Sebelum lanjut, alangkah baiknya vote dulu ya sayang. Untuk setiap typo, PLEASE TANDAI AJA!!!! thank youuu
<<<--->>>
Biar Tuhan dan hati saya yang menjadi saksi bisu, kalau saya benar benar menjatuhkan dunia saya sama kamu.
Jeffrey Aldebaran.
<<<--->>>
Tangan Azura bergetar memegang kertas yang baru saja di tulis oleh laki-laki di sampingnya ini. Selama ini, ia mungkin terlalu bodoh untuk memahami. Ia bodoh, saat ia berpikir laki-laki ini sama sekali tak pernah menghargai orang yang membantunya. Ia bodoh, saat ia berpikir laki-laki ini pendiam karena memang tidak mau berbicara padanya. Ia juga bodoh, saat berpikir laki-laki ini hanya diam saja ketika dipukuli oleh murid murid di sekolahnya.
Ia benar benar bodoh, saat tadi ia bahkan bertanya kenapa laki-laki ini malah diam saja saat dirinya dituduh melakukan hal yang tidak ia lakukan. Ah, rasanya ia ingin merutuki dirinya sendiri.
Jeffrey mungkin terlalu takut, karena bisa jadi saat Azura mengetahui yang sebenarnya, gadis itu akan menjauhinya. Sama seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
Perlahan Azura memejamkan matanya. Air matanya mengalir membasahi pipi. Rasanya sesak saat ia mengetahui fakta yang sebenarnya. Ia benar benar merasa bersalah atas apa yang pernah ia pikirkan tentang laki-laki ini.
Jeffrey, bisu. Kalimat itu sangat cukup untuk menusuk dirinya terlalu dalam. Jemari pemuda itu kembali menuliskan sesuatu.
"Jangan nangis ya, Azura. Kamu kenapa malah nangis? Kamu malu ya bisa kenal sama laki-laki bisu kaya saya?"
Azura langsung menggeleng cepat setelah membaca tulisan yang ditulis Jeffrey. Ia menatap mata laki-laki itu penuh arti. Berusaha membuat Jeffrey mengerti kalau yang Jeffrey tuliskan sebelumnya tidaklah benar. Ia menangis bukan karena ia malu atau apapun itu. Ia hanya merasa dirinya terlalu hina di hadapan Jeffrey. Ia ingat saat beberapa kali ia menyentak laki itu untuk berbicara padanya.
"Jeffrey, lo bisu ya?!"
"Lo kenapa sih gak mau ngomong?"
"Jeffrey, kalo gue ngomong itu di jawab. Jangan malah diem aja kaya gini. Lo kenapa sih?"
"Lo kenapa malah diem aja waktu dipukuli?"
"Lo jangan diem aja kaya barusan. Seenggaknya lo teriak, atau lapor guru kek. Jangan malah pasrah."
"Lo pemalu banget ya, sampe gak mau ngomong sama gue?"
"Kenapa harus pake surat? Takut ketahuan guru ya lo?"
"Janji ya sama gue, lo jangan diem aja kalo di apa apain lagi. Janji?"
Ah, semua kata yang pernah ia lontarkan mulai terngiang di kepalanya. Rasanya sesak. Jika yang Azura rasakan sakitnya saja sudah seperti ini, bagaimana dengan laki-laki itu?
Saat ia tak mampu menjawab semua pertanyaan dari Azura. Tentang mengapa dia diam saja. Tentang bagaimana dirinya yang pasrah dipukuli murid murid di lapangan. Bagaimana laki-laki itu ingin menjawab pada Azura namun tak akan ada kata yang mampu keluar dari mulutnya.
"Maaf, Azura.
Maaf karena kamu enggak tau dari awal.
Maaf karena kamu harus marah marah waktu itu.
Maaf karena kamu harus kerepotan waktu ngobatin saya.
Azura, ini bukan salah kamu, kamu sama sekali enggak salah dalam hal apapun.
Ini salah saya, Azura. Salah saya.
Salah saya karena enggak kasih tau kamu dari awal.
Salah saya karena saya bisu.
Maaf ya sekali lagi.
Maaf, karena nyatanya saya bisu..."

KAMU SEDANG MEMBACA
Kepulangan
Teen FictionLaki-laki bisu yang seringkali menjadi lampiasan semesta atas semua ketidakadilan. Satu satunya kebahagiaan yang ia miliki adalah memori bersama ibunya. Kasih sayang dari ayahnya bahkan terbatas hanya sampai ibunya tiada. Dinding kebencian dari adik...