神 - 06

1K 141 40
                                    


Happy Reading.

[M] Warn! 🌚

Siang itu langit begitu kelabu dengan awan berwarna abu-abu yang perlahan menutupi matahari. Angin berembus sedikit lebih kencang, menghantarkan aroma basah dan hawa dingin yang menyejukkan. Gemuruh pelan pun mulai tercipta di atas langit sana, menandakan akan turunnya hujan musim panas yang cukup deras untuk kali ini.

Kedua manik kecokelatan nan cantik itu melirik gelisah ke arah luar jendela. Hujan, gemuruh dan pecahan kaca adalah hal yang membuatnya merasa ketakutan, karena itu akan mengingatkannya pada kejadian naas itu.

Tanpa pikir panjang First merapikan buku-bukunya, menulis dengan singkat di atas buku catatan kecilnya dan mengangkat tangannya. Meminta pada dosen agar diizinkan keluar dari kelas.

First melangkahkan kedua kaki mungilnya dengan cepat ke arah halte, ia hanya ingin cepat pulang. Berlindung di dalam kamar kecil itu dan menyumbat kedua telinganya dengan earphone.

Ja yang hari ini mendapat kelas siang, dan baru saja tiba di parkiran kampus mengernyit heran saat melihat kekasihnya nampak tergesa. Ia segera membuka earphone yang menyumbat telinganya, turun dari mobil yang sengaja ia bawa karena hari ini langit nampak mendung, lantas buru-buru mengejar First.

‘Pulang! Ah —aku harus segera pulang!’

Tangan kekar itu meraih lengan mungil First, dan membawa manik kelamnya untuk bertatapan dengan manik cokelat yang begitu gelisah itu.

‘Phi Ja...’

“Kenapa buru-buru pulang? Apa ada yang mengganggumu?”

‘Tidak.’ First menggeleng cepat dan menatap ke langit. ‘Aku harus pulang sebelum hujan turun,’  batinnya.

Kilatan yang diiringi gemuruh yang cukup keras itu membuat First terlonjak dan spontan memeluk erat tubuh kekasihnya, menyembunyikan wajah mungil itu di dada bidang Ja dengan tubuh gemetar.

Ja terkekeh pelan. Ia balas pelukan itu dengan begitu erat sambil mengusap sayang surai kekasihnya, mengabaikan anak-anak lain yang berlalu-lalang dan menatap iri.

“Eiyy —sayangku takut petir? Seperti anak kecil?” canda Ja.

Namun candaan itu tak di gubris oleh First. Ia terus bersembunyi di dalam pelukan Ja, bahkan batinnya pun diam seribu bahasa, membuat kerutan dalam tercipta di dahi sempit sang dominan.

Pelukan itu terurai, Ja sedikit membungkuk untuk menatap wajah manis First yang tengah menunduk dalam. Dan mata tajamnya memincing melihat sungai kecil di kedua pipi yang terkasih.

“First, kenapa menangis?”

First hanya diam sambil menggeleng pelan. Ja lantas menangkup kedua pipi bulat itu dan mengangkat wajah First.

“Hey —katakan padaku, apa yang membuat kesayanganku menangis?” tanya Ja lembut.

‘Takut. Aku takut Phi Ja..’

Petir kembali berkilat dan ledakan gemuruh tercipta di atas langit. First kembali terlonjak dan memeluk Ja erat. Matanya terpejam dan tubuhnya bergetar.

Hujan yang lebat, petir dan gemuruh yang meledak-ledak, juga pecahan gelas yang berjatuhan di kakinya.

First masih ingat betul kejadian itu. Lalu tubuh penuh darah ibunya muncul dalam benaknya, membuat batin First berteriak lirih dan Ja mendekapnya semakin erat.

Kaki First melemas, tubuhnya hampir saja terjatuh jika saja Ja tidak menahannya. Bersamaan dengan itu rintik-rintik air mulai berjatuhan dan hujan turun dengan begitu lebatnya.

 Voice [M] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang