bisa Ja dengar. Satu suara penuh kepalsuan yang senantias...