Biasanya butuh waktu lama bagi First untuk membiasakan diri di tempat yang baru. Seperti dulu saat ia pindah rumah, First butuh waktu berhari-hari untuk bisa tidur dengan nyenyak.
Tapi kali ini berbanding terbalik, saat malam pertama ia tinggal di flat kecil ini, First justru tertidur dengan sangat nyenyak hingga ia bangun kesiangan dan bersiap ke kampus dengan terburu-buru.
‘Tidak! Tidakk!! Bagaimana ini, aku terlambat!!!”
‘Ah—dimana buku-buku ku?!’
‘Aish! Dimana sepatuku?’
‘Argh —semoga aku tidak ketinggalan bis. Atau aku naik taksi saja?’
‘Ya Ampun! Aku belum menyisir rambutku!!’
Ja tersenyum tipis saat mendengar gerutuan batin First dari dalam sana. Ia yang tengah memanaskan motornya di depan flat-nya itu kali ini sengaja menunggu sedikit lebih lama. Karena dia yakin First pasti butuh tumpangan saat ini.
“Eoh, Ja? Aku kira kau sudah berangkat. Kau memang sahabatku yang pengertian. Ayo berangkat! Hari ini aku tidak bersama Seng karena dia ada kelas siang.” Ole yang baru saja keluar dari dalam flat-nya itu tersenyum lebar saat mendapati sahabat tampannya masih berdiam diri di atas motornya. Ia sontak merebut helm di tangan Ja dan hendak naik ke atas motor jika saya Ja tidak menghentikannya.
“Berangkat sendiri sana! Aku tidak sedang menunggumu,” gumam Ja sambil merampas helm itu kembali.
“Eiyy. Jangan begitu. Kau masih marah karena kemarin aku lupa membelikan mu makan? Tapi katamu kan kau sudah makan dengan tetangga baru yang manis. Jadi jangan marah eoh?” bujuk Ole. ‘Aku sungguh lupa karena terlalu asyik mengagumi wajah cantik Seng-ku.’
“Sialan, makan saja wajah pacarmu itu!!” omel Ja.
“Yaa!! Kau jangan suka sembarangan menguping suara batin orang, eoh!” oceh Ole namun di abaikan oleh Ja saat ia mendengar suara pintu terbuka.
“Pagi First,” sapa Ja ramah.
First yang sedang mengunci pintunya itu menoleh dan mendapati senyuman manis dari teman barunya yang sedang duduk di atas motor bersama seorang pemuda lain yang berdiri di sebelahnya.
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik — dan akhirnya wajah First merona hebat hingga menjalar ke leher dan telinganya.
Karena bangun kesiangan dan terburu-buru sepertinya First telah melupakan hal yang begitu penting terjadi semalam.
Karena bangun kesiangan dan terburu-buru sepertinya First telah melupakan hal yang begitu penting terjadi semalam.
Makan malam dengan Ja, membuat tugas di temani dentingan gitar dari Ja dan First tidak ingat apa-apa lagi. Pasti dia ketiduran di meja belajarnya dan —mengingat ia terbangun di atas ranjang pagi ini, maka bisa di pastikan bahwa Ja lah yang memindahkan dirinya ke atas ranjang.
‘Aish —kau memalukan sekali First Chalongrat.’
Ja mati-matian menahan senyumnya saat mendengar gumaman batin First dan melihat wajah semerah tomat itu. Sementara Ole mengerutkan keningnya melihat pemuda mungil itu salah tingkah.
‘Yaa!! Apa yang kau lakukan pada tetangga baru kita Ja Pachara? Apa semalam kau menidurinya?’ tuduh Ole dalam batinnya.
Ja menatap tajam Ole dan pemuda itu hanya tersenyum sambil menggumam maaf dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Voice [M] END
ContoDunia Ja Pachara menjadi dua kali lebih berisik saat ia tak sengaja menolong seorang kakek tua di dalam hutan dan mendapat hadiah sebuah pendengaran. Sejak saat itu ada dua suara manusia yang bisa Ja dengar. Satu suara penuh kepalsuan yang senantias...