Ja Phacara side.***
Angin yang begitu menyejukkan bertiup pelan, aroma khas hutan yang begitu menyejukkan memenuhi setiap rongga paru-paru milik pemuda tan itu.
Ia menggeliat pelan dalam tidurnya saat cahaya matahari yang menerpa wajah tampannya, itu membuatnya terusik.
Merasa tak dapat melanjutkan tidurnya, kelopak mata itu akhirnya terbuka. Dan pandangannya begitu samar. Kelopak itu mengerjap beberapa kali, hingga akhirnya pepohonan rindang itu semakin jelas dalam pandangannya.
Ja terlonjak, tubuhnya menegang dan ia menatap sekeliling. Semuanya begitu cerah, namun juga temaram. Suasananya menenangkan dan juga menyegarkan, namun sedikit mencekam. Hingga Ja dapat menyimpulkan apa yang tengah ia rasakan sekarang.
Kedua manik kelam Ja memperhatikan tempat ia terbangun. Sebuah rumah sederhana tanpa alas yang terlihat rapuh, berada di sebuah teras dari rumah reot yang terlihat tidak asing baginya.
Ja kembali terlonjak, ia menoleh ke daun pintu rumah itu dan mengerjap pelan saat mendapati seseorang yang ia kenal.
“Kakek? K-kenapa aku ada disini?” tanya Ja bingung.
Ya, kakek yang itu. Kakek yang pernah Ja tolong dan ia di berikan hadiah sebuah pendengaran.
Kakek tua itu mengulas senyum. “Kakek juga tidak tahu kenapa kau bisa ada di sini Ja. Apa hal terakhir yang kau ingat?”
Ja mengerutkan keningnya. Wajah First, rencana mereka yang kacau, kejar-kejaran di jalan raya, lalu mobil yang berguling dan terbanting.
“Kek? Dimana teman-temanku? Dimana First? Dimana Ole dan Seng?” panik Ja.
“Kakek juga tidak tahu, memangnya dimana kau meninggalkan mereka?” tanya si Kakek, lantas beranjak dan terkekeh.
Ja ikut beranjak dan mengikuti si Kakek, masuk ke dalam hutan yang lebat.
“Kek, aku mengalami kecelakaan, mobilku hancur dan teman-temanku terluka. Aku harus kembali kek, aku khawatir pada mereka,” jelas Ja.
“Khawatirkan dirimu sendiri Ja,” jawab si Kakek sambil mengumpulkan kayu bakar.
Ja meraih kayu bakar itu, dan membantu si Kakek untuk membawanya. “Aku baik-baik saja kek. Lihat aku bahkan tidak terluka sedikit pun.” Ja memperlihatkan badannya, bahkan ia berputar-putar di hadapan si Kakek.
“Ya ampun. Kau bahkan tidak tahu apa-apa,” ucap si Kakek.
“Aish —aku bisa gila jika begini,” gumam Ja frustasi. “Kakek, aku tahu Kakek bukan orang biasa, aku mohon bantu aku untuk pulang hum?” bujuk Ja.
“Kalau Kakek bukan orang biasa, lalu Kakek ini apa?” tanya si Kakek.
“A-aku juga tidak mengerti kek. Tapi aku yakin Kakek bukanlah orang biasa. Kakek ajaib, Kakek bahkan memberiku hadiah pendengaran waktu itu, iya kan?”
Si Kakek terkekeh. “Ayo kembali, kita sudah punya cukup banyak kayu bakar.”
“Apa?” kaget Ja, ia merasa belum mengumpulkan banyak kayu bakar, tapi tiba-tiba ada banyak kayu bakar dalam pelukannya. Dan dalam sekejap mereka tiba-tiba sudah ada di depan rumah si Kakek.
“Tuh kan, apa aku bilang. Kakek itu ajaib!” pekik Ja.
“Kalau kau tahu, kenapa kau tidak takut pada Kakek?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Voice [M] END
Short StoryDunia Ja Pachara menjadi dua kali lebih berisik saat ia tak sengaja menolong seorang kakek tua di dalam hutan dan mendapat hadiah sebuah pendengaran. Sejak saat itu ada dua suara manusia yang bisa Ja dengar. Satu suara penuh kepalsuan yang senantias...