Senandungan merdu itu terus melantun dari bilah bibir First. Menggema memenuhi kamarnya yang di dominasi dengan warna biru pastel. Dengan langkah ringan pemuda manis itu keluar dari kamar mandi, melewati rak kaca yang di penuhi dengan trofi dan mendudukkan dirinya di atas ranjang yang ada di tengah-tengah ruangan.
Kedua manik cokelatnya memandang ke arah rak kaca tempatnya menyimpan semua penghargaan yang telah ia dapatkan selama beberapa tahun hidupnya. Lantas terfokus pada satu trofi yang baru di dapatkannya hari ini karena berhasil memenangkan kejuaraan vokal di tingkat provinsi, mengalahkan lebih dari dua ratus peserta lainnya. Kalau semuanya berjalan lancar dan semesta menghendaki maka minggu depan ia akan kembali bernyanyi untuk mewakili negaranya bersama perwakilan dari negara Asia lainnya.
Suara milik pemuda manis itu memang tak diragukan lagi indahnya. Begitu merdu dan khas, lembut namun terkesan seksi, sangat unik. Di tambah lagi dengan teknik vokal yang telah ia kuasai, membuat putra tunggal keluarga Chalongrat itu bisa mencapai nada-nada tinggi yang bahkan seorang perempuan saja sulit untuk mencapainya.
Dengan bakat vokal yang luar biasa dan juga paras manis yang di milikinya, First mendapat banyak tawaran untuk masuk dan menjadi penyanyi dari agensi-agensi ternama. Namun sayangnya, pemuda manis itu belum memutuskan untuk masuk ke sebuah agensi yang tentu akan membuat hidupnya terkekang. Tidak! First memang suka menyanyi, namun ia juga masih ingin bebas menjalani masa remajanya.
First merenggangkan tubuhnya sejenak, dan beranjak masuk ke dalam selimutnya. Ia memiringkan tubuhnya dan menyalakan sebuah kotak musik yang ia setel untuk satu jam ke depan. Kotak musik yang melantunkan sebuah lullaby untuk menghantarkan tidurnya. First benci keheningan, kesendirian dan kesepian.
神 — voice
DUAR!!!
First terlonjak dari tidurnya saat langit meledakkan gemuruhnya di atas sana. Pemuda manis itu menggumam kesal dan menoleh ke arah luar jendela kamarnya. Hujan turun dengan begitu deras dan rintiknya mengetuk-ngetuk kaca jendela kamarnya, kilatan petir dan gemuruh pun ikut menimpali, membuat tirai kamar First nampak bercahaya.
Pemuda manis itu menarik napas panjang lalu melirik ke arah jam dinding yang menggantung di tembok kamarnya. Jam dua lewat tiga puluh menit.
First berdehem, kerongkongannya terasa begitu kering. Namun sayang, saat ia menengok ke nakas, gelas yang ada di atas mejanya kosong.
Dengan langkah gontai dan terkantuk-kantuk First melangkahkan kakinya untuk turun dari ranjang dan pergi ke dapur. Ia menguap lebar sambil mengucek matanya saat melewati ruang tengah. Dan sesuatu yang di dapatinya di sana malam itu benar-benar mengubah hidupnya.
PRANG!!
Gelas yang di pegang oleh tangan mungil itu terlepas, jatuh dan pecah berhamburan. Kaca-kaca kecil dari pecahan gelas itu menggores dan melukai kedua kaki mungil yang tidak beralas itu dan membuatnya berdarah.
Tubuh remaja tujuh belas tahun itu ambruk, jatuh terduduk di hadapan tubuh ibunya yang di penuhi darah. Kedua manik cokelatnya membelalak sempurna, lalu cairan bening mengucur deras dari kelopaknya.
Ibunya di sana, wanita yang telah melahirkannya ke dunia ini ada di sana. Tergeletak di atas lantai yang penuh darah dengan mata membelalak dan lidah terjulur.
First begitu tercengang, mulutnya terbuka lebar dan berteriak tanpa suara. Hatinya hancur, dunianya terasa runtuh dan tubuhnya bergetar karena takut, marah dan sedih. Remaja manis itu telah kehilangan.
Kehilangan ibunda tercinta, juga kehilangan suaranya karena trauma yang di dapatnya. Sejak malam itu dunia First berubah. Ia yang dulunya benci pada keheningan, kini mulai berteman dengan keheningan itu.
神 — to be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Voice [M] END
Short StoryDunia Ja Pachara menjadi dua kali lebih berisik saat ia tak sengaja menolong seorang kakek tua di dalam hutan dan mendapat hadiah sebuah pendengaran. Sejak saat itu ada dua suara manusia yang bisa Ja dengar. Satu suara penuh kepalsuan yang senantias...